05 : Luka

134 11 0
                                    

"Anj—kalau jalan liat-liat dong!" Adena menggerutu kesal karena minumannya tumpah ke lantai karena Sela menyenggol tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anj—kalau jalan liat-liat dong!" Adena menggerutu kesal karena minumannya tumpah ke lantai karena Sela menyenggol tubuhnya. Perempuan yang terpaut usia dua tahun darinya itu menoleh dengan tatapan sinis. Sebenarnya, tak sekali dua kali hal ini terjadi. Selalu saja ada perselisihan antara Adena dan Sela apabila keduanya tak sengaja berpapasan seperti ini, bahkan tanpa ada alasan yang jelas seolah keduanya hanya sama-sama ingin meluapkan kekesalam masing-masing. "Lo yang liat-liat!" dumel Sela.

Sebenarnya, kasus ini bisa langsung terselesaikan hanya dengan kata maaf dari salah satu pihak bersangkutan. Namun, kedua belah pihak yang dalam hal ini adalah Adena dan Sela sama-sama keras kepala, maka hal itu mustahil terjadi. Keduanya kini saling memancarkan laser tak kasat mata dari tatapan masing-masing, tanda bahwa akan terjadi perang. "Lo ya anjing! Lo yang nyenggol," tukas Adena dengan nada berapi-api. "Lagian nggak jelas banget. Gue nih lagi diem, jangan cari masalah lah, Sel."

"Masalah apa sih? Siapa juga yang mau cari masalah?"

"Lo. Lo yang nyenggol gue duluan."

"Nyenggol dikit doang, sensitif banget. Lo hamil ya?" Kemudian, kedua mata Sela membelalak. Terkesan dibuat-buat dan jelas hal itu membuat Adena semakin tersulut. "Oh, jadi ini buah dari pulang malem terus? Dasar cewek nggak bener!"

Adena menganga tak percaya. Jemarinya meremat gelas yang tengah ia genggan dengan sangat kuat. Tidak bisa begini, pikirnya. Sela harus diberi pelajaran agar bicaranya bisa lebih dijaga. Sepersekian detik kemudian, lengan Adena menyambar kepala Sela dengan cepat dan aksi saling menjambak pun tak terhindarkan. Suara jerit Adena yang berpadu dengan jerit Sela jelas membuat gaduh dan menarik atensi Rika, ibu tiri Adena yang kebetulan sedang berada di rumah saat itu. Perempuan paruh baya itu datang dengan wajah kesal dan bergegas melerai keduanya. "STOP, ADENA, SELA! Kalian ini apa-apaan sih!" 

"Mamaaa! Tolongin, Adena nih," sahut Sela, masih kesakitan karena keduanya sama-sama belum melepaskan cengkramannya meski telah berusaha dilerai. Hingga satu ketika, Sela mendorong tubuh Adena dengan kuat dan membuat tubuh Adena terhuyung ke belakang. Hal itu membuat keduanya terpisah dan membuat gelas yang berada di cengkraman Adena terjatuh hingga pecah. "Lo bener-bener gila, Adena!" pekik Sela.

"Lo yang gila," balas Adena.

"UDAH! KALIAN INI BERANTEM AJA TERUS! KENAPA LAGI SIH?"

"Dena tuh, Ma," ucap Sela. "Nggak jelas, tiba-tiba jambak rambut aku."

Tatapan tajam itu kemudian jatuh pada Adena. Sebenarnya, Adena tak bisa mengelak karena memang ia yang memulai perkelahian. Seharusnya dirinya bisa lebih menahan diri dan tidak terpancing oleh kelakuan Sela. "Kamu lagi! Kenapa? Nggak bisa apa sekali aja nggak bikin masalah? Kemarin pulang dini hari, sekarang bikin gaduh. Stop bikin onar!"

"Tau, tuh. Aku sih curiga dia hamil sih Ma. Udah pulang malem terus, jadi sensitif banget lagi orangnya," lagi-lagi, Sela terus mengompori.

Adena kembali tertampar oleh tatapan tajam sang ibu tiri. Perempuan itu jadi gelagapan dan dengan cepat memberi klarifikasi. "NGGAK! Bohong, Tante," ucap perempuan itu. "Apaan sih, Sel, nggak usah fitnah gitu dong! Lo kalau ngomong yang bener-bener aja deh!" Adena yang terlanjur panik itu mencoba untuk terus meyakinkan keduanya agar tak menjadi salah paham yang berkelanjutan. "Aku nggak hamil! Kalo nggak percaya, aku berani kok tes ke dokter kandungan," tutur perempuan itu.

Pretend Role | J.JhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang