4|| Sayang, aku laper.

554 22 2
                                    

"apa?" Tanya Xavier, sinis. Ya, bagaimana tidak? Saat sampai didepan meja makan untuk sarapan, sang ayah menatap dirinya dengan tatapan menyelidik.

"Kata Xabier, kamu ada pasangan? Lagi." Xavier mengangguk, mengiyakan pertanyaan tersebut. Xackery mengerjap, bisa-bisanya anaknya ini.

"Kamu homo?" Tanya Xackery, frontal. Xavier menggeleng, sembari memakan roti bakar yang sudah dioles selai.

"Aku gak homo. Aku cuma suka Finley." Ucap Xavier, acuh. Sang ayah hanya dapat menghela nafas pelan, ya sudah terserah anaknya saja.

"Jika dad tau siapa mommy Finley, dad bakalan kaget." Celetuk Xavier, mengalihkan topik. Xackery bingung, kenapa begitu? Apa keluarga Finley itu musuhnya?

"Bukan musuh Daddy kok. Malah justru katanya sahabat Daddy." Xackery semakin berfikir. Siapa? Siapa sahabatnya? Perasaan dia tidak punya..

"Xavier berangkat." Ucap Xavier, setelah usai sarapan.

"Xabier juga." Sahut Xabier, sembari menyambar tas ranselnya.

"Xadrian berangkat." Kata Xadrian, sembari masih memakan rotinya.

...

"Kak?" Xavier menoleh kearah Finley yang baru saja memasuki ruangannya. Xavier hendak berdiri, namun karena instruksi tangan dari Finley, Xavier tak jadi beranjak dari tempat duduk.

Finley duduk dihadapan Xavier, dengan meja sebagai penghalang mereka. Xavier mengangkat satu alisnya dengan pandangan bertanya, kenapa dengan kekasihnya?

"Kakak dicari Mommy. Kata Mommy, keluarga kakak diundang ke acara makan malam perayaan pembukaan cabang perusahaan baru." Xavier mengangguk mengiyakan. Hanya itu? Kenapa dengan kekasihnya?

"Xabier tadi banyak tanya banget ke aku, kakak cerita apa ke keluarga kakak?" Tanya Finley, dengan nada tak terima. Xavier tersenyum, jadi karena adiknya Finley terlihat memasang wajah tertekuk.

"Gak cerita apa-apa kok. Cuma emang anak itu kepo aja. Sini, duduk sama kakak." Jawab Xavier, lembut. Finley beranjak dari duduknya, duduk dipangkuan Xavier seperti yang disuruh sang kekasih.

"Kangennn..." Finley dengan manjanya, menduselkan wajahnya didada bidang sang kekasih. Xavier mengelus belakang kepala Finley dengan lembut, sembari tangan satunya menepuk-nepuk punggung kekasih.

"Kakkk" Xavier berdehem kecil. Finley menggoyangkan kakinya yang bergelantungan, sambil merengek kecil.

"Kamu kenapa?" Tanya Xavier, merasa janggal. Finley itu bawel, banyak protes, dan point pentingnya, gak bisa diajak romantis.

"Capek." Jawab Finley, lirih. Xavier mengangguk kecil, mencoba mengerti sang kekasih.

"Capek kenapa?" Tanya Xavier, dengan nada selembut mungkin. Xavier memang sedang fokus pada Finley, namun tatapan matany membaca proposal yang ada diatas meja.

"Ya capek. Tiap hari ada tugas, hampir tiap Minggu juga pasti ada rapat OSIS. Kalaupun gak ada rapat OSIS, pasti ada aja nanti kegiatan OSIS lainnya. Pulang kerumah, ngerjain tugas lagi. Belum lagi, kadang Mommy sama Bunda bertengkar. Ya, walau bertengkar gak terlalu parah, tapi tetep aja kan! Kadang tuh mau ngeluh, ngejar nilai secapek ini ya? Tapi gak tau kesiapa. Aku udah sering ngeluh ke Xabier, Xabier selalu support dan nemenin. Tapi, kurang." Jelas Finley, panjang lebar. Untuk anak yang otaknya tak seberapa pintar seperti Finley, nilai yang tertinggal walau hanya 2 poin, itu adalah sesuatu yang harus diraih.

Xavier mengangguk kecil, menanggapi curhatan sang kasih. Finley terus bercerita, masih berada dalam pelukan hangat Xavier.

"Kakak, laper..." Xavier menghentikan bacaannya pada dokumen yang ada didepan. Xavier menunduk, menatap Finley yang menatapnya dengan wajah polos.

•XAVIER• [MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang