17. Berhenti berbohong

37 8 0
                                    

Malam ini tidak ada satu hal pun yang dapat membujuk kedua mata Ae-ri untuk terpejam. Sedikit-sedikit ketika dirinya menutup kelopaknya, badannya malah berpaling kanan dan kiri, sekiranya mencari posisinya nyaman tetapi hingga tengah malam dirinya belum juga terlelap.

Setelah itu Ae-ri menyerah, bangkit dan memilih untuk ke dapur guna memuaskan tenggorokannya yang mulai kering.

Nyaris berada di anak tangga terakhir, langkahnya terhenti saat menangkap sosok jangkung di bawah remang cahaya berada dihadapan kulkas. Awalnya Ae-ri akan memberi ancang-ancang untuk berteriak bilamana itu adalah seorang pencuri tetapi lantas ia mengumpati pikirannya yang benar-benar konyol---tenyata itu bukanlah siapa-siapa sebab dengan mendengar suaranya saja ia bisa tahu.

"Ae-ri?" cicitnya memastikan. "Sejak kapan kamu di situ?"

"Maaf." Ae-ri mengusap tengkuknya canggung. "Apa aku mengagetkan Kakak?"

Seokjin berdecak dan tidak langsung menjawab. Mengarahkan kaki menuju sebuah saklar lampu dan menyalakan penerangan. "Sedikit," katanya. "Aku pikir ada hantu. Lagipula sedang apa sih berdiri di situ bukannya tidur. Katakan apa ada yang kamu butuhkan?"

"Aku haus."

Seokjin mengangguk lalu membuka kembali kulkas, membawa sebotol air putih, sejenak memutar tutupnya hingga terbuka sebelum diserahkan padanya. "Minumlah. Setelah itu kamu tidur. Sudah malam."

"Terimakasih." Ae-ri lantas meneguknya hingga dahaganya sirna. Tangannya mengelap salah satu sudut bibir ketika melihat Seokjin menggeser kursi pantry di sebelahnya serta mendudukinya sambil meneguk kaleng soda.

"Tumben kamu haus malam-malam. Biasanya tidak pernah aku lihat. Kenapa? Tidak bisa tidur?"

Ae-ri hanya diam sebentar. "Iya."

"Kenapa?"

   Karena Kak Seokjin---balasnya dalam hati. Ae-ri sadar penyebab utama dirinya tidak tenang adalah karena pemuda ini. Tidak setelah apa-apa yang diketahuinya.

Hatinya masih sangat ricuh tentang segala perasaan yang timbul. Bahkan jika boleh jujur Ae-ri tidak bisa memandang Seokjin dengan baik-baik saja untuk sekarang sebab mungkin Ahn Taehyung benar; segalanya tentang Kim Seokjin bukan perkara sederhana untuk dicerna olehnya. Seharian ini bahkan tidaklah cukup untuk pikirannya berkelana.

"Tidak tahu. Kak Seokjin sendiri kenapa belum tidur?"

"Ada beberapa pekerjaan yang harus selesai malam ini." Seokjin mengetuk-ngetuk meja pantry dengan telunjuknya. "Karena Minggu depan aku harus pergi ke Jeju karena ada investor untuk salah satu proyek yang akan kami rampungkan."

"Ohh... proyek yang mana?" tanya Ae-ri santai. Seokjin nampak tersenyum simpul kemudian membuka konservasi yang nampak menarik bagi satu pihak. Tetapi Ae-ri hanya lantas memutuskan pandang ketika lawannya setia menjelaskan. Separuh dirinya belum ingin untuk memandangi wajah itu lebih lama lagi---sebab hatinya bahkan gamang dengan segala apa yang terjadi.

Entah apa saja tetapi yang pasti ia hanya rasakan kegelisahan dan kekhawatiran yang mengobrak-abrik.

Ae-ri hanya diam sambil memegangi botol minumnya. Bahkan sebetulnya ia tidak dalam posisi untuk mendengarkan banyak hal sebab pikirannya sudah benar-benar penuh. Parahnya saat mata keduanya tidak sengaja beradu---hatinya meringis. Mengapa mata yang hidup itu ternyata adalah sebuah kebohongan? Ketika itu pula percakapannya dengan Taehyung siang tadi yang usahakan ia sisihkan kembali diingatnya.

"Malam itu Seokjin sedang mengemudi bersama dengan Kim Kyung Lee---Kakeknya. Mereka berdua dalam perjalanan pulang menuju sebuah villa setelah seharian pergi memancing. Tetapi sepertinya itu bukanlah acara memancing saja."

Taehyung kesulitan untuk mengangkat wajah ketika itu. Dia menunduk dalam dan simpan ketidaknyamanannya dengan memainkan kesepuluh jemarinya.

"Karena diluar kendalinya, terjadi sebuah kejadian tak terelakkan." sambungnya.

Ae-ri ingat suara Taehyung begitu lirih sekali menyatu dengan udara. Ada sebuah perasaan tumpang tindih yang ikut tersuarakakan. Ae-ri tidak dapat mengenali semuanya. Tetapi ia bisa merasakan kemarahan, kesedihan, rasa iba menyatu teraduk-aduk.

"Karena penerangan yang tidak terlalu jelas juga derasnya hujan yang melanda, pun kondisi Seokjin yang sedikit mabuk---dia tidak dapat fokus melihat apa-apa yang ada disekitar. Dalam malam dan jalanan yang sunyi, mobil miliknya menghantam seseorang yang tengah menyebrang hingga terpental agak jauh."

Taehyung menyipitkan matanya, seakan ngeri dengan kegetiran yang merayap. "Seokjin bilang dia langsung tersadar. Namun, yang membuat dirinya terkejut ialah saat menyadari siapakah yang ada di sana."

"Park Hanna?" Ae-ri menahan napas ketika memastikan dengan cemas.

"Benar." Pula Ae-ri kehilangan kata dalam mulutnya. "Malam itu ... sepertinya Park Hanna baru saja kembali dari sebuah panti asuhan tempat dimana dirinya pernah tinggal."

Taehyung membuang napas berat. Ae-ri bahkan tidak mempunyai keberanian untuk mendengarkan hal lainnya.

"Seokjin mengatakan bahwa saat dirinya berusaha untuk keluar. Sang Kakek mati-matian menghentikannya. Keadaan sangat kacau. Seluruhnya kemudian diambil alih oleh tuan Kyung Lee. Meninggalkan Hanna yang sedang meregang nyawa sendirian. Dan kamu tahu Ae-ri?"

Ae-ri bungkam dalam kengerian yang tak ada habisnya. Taehyung lalu tersenyum pahit dan bicara menggebu, "Kejadian tersebut disapu bersih malam itu juga. Tuan Kim membereskan segalanya. Menutupi kasus itu dengan memboyong seorang pemuda yang entah dengan apa dia menyogoknya. Menggantikan kesalahan cucunya untuk dimasukan dalam jeruji besi."

"Ae-ri?"

Mata Ae-ri lantas bergulir saat merasakan tepukan pada lengannya---menyeret dirinya kembali.

"Y--ya, Kak?"

Seokjin mengerutkan alis bingung. "Kamu baik-baik saja?"

Mulut Ae-ri terbuka saat belum sempat bicara sebab kalimat ditambahkan lagi.

"Kamu kenapa melamun terus? Sejak pulang juga tidak banyak bicara."

Ae-ri tahu napasnya tertahan. Ia menunduk dalam seraya ambil napas pelan.

"Ada apa?" tanyanya mendesak khawatir. "Kamu kenapa?"

"Sebenarnya... ada yang ingin aku bicarakan," ujar Ae-ri cepat tanpa mengangkat wajah. Ia sangat tidak bisa lebih lama menyimpan beban pikirnya lebih lama lagi. Ae-ri tak mau membohongi diri sendiri bahwa ia ingin mendengar Seokjin untuk terbuka tentang rahasianya.

"Baiklah. Aku akan dengarkan."

Seokjin duduk menghadap lebih dekat. Menyimpan seluruh atensi padanya. Ae-ri tidak lantas membuka suara. Ia berusaha menekan segala perasaannya yang menumpuk di tenggorokan berusaha meronta saat mulutnya terbuka.

"Aku ...." Kelopaknya tertutup erat lalu dengan napas tak teratur ia mempertemukan tatap dengan mata pekat milik Seokjin. "Telah mengetahuinya."

Seokjin berkedip pelan. Mulutnya terbuka meragu, "Mengetahui tentang apa?"

Senyap.

Ae-ri belum terlihat akan menjawab. Gadis itu membuka kecil mulut dan dikatupkan lagi bahkan seperti menelan ludah cemas. Pandangannya bergantian jatuh di antara bola mata Seokjin. Lalu pada akhirnya mengeluarkan suara dengan tercekat.

"Segalanya tentang masa lalu Kak Seokjin---" ia berucap getir. "tentang obat, kecelakaan, tuan Kim Kyung Lee, segalanya." <>


__
Hai.
Sebenarnya chapter ini akan sangat panjang.  Tapi supaya kalian tidak jenuh bacanya jadi aku bagi dua bagian. Nah untuk chapter selanjutnya, akan aku update secepat yang aku bisa.
*silakan tinggalkan jejak. ♡

Endings, Beginnings.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang