Amel dan manisnya perisa vanila

231 47 25
                                    

Tak pernah sekalipun Wildan merasa bosan saat melihat bunga mawar yang ibu tanam itu sekarang bermekaran. Netranya hanya menatap dengan keheningan, tapi dalam hati juga isi kepalanya riuh dengan ingatan masa lalu ataupun keadaan sekarang ini dirinya jalani

Setelah sekolah, hari ini jadwalnya kosong, tak ada pelatihan futsal atapun tugas lain. Disaat seperti ini Wildan memanfaatkan waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya, tak memilih istirahat didalam kamar, Wildan justru terpejam di luar rumah seperti saat ini. Netranya melirik arah seberang ke rumahnya sendiri, baju jersey lusuh yang menjadi biang keributan tadi pagi, kini sudah nangkring di jemuran, bahkan mungkin sudah kering karena dicuci Ajeng tadi pagi. Walaupun pada awalnya Ajeng mengomel, toh pada akhirnya kakaknya itu sendiri juga yang perhatian ke adiknya

Wildan jadi kangen juga sama mas Mahesa, biasanya sore begini Mahesa pulang kerja sering membawa makanan untuk nya. Ralat deh, bukan kangen Mas Hesa, tapi kangen dibeliin makanan lebih tepatnya.

Menurut Wildan, mas Hesa tuh sebenarnya tipe mas yang tidak banyak omong, ibarat kata, kalau setuju ya bilang setuju,kalau enggak ya bilang enggak. Tegas, tapi gak galak. Dia nunjukin rasa perhatian nya langsung lewat tindakan. Beda lagi kalau Wildan deskripsiin kakaknya sendiri, kak Ajeng tuh kalau bisa ngomel dulu, tapi perhatiannya juga gak main-main

ingat sekali saat dulu dirinya sering menjadi biang kerok. Orang pertama yang Wildan jadikan aduan adalah Mahesa, Wildan terlalu takut mengadu ke Ajeng

Anak laki-laki bungsu yang mendapat seluruh perhatian Ibu, Wildan ingat dulu dirinya bandelnya minta ampun, mana kalau disuruh ataupun dinasehati ndableg poll. Sekarang aja pas SMA Wildan mendadak jadi remaja berbudi pekerti, agak lebay memang, ya begitulah Wildan mendiskripsikan dirinya sendiri.

Tak perlu punya otot kawat tulang besi seperti Gatotkaca, bukan karena pandai berkelahi dan menjadi pribadi sok jagoan, tapi kata mas Hesa, menjadi bijak dan berbesar hati lebih hebat. Itulah yang sekiranya Wildan pegang sampai sekarang, sama layaknya anak pada usianya, Wildan masih butuh banyak belajar dan bimbingan dari orang disekelilingnya

Lagu Laksana Surgaku dari Yovie and Nuno masih mengalun merdu dikedua telinga Wildan yang mengenakan headset. Sembari dirinya baring telentang menghadap langit yang perlahan mulai jingga. Hingga akhirnya suara teriakan Ibu terdengar

"Adekkk... Tolong beliin Ibu gula nak!!"

Detik itu juga dirinya bangkit dan berjalan gontai menghampiri Ibu yang masih berdiri diteras "iyaaa" Jawabnya

Motornya sendiri baru saja ditaruh di bengkel setelah dua hari ini mungkin akinya yang lagi ngambek. Wildan sekarang mengenakan motor milik Mahesa yang pastinya nganggur dirumah

"Buk, aku mana tau bedanya tepung terigu sama tepung beras. Terus ini pewarna makanan juga Wildan mana tauuu... Butter, perisa vanila, panda, hah panda?"

"PANDANNN PINTERRR" sahut Ajeng

"Nanti pasti dibantuin sama penjaga tokonya dek, tolong Ibu ya? Ibu sendiri masih manggang kue buat pesenan nanti malem, kak Ajeng juga nenangin Fafa yang rewel tuh" Kata Ibu, ya akhirnya Wildan menurut

________

Sengaja dirinya menuju toko dekat perempatan, kata Ibu disana lebih lengkap untuk mencari bahan kue. Dirumah Ibu memang kerap mendapatkan pesanan kue bolu seperti sekarang ini, entah buat acara pengajian atau apapun itu. Tapi jujur, Wildan baru kali ini sendirian pergi belanja keperluan bahan kue tanpa bantuan kakaknya. Atau biasanya dirinya hanya mengantar Ibu

Wildan malah mendadak berhenti saat melihat Amel yang berdiri dekat jalanan. Niat hati mau menyusul masnya dikafe

"Mau kemana?"

MA'RUF | Yang JungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang