8 : Tukar Tambah Suami

62 4 0
                                    

“Aku mau—”

“Aku sedang datang bulan.”

“Yang datang bulan bukan bibir kamu, kan?”

Kali ini Lita tak lagi menjawab, tapi tak lama setelah itu, Arkana menarik tubuhnya melalui kedua ketiaknya. Suaminya itu membuatnya tak lagi memakai gaun pengantin yang sempat membuat penampilannya sangat memukau. Arkana mendekap hangat tubuh Lita yang hanya memakai bikini hitam. Menyandarkan dagunya pada sebelah pundak Lita, senyum lepas terbit di wajah tampan Arkana. Pemuda itu tersenyum penuh kemenangan, menguasai tubuh ramping Lita yang tenggelam dalam dekapannya.

“Akhirnya, ke depannya hidupku akan sangat berwarna bahkan berisik. Terima kasih banyak, Tuhan.” Arkana tersenyum ceria, dan detik berikutnya menjadi terbahak karena ia mendapatkan cubitan kesal dari Lita. Istrinya itu mencubitnya sekuat tenaga hingga menimbulkan rasa panas yang luar biasa di bekasnya.

“Sudah sana ih, lepas. Aku mau mandi,” ujar Lita.

“Mandi bareng, yuk?” sergah Arkana sengaja memotong ucapan Lita. Ia buru-buru membingkai wajah Lita, menatapnya dengan jarak yang begitu dekat, dan ia sengaja menggodanya melalui tatapan nakal.

“Astaga ... kamu ya.” Jujur, ulah Arkana yang kembali jail membuat Lita kehilangan rasa tegang apalagi takutnya. Bergegas ia melepaskan diri tanpa peduli pada kenyataannya yang hanya memakai bikini. Bahkan meski di detik berikutnya, Arkana dengan jail menabok pantatnya dan bertahan menahan di sana.

Arkana membiarkan tangan kanannya menampung pantat Lita yang terbilang berisi dan memiliki bentuk ideal.
Setelah terpejam pasrah, Lita juga menghela napas dalam. Mengatur baik-baik napasnya sekaligus membentangkan kesabaran.

“Kana, ... aku yakin, aku sedang mens—”

Lita yang sampai menoleh, menatap tak habis pikir Arkana maupun tangan kanan suaminya itu, berangsur terpejam pasrah. Benar saja, telapak tangan kanan Arkana sampai dihiasi darah kehitaman dan itu darah mensnya. Namun, pemuda itu tampak nyaman-nyaman saja tanpa menunjukkan rasa jijik apalagi kesal yang mana ekspresi tersebut ia yakini harusnya ada. Bukankah selain jail, Arkana merupakan tipikal super bersih dan juga pemarah?

Meski kesal, Lita meraih tangan kanan Arkana kemudian mencucinya di wastafel sebelah mereka.

“Kamu tahu, saat enggak datang bulan saja, aku bisa lebih garang melebihi singa, apalagi kalau posisinya sedang seperti sekarang—” Lita tak kuasa melanjutkan ucapannya lantaran Arkana sudah langsung sibuk menciuminya.

Arkana seperti kerasukan arwah kasmaran. Pemuda itu begitu hanyut mengabsen wajah, leher, dan berakhir di bibir Lita sekalipun Lita sudah sibuk menghindar, melalui ciuman. Fatalnya, ulah Arkana membuat sensasi liar lahir dan seketika menguasai diri Lita seiring aliran darah wanita itu yang juga menjadi memanas. Terlebih ketika akhirnya Arkana membopongnya dan membawanya masuk ke ruang kamar mandi bagian dalam dan di sana dihiasi bak rendam berukuran besar. Mau tidak mau, Lita mengalungkan kedua tangannya pada tengkuk Arkana. Ia membiarkan pemuda itu menenggelamkan wajah di lehernya di tengah kesibukan Arkana dalam mengabsen setiap inci milik Lita.

“Kana, enggak usah gendong-gendong. Takutnya kamu khilaf dan malah banting aku. Iya kalau bantingnya cukup di lantai atau bak rendam, kalau kamu sampai buang aku ke luar kamar terus jatuh ke dasar luar sana?” omel Lita sambil membingkai wajah Arkana yang perlahan ia dorong agar pemuda itu berhenti melumat bibirnya maupun mengabsen bagian lainnya.

Detik itu juga Arkana terdiam kesal, sementara di detik berikutnya, ia nekat melepas dekapannya terhadap tubuh Lita. Kedua mata Lita membelalak dan berakhir dengan terpejam pasrah disusul dengan tubuhnya yang terbanting akibat ulah Arkana. Walau tak sampai membuat tubuhnya langsung remuk, jujur saja ulah Arkana barusan makin membuat Lita kesakitan. Lita bahkan sampai tidak bisa berkata-kata termasuk itu merintih kesakitan, saking sakitnya.

Musuh, Tapi Menikah (Suami Mesumku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang