00:04 || "Amor."

213 26 3
                                    

Korean International Highschool adalah sebuah sekolah bertaraf internasional dengan akreditasi sangat baik. Di sana adalah tempat berkumpulnya anak-anak dari kalangan penting. Mulai dari politikus, pebisnis, rektor universitas, hakim agung, dan masih banyak lagi.

Namun, tak sedikit dari mereka yang berasal dari kalangan biasa juga. Salah satunya adalah Kwon Yuri, dia merupakan seorang siswa penerima beasiswa unggulan sejak pertama kali masuk sekolah ini.

Kwon Yuri hanyalah seorang anak dari pemilik toko roti yang berada di kawasan Myeongdong. Bersekolah di sekolah elite tentu suatu pencapaian yang sangat luar biasa untuk anak sepertinya, sebab sang ibu yang merupakan seorang single parent tak mampu membiayai sekolahnya jika ia bersekolah di sana menggunakan uang pribadi.

Yuri menghela napas, sejenak ia tutup buku referensi untuk tugas kelompok yang seharusnya dikerjakan bersama. Tapi karena ia satu kelompok dengan orang-orang pemalas dan sok berkuasa, ia bisa apa?

Yuri tidak mau mengambil konsekuensi dengan memaksa mereka mengerjakan tugas ini, ia ingin kehidupan sekolahnya yang tinggal sebentar lagi ini berjalan dengan damai tanpa hambatan dari orang-orang seperti itu.

"Hei, Kwon Yuri!"

Suara itu ... Yuri mengenalnya. Sangat.

Sosok Seohyun datang dengan penampilan seperti biasa. Pita merah di rambut pirangnya seakan menjadi cirinya dalam beberapa satu minggu terakhir.

Aroma parfum milik Seohyun juga menguar memenuhi indra penciumannya. Seohyun ini memang sangat luar biasa, entah seberapa banyak botol parfum yang ia habiskan setiap harinya.

"Kau belum pulang?" tanya Yuri, sebab merasa heran karena sore ini Seohyun pulang terlambat. Padahal gadis itu selalu pulang tepat waktu, karena ia dijemput oleh sopir pribadi.

Dipikir-pikir, sepertinya enak menjalani kehidupan seperti Seohyun. Masa depannya sudah terjamin. Ah, jangan jauh-jauh ke masa depan. Contoh kecil seperti pulang ke rumah dan beristirahat dengan tenang saja, sepertinya sangat menyenangkan.

Kemudian, kepala Yuri menggeleng karena lagi-lagi ia membandingkan nasibnya dengan Seohyun.

Hei, Tuhan memberinya takdir seperti ini karena dia tahu jika Yuri mampu. Ya, positive thinking nya ke sana saja.

"Aku menunggu jemputan," balas Seohyun seraya menarik kursi agar ia bisa duduk di hadapan Yuri, "sopirku yang biasa sedang pulang kampung, anaknya sakit."

Yuri lantas mengangguk. Pantas saja.

"Eoh, kau masih mengerjakan tugas itu?" tanya Seohyun, "kenapa mengerjakannya sendirian?"

Bahu Yuri sedikit terangkat, tak lupa senyuman singkat yang ia berikan pada Seohyun sehingga membuat gadis itu mendengkus pelan begitu paham artinya.

"Mereka memang tidak memiliki hati. Huftt, kenapa kau sangat sabar sekali?" Seohyun menyimpan dagunya di atas punggung tangan yang ia lipat di meja. Menatap Yuri dengan mata bulatnya.

"Mau bagaimana lagi, aku tidak seperti mereka. Jadi ya ... beginilah."

"Kau ini sama, kata siapa berbeda? Jangan seperti itu, Yuri!" Seohyun kesal sendiri, bukan kesal pada Yuri, tapi kesal pada pernyataan gadis di depannya ini. Ah, sama saja Seohyun.

Yuri tergelak, merapikan buku-bukunya ke dalam tas dan mengajak Seohyun untuk keluar dari perpustakaan yang sudah sepi ini.

"Sopirmu pasti sudah menjemput, ayo turun ke bawah. Jika belum ada, aku temani kau menunggu di gerbang."

Meski memasang wajah cemberut karena tak mendapat respons dari Yuri, Seohyun tetap menurut dengan mengikuti langkah gadis Kwon itu.

"Kita pulang bersama saja, bagaimana?" tawar Seohyun.

Dear LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang