Chapter Four

111 11 0
                                    

Sepulang dari sekolah, Ayna langsung ke kantor papinya menanyakan kebenaran dari surat yang Arsenio maksud tadi.

"Perbuatan papi 'kan?"

Dilan menaikkan alisnya tanda bertanya.

"Surat pindah. Perbuatan papi 'kan?" tanya Ayna lagi dibalas anggukan oleh Dilan.

"Udah tau ya... Bagus deh. Papi gak perlu capek capek lagi buat sampaiin ke kamu."

Ayna menggeram marah, "papi apa-apaan sih? kenapa gak tanya Ayna dulu? kenapa sih suka banget buat keputusan sendiri tanpa persetujuan dari Ayna? Ayna rasa juga Ayna gak buat kesalahan. Terus apa alasan papi pindahin Ayna?"

Damian berdecih lalu menatap putrinya tajam, "gak buat kesalahan kata mu? terus kemarin itu apa?"

"Itu kan diluar kendali Ayna. Harus berapa kali sih Ayna jelasin kalau lawan Ayna kemarin itu senior. Lagian ini pertama kalinya Ayna buat kesalahan kan? jadi Ayna mohon, tolong kasih Ayna satu kesempatan. Ayna janji bakal berusaha lebih keras lagi. Ayna mohon Pi..." lirihnya.

"Ck! gak ada lagi yang namanya kesempatan kedua, lagian sekolah baru kamu itu jauh lebih baik dari sekolah kamu yang sekarang. Di sekolah itu banyak anak anak pintar dan berbakat. Siapa tau kalau kamu pindah kesana bisa jadi pintar dan se-berbakat mereka juga. Papi gak mau ya setiap ngumpul sama teman bisinis papi nilai kamu selalu di bawah anak anak mereka. Malu tau gak papi."

"Tapi--"

"Udah gak usah protes, terima aja. Sekarang kamu pulang, makan terus belajar. Sebentar lagi Papi ada rapat." Sela Dilan.

Aura mengepalkan tangannya erat lalu keluar dari ruangan tersebut tanpa berpamitan.

"Argh, sialan!" umpat Ayna kesal sembari menendang batu berukuran sedang di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Argh, sialan!" umpat Ayna kesal sembari menendang batu berukuran sedang di depannya.

"Kenapa sih papi gak pernah mau dengerin omongan gue?! selalu aja bertindak seenaknya. Ini hidup gue apa bukan sih, anjing?!"

"Salah sedikit dibentak, dimaki, dipukul. Tolong banget gue ini manusia bukan benda mati, gue punya perasaan, bisa rasain sakit anjir. Arrrgh... Gini banget sih anjing hidup gue!"

Ayna menarik napas dalam-dalam guna meredam amarahnya. Lalu beralih menatap danau di sampingnya.

"Kok berhenti?"

Suara siapa itu anjir?

Ayna mengedarkan pandangannya mencari sosok yang bertanya tersebut. Namun yang didapatinya hanyalah dirinya sendiri disini.

"Sumpah, Cong. Gue cuman luapin emosi gue doang disini, jangan marah dan gangguin dong, huhuhu... Sorry..." Ujar Ayna panik sampai hampir menangis.

Sementara pelaku yang berada di balik semak-semak pun dibuat bingung dengan penuturan gadis tersebut.

"Apa sih, gue bukan pocong. Gue manusia, cantik. Haddeuh..." Balas lelaki tersebut sembari keluar dari tempatnya.

Ayna yang sedari tadi menunduk pun kini mendongak dan menatap lelaki itu tajam.

"Lo?! Aajsjsjssbs."

Lelaki itu tambah dibuat bingung sekaligus heran dengan gadis didepannya, "Lo... kenapa sih?"

"Gak, gapapa. Lo yang cowo kemarin itu kan?"

"Iya, Galandra Azka Arion. Panggil sesuka hati lo aja."

"Oke, sayang."

"Kok?!"

"Lah? katanya panggil sesuka hati gue aja."

"Ya tapikan gak panggil itu juga..."

Ayna memutar kedua bola matanya malas, plin plan banget cowo ganteng ini.

"Sejak kapan lo disini?" tanya Ayna.

"Sejak lo datang dan teriak-teriak gak jelas sambil mengumpat." Jawab Gala membuat Ayna membulatkan matanya terkejut.

Jadi nih cowo dengar semua omongan gue tadi dong, cuk?

"Tenang, gue bukan cowo ember. Lagian kita aja baru kenal."

"Gue pegang ya omongan lo. Btw nama gue Ayna. Panggil baby aja." Ucap Ayna tanpa rasa malu sedikitpun.

Gala kembali mengerutkan keningnya bingung.

"Kenapa lo?"

"Aneh aja biasanya orang-orang mau dipanggil namanya sendiri, lah lo, masa mau di panggil pakai nama hewan pink itu sih?"

Ekspresi wajah Ayna seketika jadi datar, "JANCOK, BUKAN GITU SIALAN."

Tbc

The Final Chapter ||Jang Woonyoung X Secret||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang