-Devo's Pov-Aku masih belum bergeming sampai terdengar suara ketukan pintu. "Lu belum selesai juga 'pup'-nya? Cepetan keluar kalau udah, gw mau mandi." Suara datar yang begitu menohok dadaku, langsung menyadarkanku dari shock yang menyerangku.
"Oh_My_Gosh!!" Aku menggeram gemas menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Dimana aku harus segera menyembunyikan wajahku? Ini memalukan!
Aku menjentus-jentuskan belakang kepalaku ke dinding kamar mandi. Merutuki kebodohanku. Ah, sakit!
Bagaimana caranya aku keluar dari kamar mandi ini tanpa harus melalui pintu?
Aku segera membersihkan hajatku. Aku mengitari sekitar, meneliti kamar mandi ini untuk mencari jalan keluar. Aku melihat pentilasi jendela di sisi dinding yang lebih tinggi di atasku. Apa aku keluar dari sana saja ya seperti adegan-adegan di dalam film?
Oke, ini lantai dua. Kalaupun aku bisa memanjat dan keluar dari pentilasi itu, apakah aku akan baik-baik saja kalau terjun dan jatuh ke bawah?
Kalau kakiku patah gimana?
Kalau leherku patah gimana?
Kalau aku tak tampan lagi gimana?Arrggghh! Kenapa aku sial sekali hari ini?!
"Gak usah kayak perawan gitu deh. Cepetan keluar! Gw pastiin lu gak akan lihat gw, jadi lu bisa menyelamatkan wajah lu itu keluar dari sini."
Siaaal! Dia lagi!
Mau tak mau dan harus mau. Dengan mengedap-ngedap aku keluar dari kamar mandi. Aman.
'Mungkin dia salah satu anak dari keluarga ini.' Pikirku. Sepertinya dia menepati kata-katanya, karena aku tak melihat batang hidungnya saat ini. Bagus.
Aku bergegas turun menuju dapur menemui Tante Dila untuk berpamitan. Begini juga aku tuh tahu sopan santun! Gimana kalau Tante Dila nanti bilang ke Mama, aku menghilang begitu saja? Yang ada uang bulananku akan langsung dipotong sama Mama! Yah, sopan santun adalah alasan kedua setelah harus mengamankan uang bulananku dari Mama yang—sering—tega memotong uang bulanan kami kalau kami tak menuruti 'titah'—nya.
"Tante, Devo pulang dulu yah." Pamitku pada Tante Dila yang masih sibuk memotong-motong kue yang kami buat tadi. Pandanganku sedikit mengitari rumah ini untuk mencari-cari sosok seseorang yang sudah menjatuhkan harga diriku tadi.
Jika ada seseorang yang melirik bagian selangkanganmu dan tersenyum 'mengejek', bukankah itu artinya dia sudah meremehkanmu kan? Dan juga tadi dia terang-terangan mengejekku 'kayak anak perawan'. Menyebalkan sekali dia!
Tante Dila menghentikan kegiatan memotong kuenya. Dia menjulurkan tangannya, menyentuh pipiku dengan telapak tangannya. "Devo sakit?"
Aku menggeleng.
"Muka Devo kok pucat?" Tante Dila meneliti wajahku.
Aku mengerjap. "Eh.. Enggak kok Tante." Ucapku sedikit canggung. Yah, jelas saja wajahku pucat! Aku shock! Shock! Dan shock! Aku ingin segera menyembunyikan wajahku di suatu tempat. Hal pertama yang harus aku lakukan adalah pergi dari rumah ini!
"Sebentar. Tante bangunin Ben dulu yah. Kamu belum pernah ketemu Ben kan?"
"Ben?" Tanyaku menaikan sebelah alisku.
"Iya Ben. Anak pertama Tante. Kasihan dia belum ada temannya di sini. Dia seumuran kan sama kamu. Apalagi karena kesibukannya, Ben pasti susah cari teman di Jakarta." Jelas Tante Dila.
Aku sedikit berpikir. Jangan-jangan dia.....?
"Kamu gak tahu Ben?" Tante Dila bertanya sedikit heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fall In Love
Любовные романыDevo seorang remaja 17 tahun yang masih mempertanyakan tentang bagaimana cinta. Hidupnya baik-baik saja sampai ada tetangga baru yang menyebalkan dan merebut perhatian saudara kembarnya darinya. Namanya Ben, seorang penyanyi pendatang baru, Pemenang...