05. Kertas kosong

35 8 0
                                    

Barangkali Seokjin tidak seharusnya sibuk merapikan kamar pada pukul tiga dini hari, yang notabene-nya kebanyakan masih bergelung dengan mimpi. Kendati sebetulnya adalah kedua matanya tidak terpejam barang sedetik pun hingga subuh. Tubuhnya dibawa ke sana-kemari membawa barang yang sekiranya memang tidak tertata. Seokjin tidak sadar jika dia merubah kamar tamu menjadi gudang. Ada begitu banyak barang dalam kardus yang berisi berkas ataupun buku tidak terpakai. Bahkan Seokjin dibuat terheran-heran sarung tinju miliknya yang hilang dua bulan lalu bisa tergeletak di lantai kamar.

Meskipun tubuhnya sempat banjir keringat. Seokjin merasa lebih baik begini. Bukan tanpa alasan. Hanya saja Seokjin tidak bisa terlelap begitu saja---ketika mengetahui Ae-ri terjaga dengan kondisi yang tidak baik-baik saja di tengah hujan yang sangat dibencinya, sebab sangat menyakiti.

Seokjin hanya berpura-pura tidak tahu. Padahal pria itu mendengar dan melihat bagaimana tangisan Ae-ri yang sampai ke bilik kamar juga bagaimana gadis tersebut keluar kamar---berusaha untuk pergi diam-diam. Seokjin sudah mengira bahwasanya Ae-ri pasti akan pergi menemui Jungkook. Tetapi dilihatnya saat Ae-ri hendak mencapai pintu, gadis tersebut memutar arah dan kembali ke kamar. Pun cukup lama sampai dia mendapati kalau kamar Ae-ri menjadi begitu tenang dengan remang-remang cahaya lampu yang masih menyala---yang terlihat dibawah celah pintu.

Seokjin hanya mengawasinya dari kejauhan. Dia tidak berusaha bertanya dan mendekat. Gadis tersebut masih dalam fase menyadari apa yang terjadi. Seokjin terlampau paham jika Ae-ri mengalami guncangan hebat yang pastinya memutar balik seluruh kehidupannya. Jadi, Seokjin memberikan gadis itu waktu. Walau menyesakkan tetapi Ae-ri harus berhasil melewatinya.

Usai membersihkan badan dari penatnya mode bersih-bersih, kini tubuh Seokjin telah kembali segar. Handuk di perpotongan paha melilitnya, juga tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan hairdryer. Tatkala itu dia melirik pada jam dinding yang telah menunjukkan pukul lima. Wah! bahkan Seokjin tidak pernah mandi sepagi ini. Pantas tubuhnya menggigil bukan main saat air menyentuhnya sampai-sampai kulitnya mengeluarkan kepulan asap.

Lekas Seokjin memakai kaos oblongnya juga celana. Tungkainya berjalan keluar, menuju kamar sebelahnya. Pintunya masih tertutup. Lantas Seokjin membukanya hati-hati dan menemukan Ae-ri yang sedang tertidur di atas karpet beludru dekat ranjang.

Melihatnya Seokjin menghela napas. Akhirnya memutuskan mendekat kemudian meletakan lengan diantara perpotongan paha dan punggung si gadis; lalu diangkatnya kemudian menidurkannya di kasur. Terakhir ia menarik selimut hingga sebatas dada.

Seokjin menarik sudut bibirnya manakala memperhatikan wajah lelah Ae-ri yang nampak tenang. Meskipun sebelumnya ia sempat meringis melihat kacaunya Ae-ri; bibir yang sedikit pucat, hidung memerah, mata sembab juga jejak lintasan air mata yang mengering. Seokjin tidak tega. Namun, ia sedikit lega akhirnya Ae-ri dapat rehat sejenak karena tubuh mungil ini terlalu memaksakan diri.

"Istirahatlah dengan baik." katanya seraya mematikan lampu lalu akhirnya beranjak keluar.

****

Raga yang terasa remuk menjadi penyambut pertama saat Ae-ri membuka matanya. Punggungnya kaku sekali juga kepalanya yang sedikit dilanda pening. Dia mengambil posisi duduk, lalu bertanya-tanya bagaimana bisa ia tertidur di sini? Seingatnya Ae-ri masih duduk di karpet dan tidak tau kapan hingga akhirnya tubuhnya tidak tahan dengan rasa kantuk yang menyerang lantas terlelap begitu saja.

Tidak ingin memusingkan hal itu lebih lama lagi. Ae-ri cepat-cepat menuruni ranjang dan memasuki kamar mandi. Tak lama kemudian tampak Ae-ri yang telah siap, mengenakan kemeja biru tua senada dengan jeans.

Diraihnya tas kecil yang terletak di sofa. Ae-ri sedikitnya berpikir apakah ia bisa pergi ke Rumah Sakit? Malam tadi pun ia urungkan niatnya itu. Ae-ri sebetulnya bimbang sebab tidak mempunyai keberanian menampakan wajahnya kepada Jungkook setelah apa yang terjadi. Rasanya cukup sulit sekali tetapi dia juga ingin pergi.

Helaan napas berat keluar. Ae-ri mengangguk. "Aku akan pergi." gumamnya, lantas mengambil langkah cepat, turun ke lantai satu, namun langkahnya terhenti manakala dirinya bersirobok dengan Seokjin.

"Oh, sudah bangun." katanya. Seokjin mengamati dandanan Ae-ri yang terlihat rapi. "Kamu... mau pergi?"

"Aku akan ke Rumah Sakit."

Seokjin mengangguk kecil, "Kalau begitu ayo sarapan dulu." ajaknya yang sayangnya ditolak halus oleh Ae-ri.

"Terimakasih. Tapi aku nanti saja."

"Loh. Mau nanti kapan? Kamu belum menyuap apapun sejak semalam." balas Seokjin mengingatkan. "Sarapan dulu, ya?"

"Tapi---"

"Aku sudah buatkan loh, Ri. Sengaja mau mengajakmu. Sarapan tidak lama, kok." pun akhirnya Ae-ri menurut setengah hati, mengekori Seokjin dan mendaratkan pantatnya di kursi.

Seokjin mengambil sendok cekung guna meraup nasi goreng buatannya yang disimpan di mangkuk sedang. Mengambilnya lalu dialihkan ke piring putih dan disimpan dihadapan Ae-ri. Setelah mengambil bagiannya, Seokjin ikut duduk di kursi menghadap langsung dengan Ae-ri.

"Dimakan ya."

"Terimakasih, Kak." Ae-ri menyendok satu suap. Padahal jujur saja nafsu makannya belum juga kembali. Meski begitu Ae-ri ingin menghargai Seokjin, pria itu telah memasak makanan dan tidak enak jika malah menolak.

Dentingan sendok yang beradu menghiasi udara yang senyap. Tidak ada percakapan yang tercipta, keduanya diselimuti rasa canggung. Ae-ri juga hanya bisa curi-curi pandang pada Seokjin yang anteng dengan suapan penuh di mulutnya. Dia sedikit kebingungan dengan topik yang ingin dilontarkan supaya bisa mengusir hening.

Ae-ri memang tidak begitu dekat dengan Seokjin. Padahal dulunya mereka pernah dekat. Tetapi itu dulu, saat mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Dikarenakan kedua orang-tua mereka dekat, jadinya Ae-ri sering berkunjung ke kediaman keluarga Kim sehingga akhirnya ia bisa kenal dengan Seokjin dan Jungkook.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, juga mereka yang tumbuh sendiri-sendiri mengakibatkan kebersamaan mereka mulai renggang. Ae-ri pun begitu, hingga akhirnya ia kembali dipertemukan dengan Jungkook---dan ternyata perasaan mereka tumbuh menjadi jauh lebih dalam.

"Ri?"

Panggilan Seokjin membangunkan Ae-ri dari lamunannya. Ia menoleh, "Ya?"

"Ada yang ingin aku bicarakan."

"Membicarakan apa?" Ae-ri bertanya penasaran.

Seokjin meneguk segelas air hingga tandas. Pria tersebut mengambil sebuah kertas yang berada di laci dekat pantry. Lantas menyimpannya di atas meja.

"Ini... apa?" tanya Ae-ri bingung sebab kertas tersebut kosong.

Seokjin mengulas tipis senyumnya, ia mengeluarkan pulpen lalu berkata dengan kelewat tenang, "Demi kenyamanan aku dan kamu. Mungkin ada yang harus kita sebutkan dan patuhi."

Ae-ri mendengarkan serius, lantas Seokjin kembali melanjutkan, "Mari kita buat sebuah perjanjian tertulis, Ri." Seokjin mengetuk kertas dengan pulpennya. "Di sini, di kertas ini." <>

Endings, Beginnings.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang