best Brother

618 32 5
                                    

      " Aku sayang kamu abang... "




Di pagi hari yang sejuk di Jawa letaknya di keraton Majapahit terdapat seorang perempuan yang sedang membuat teh melati dia memakai eye patch dengan logo komunis siapalagi jika bukan si Dwikantara

namun hari tenang itu hancur seketika ketika kakak ke 3 datang dan menembakinya dengan pistol G2 Premium, Dwikantara memiliki trauma pada kakaknya yang satu ini karena dulu dialah yang mengeksekusinya langsung dengan sniper karena tragedi dulu yang di sebabkan oleh para komunis namun Dwikantara di tuduh tuduh karena dia memiliki darah komunis untungnya dirinya di berikan kesempatan ke 2 untuk hidup lagi

Rahmatara: "Adek ku yang manis, maen yuk ama om~

Rahma langsung mendekati Dwika dengan senyuman terbalik sembari memegang pistol di tangannya itu

Dwikantara yang menyadari itu langsung berlari secepat mungkin dari tangkapan Rahma yang seakan akan ingin membunuhnya

Di saat Dwika hampir berhasil menggampai pintu kamar Panca ia sudah di hadang oleh Rahma yang tak habis habisnya menghantui Dwika

Rahmatara: "Ingin kemana Dwika adik ku yang manis? Ayolah sini ama Abang mu~"

Rahma langsung memasang senyuman terbalik ke Dwika dan mulai melancarkan tembakkan yang hampir mengenai Dwika pada bagian sayapnya

Dor!

Sebelum tembakkan pelurunya mengenai sang Dwika, datanglah sebuah tameng bersimbol Pancasila dan ulah di balik itu berasal dari sang kakak tertua yakni Panca yang baru keluar dari kamarnya

Panca hanya memasang muka dingin seperti biasanya lalu mulai menatap mata Rahma dengan tajam seakan memberi isyarat kepada Rahma untuk tidak bermacam macam

Pancatara: "hentikan ini sekarang rahmatara atau TNI..."

Panca menatap keadaan adiknya yakni Dwika yang sudah sangat ketakutan sembari berjongkok dan mengacak ngacak rambutnya sendiri

Pancatara: "Lihat apa yang sudah kau lakukan pada adik mu ini, ingat status mu itu adalah seorang Abang atau Kakak bagi seorang adik tau, sepatutnya kau harus melindungi adikmu dari marabahaya paham"

Panca langsung menceramahi Rahma agar tak berbuat semena semena lagi karena sebagai seorang abang atau kakak, ia harus melindungi sang adik dan tidak melukai sang adik

Rahmatara: "Tapi aku tidak menganggapnya sebagai adik ku tau! Dialah yang telah membunuh ke-7 sahabat ku tau! Dia komunis! Musuh dari negara kita paham!"

Pancatara: "Mau ia komunis atau fasis, ia tetaplah adik kita Rahma dan ini sudah ke 30× aku bilang kepada mu kalau ulah yang membunuh sahabat mu bukanlah Dwika, melainkan para pasukan cakrabirawa"

Rahmatara: "Ckh aku tak peduli tau! Mau apa apapun aku tak akan menganggapnya sebagai adik ku!"

Pancatara: "Huft, sudah Dwika jangan nangis shush"

Panca langsung membuat barrier penghalang sehingga bisa berpindah tempat dengan berteleport

Panca membawa Dwika ke arah taman keraton yang sangat luas bersih dan indah agar Dwika tidak menangis lebih

Dwikantara: "hiks Abang.... hiks..."

Panca tentu langsung memeluk Dwika lalu mengecup mata Dwika agar berhenti menangis sebab Dwika bernotabene masih berumur 8 tahun sehingga terbilang sangat anak kecil

Pancatara: "cup cup cup anak comel gak boleh nangis"

Panca memberikan Dwika sebuah kalung berlambang kerajaan Majapahit yakni aksesoris pada kuping yang bisa menambah kekuatan Dwika seperti penglihatan, pendengaran dan dapat mengontrol energi besar yang berada pada tubuh Dwika sendiri

Dwikantara: "Makasih Kak... Hiks... Dwika pembunuh ya... Hiks..."

Dwika mengucapkannya sembari bersegugukkan akibat ingus di hidungnya keluar

Pancatara: "Sudah jangan ingat dengan hal itu lagi, ayo sini ikut abang jalan jalan ya!"

Panca berencana menghibur Dwika dengan mengajak Dwika untuk berjalan jalan di pedalaman kerajaan dan kota Majapahit dan membeli beberapa barang barang serta jajanan untuk Dwika

Dwika tentu sangat senang bisa di belikkan barang barang di pasar bersama abang tertuanya dan di ajak bermain dengan anak anak lain tanpa memandang dirinya itu sebagai Komunis

Hingga tak terasa sudah sangat malam dan tepat pada pukul 10 malam di mana Dwika sudah tertidur di pelukkannya Panca dengan nyenyak dan Panca hanya bisa tertawa ringan melihat kelakuan sang adik lalu menatap ke atas untuk melihat betapa indahnya bintang bintang pada malam hari pada taman




Jujur Author gak pernah dapat perlakuan yang baik dari seorang abang, adanya hanya omelan dan pukulan ke Author,saat ngeliat Panca yang sangat ramah ke adiknya jadi bikin iri karena beruntungnya Dwika memiliki seorang abang yang sangat baik

Nusantara Family And CH funny oneshot storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang