Orange

408 44 1
                                    

Walaupun pemandangan di taman sangat bagus. Namun menurut Yohan Lee Zin lebih bagus, ralat maksudnya sempurna. Zin yang sedang berbicara dengannya dengan raut wajah yang sangat bahagia membuat perasaan Yohan juga ikut bahagia.

"Dih, malah bengong. Jadi gimana Yohan? Menurut lo keren ga?" ujar Zin sambil menepuk bahu Yohan.

Yohan tersadar dari lamunannya.

"Iya keren." balas Yohan.

"HAHAHAHA JELAS. Tenang aja Yohan kalo nanti malem berhasil gue bakal ngasih tau lo duluan." ujar Zin

"Mantap." balas Yohan.

Zin menatap Yohan dengan tatapan dalam kemudian mengkerutkan keningnya.

"Lo sendiri gimana?"

"Apanya?"

"Gaada mau deketin cewe kah? Gue liat lo macam jones gara-gara sering main epep."

"Lagi males pacaran."

"Hadeh, pantes sih."

"Hehe."

"Kalo misalkan lo mau deketin cewek bilang ke gue. Nanti gue ajarin juga."

"Emangnya lo bisa?"

"YAA BISA LAH SEONG YOHAN. Gini-gini gue ahli dalam memahami wanita."

"Terus kenapa minta bantuan gue buat deketin Mijin?"

"Ya kan lo paling deket sama Mijin daripada gue. Jadi gue kurang terlalu tau tentang dia."

"Oh.."

"Intinya jangan lupa kalo lo mau deketin cewek, lo harus bilang ke gue nanti gue ajarin tata cara yang benar."

"Iya Zin bawel."

"ANJIR."

"Hahaha.."

Yohan menatap jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 17:45. Hari sudah terlalu sore, langit pun sudah memunculkan warna orange yang cantik namun tidak untuk Yohan. Ia masih ingin berbicara dengan Zin. Ini hari terakhir Yohan dapat berinteraksi sangat dekat dengan sang pujaan hati.

Tangan Zin menarik perhatian Yohan. Ia rasanya ingin menggenggam tangan itu dan mengungkapkan perasaannya kepada Zin. Yohan mulai mempersempit jarak dan menggenggam tangan Zin.

Merasa tangannya digenggam Zin sontak menatap Yohan dengan tatapan bingung.

"Lo kenapa pegang tangan gue?"

"Ga, cuma dingin."

"Hah? Emangnya langitnya mendung ya?"

Zin menatap langit namun terdiam sesaat karena warna langit yang berwarna orange pekat.

"Wah, ini sih bukan mendung tapi udah sore banget."

Yohan seketika terdiam. Ia sangat menyesali kelakuan dan ucapannya hingga membuat Zin sadar bahwa hari sudah sangat sore. Bolehkah Yohan egois? Yohan rasanya ingin menghentikan waktu agar bisa terus bersama dengan Zin lebih lama.

"Kalo gitu gue pulang duluan ya, soalnya malem ini kan mau ngedate plus nembak Mijin hahaha." ujar Zin kemudian berdiri dan hendak berjalan meninggalkan Yohan.

Yohan tidak ingin Zin pergi, ia harus menahan Zin dan mengatakan perasaan yang sesungguhnya.

"Zin." panggil Yohan.

Zin berbalik.

"Kenapa Han?"

Lidah Yohan terasa kelu.

"Semangat."

Hanya itu yang bisa Yohan ucapkan.

"Aelah gue pikir kenapa? Itu mah pasti bro. Thanks, doain berhasil yo." ujar Zin kemudian tersenyum kemudian melanjutkan jalannya yang tertunda.

Yohan menatap Zin yang perlahan semakin hilang dari penglihatannya. Lalu tersenyum tipis.


































"Pergi dan berbahagialah Zin. Aku juga akan melepaskanmu dengan bahagia walaupun harus pulang dengan perasaan sedih."

123Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang