-Ben's Pov-
Hari ini sebenarnya aku ingin tidur cepat, karena besok aku harus bangun pagi sekali. Aku tak ingin terlambat di hari pertamaku masuk sekolah baruku. Tapi, coba lihat apa yang sedang dilakukan tetangga di depan rumahku itu. Dia menyetel musik dengan audio yang terdengar sampai sini. Bayangkan seperti apa suaranya terdengar di sana, kalau di sini saja suaranya sampai memekikan telingaku. Lagu dangdut pula. Berisik sekali.
Aku sudah kehabisan akal. Aku sudah menyumpal kedua telingaku dengan kapas. Menyembunyikan kepalaku di bawah bantal, tapi suara musik yang aku yakin dari arah kamar Devo masih bisa terdengar olehku!
Kenapa orang tuanya membiarkan dia menyetel musik sekeras itu sih! Ini sudah jam 9 malam, sudah waktunya orang-orang beristirahat. Dia tingal di tengah pemukiman padat penduduk, bukan di hutan!
Kenapa dia tidak mengenakan ear phone saja! Dia bisa menyetel dengan audio sekencang mungkin yang dia mau tanpa harus mengganggu orang lain di sekitarnya.
Bukankah dia waktu 'pup' itu juga memakai ear phone? Lalu kenapa ear phone itu tidak dia manfaatkan sekarang!
"Oppaa!" Suara Bella terdengar dari balik pintu kamarku sambil mengetuk-ngetuk pintu.
Ada apa lagi dengan anak itu?
Tentang panggilannya untukku, aku tidak tahu sejak kapan dia mengubah panggilannya terhadapku dari 'Abang' menjadi 'Oppa'. Awalnya aku merasa risih dipanggil seperti itu, tapi kelamaan aku menjadi terbiasa juga dengan pangilan khas orang Korea itu. Bella tak pernah mau mengubah kembali panggilannya itu! Dia bilang panggilan 'Oppa' sedang nge-trend saat ini. Huh, ada-ada saja.
"Buka aja, gak dikunci!" Aku berteriak tanpa mengubah posisiku yang sedang duduk bersandar di sisi ranjangku.
Bella langsung masuk dengan senyuman lebar di wajahnya. Beberapa tahun lalu, dia adalah adikku yang lucu dan menggemaskan. Tapi, sekarang dia sudah berubah menjadi gadis yang licik. Aku sungguhan mengatakan ini, dia benar-benar licik.
Coba kalian bayangkan, saat aku pulang pertama kali setelah menyelesaikan kompetisi yang membuatku terkenal seperti sekarang. Bella menyambutku dengan tumpukan buku-buku yang awalnya aku tak paham untuk apa buku-buku itu.
Kalian tahu bagaimana liciknya dia? Bella memberikanku lebih dari 500 buku yang harus aku tanda tangani. Buku-buku itu seperti majalah yang dipenuhi photo-photoku. Photo pribadi saat aku berusia 1 bulan sampai photo terbaruku. Dia menjual semua itu di sekolah dan bahkan secara online dengan harga yang menurutku sangat mahal. Dan herannya, semua buku itu habis terjual!
Dia juga selalu mengabadikan aktivitas-ku lewat kamera yang selalu tergantung di lehernya. Dia juga men-stalker kehidupan pribadiku, lalu kemudian dia menjual semua photo dan info yang didapatkannya langsung dariku! Bella sepertinya berbakat sekali menjadi seorang wartawan. Hebat.
Apa dia benar adikku?
Yah, dialah adikku yang licik dengan tampang polosnya dan modal mata yang berkaca-kaca, membuat aku tidak pernah bisa menolak permintaannya.
Bella memiliki badan yang tinggi untuk ukuran anak cewek berusia 15 tahun. Kulitnya putih, berwajah imut dengan rambut sebahu bergelombang. Hidungnya kecil, matanya bulat dan bibir yang mungil. Dia mirip denganku. Hanya saja wajahku terkesan innocent.
Jadi kalau ada temanku yang bilang. "Lu beruntung banget punya adik kayak Bella, gw mau lah jadi Abangnya", atau "adik lu imut banget, gw pacarin boleh gak?". Maka dengan senang hati aku akan menjawab, "silahkan jadi Abangnya, silahkan jadi pacarnya. Silahkan diambil dan dibawa pulang, tapi dengan syarat, jangan dibalikin lagi kesini."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fall In Love
RomanceDevo seorang remaja 17 tahun yang masih mempertanyakan tentang bagaimana cinta. Hidupnya baik-baik saja sampai ada tetangga baru yang menyebalkan dan merebut perhatian saudara kembarnya darinya. Namanya Ben, seorang penyanyi pendatang baru, Pemenang...