Sesingkat Itu

42 0 0
                                    

Kuota reservasi tersedia 30 orang

Senangnya bukan main. Perpustakaan Jakarta memang salah satu perpustakaan yang sedang diminati banyak kalangan, dari anak kecil hingga dewasa, dari usia muda hingga usia senja, dari yang ingin baca sampai sekadar bikin konten. Aku menjadi salah satunya.

Lokasi yang strategis juga interior bangunannya menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Tidak heran kalau kuota reservasi pasti saja habis, kadang aku bahkan harus reservasi satu minggu sebelumnya. Meskipun ada kuota on the spot, tapi rasanya aku enggan repot dengan mendaftar di lokasi, belum lagi harus bersaing dengan orang yang baru pertama kali berkunjung ke sana.

Tempat ini akan begitu ramai ketika akhir pekan, namun aku akan selalu menemukan tempat bersembunyi. Perpustakaan ini seperti sudah sengaja dirancang agar orang-orang penyendiri bisa menemukan sudut miliknya.

---

"Kamu ada rencana gak besok?"

Pesan singkat datang setelah aku melakukan reservasi di perpustakaan. Aku bimbang, sudah percaya diri kalau dia bertanya karena ingin mengajakku bertemu. Padahal memang pertanyaannya saja yang sebenarnya sudah sangat kutunggu. Kami bukan pasangan kekasih, kami hanya sekadar teman. Ya anggap saja begitu karena aku juga tidak bisa mendefinisikannya lebih.

"Aku besok ke Perpustakaan Jakarta yang di Cikini itu."

"Hobi banget sih. Mau nganterin aku ngga besok?"

"Boleh, tapi selesai aku ngerjain tugas ya."

Astaga Nad, tugas lagi banyak-banyaknya tapi tetep aja diiyain. Selalu kasih ruang buat orang lain, orang yang sebenarnya gak tau nganggap kamu itu apa.

*loh ko ngomel sendiri*

Aku menyeret langkah kakiku yang enggan beranjak dari kasur, mematikan lampu. Setidaknya aku harus tidur supaya besok gak kesiangan. Aku terlentang, miring ke kiri, miring ke kanan, tidak ada posisi yang nyaman. Rasanya ada yang salah, aku berusaha memejamkan mata tapi rasa kantuk sama sekali belum menyerang.

Isi kepalaku mulai riuh, berlomba untuk dipikirkan lebih dulu. Sebagian besar berisi rasa takut, ragu, tidak percaya diri, tapi sebagian kecil ada rasa senang. Senang yang sulit dijelaskan. Ada banyak hal yang ingin aku lakukan tapi bingung harus mulai dari mana. Waktu malam memang waktu yang tepat untuk overthinking. Pada akhirnya aku tertidur bersama semua pertanyaan-pertanyaan yang belum menemukan jawabannya.

---

04.30 WIB

Kriiiiiing Kriiiiiiing

Alarmku berbunyi, alarm yang mampu membangunkan seluruh penghuni kost saking berisiknya. Seperti biasa, lima menit pertama aku hanya mematikan alarmnya lalu jatuh tertidur lagi. Lima menit kemudian aku duduk, mengerjapkan mata, dan melakukan sebuah ritual aneh, menepuk-nepuk pundak. Hari ini kutepuk dengan sedikit ocehan,
"Ayo Naad, yok bangun yok! Kerjain tugas biar abis itu bisa main dengan tenang, bisa ngobrol lebih banyak."

Ngobrol, jadi aktivitas yang paling menyenangkan ketika sama dia. Sejak kapan tepatnya, aku gak begitu sadar. Apa saat dia tiba-tiba datang ke Bandung, apa saat stiker- stiker anehnya memenuhi notif whatsappku sepanjang hari, apa saat dia tiba-tiba meneleponku, aku benar-benar gak tahu. Aku cuman merasa aku tidak seangkuh dulu menghadapi orang baru. Caranya dia berbicara, caranya dia menatap, membuatku merasa diperhatikan. Aku menemukan sesuatu yang gak pernah aku temukan di orang lain atau sesuatu itu memang yang aku inginkan sejak lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LANGKAH KAKI #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang