#5. Dirinya yang tak kukenal

15 0 0
                                    

Setelah kejadian tadi aku sangat lelah, tubuhku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Sesampainya di penginapan, aku langsung membasuh diriku yang sudah seperti diguyur keringat ini. Aku tidur sekamar bersama mereka berdua, Shafa dan Fely.

"Huuahh ... akhirnya bisa tidur juga", Shafa membantingkan dirinya di kasur.

"Ya, hari ini sangat melelahkan. Aku sudah tidak kuat lagi dan ingin langsung tidur", jawabku.

"Masa cepet banget udah mau tidur aja? Mending kita ngobrol dulu, iya kan Fel?", shafa menengok kearah Fely yang sudah diselubungi oleh selimut itu.

"Loh, Fel?? Udah pulas ternyata", shafa.

"Yaudah, ayo tidur besok mungkin kita masih ada hal yang harus dilakukan lagi", aku segera memejamkan mata.

"Yasudah kalau begitu", Shafa sambil mematikan lampu.

Meskipun aku bicara hal seperti itu, ternyata justru aku yang tidak bisa tidur. Sampai akhirnya aku tidak tahan lagi dan akupun memutuskan untuk membeli sekaleng minuman hangat di mesin minuman dibawah.
Dan aku harus menuruni tangga yang gelap ini seorang diri, itu sangat menyeramkan. Ketika aku hampir sampai dibawah, tiba-tiba terdengar sebuah kaleng terjatuh. Aku kaget dibuatnya, bagaimana tidak disana cukup gelap yang hanya ada cahaya yang berasal dari mesin minuman itu. Kemudian aku melihat sebuah tangan yang sedang berusaha mengambilnya. Ketakutanku semakin menjadi-jadi. Sampai akhirnya, wujud tangan itu menunjukkan tubuh sebenarnya.

"Hmm?? Sedang apa kau disini? Bukankah masih larut?", Farel melihat kearahku sambil mengucek-ucek matanya.

"K..kkk..kau ini !! ", jawabku ketus sembari melewatinya menuju mesin itu.

"Memangnya apa salahku?", farel.

"Tidak tau", jawabku dari jauh.

Aku memasukkan beberapa lembar uang dan menekan tombol untuk susu. Katanya sih jika kau tidak bisa tidur, lebih baik minum susu dahulu agar kau bisa mengantuk. Setelah membeli sekaleng susu dingin aku duduk di kursi yang tersedia di sana.

"Kenapa kau tidak kembali tidur?", tanyanya.

"Jika bisa, sudah kulakukan dari tadi", jawabku lemas.

"Jadi, sepertinya kita sama", farel sambil meminum kopinya.

Kami berdua pun saling bicara yang entah apa yang kubicarakan dengannya karena aku sendiri tidak mendengarkannya dengan baik.

"Hei, apa kau mau berjalan keluar?", Farel membangunkanku yang setengah tidur dengan ajakannya.

"Mau apa kau?", tanyaku curiga.

"Lagipula sudah jam segini", Farel yang menatap jam dinding yang ada yang menunjuk pukul 5.20 ,"maksudku, maukah kau. Mm.. keluar.. yaa,, anggap saja kita olahraga pagi".

"Yahh.. Baiklah kalu begitu", jawabku sedikit malu.

Kemudian kami keluar diam-diam dari penginapan, yang sebenarnya tidak boleh keluar tanpa izin dari guru. Aku dan Farel menyusuri jalan desa yang kami lalui kemarin. Kemudian kami berhenti di depan sebuah kolam ikan yang menurutku milik warga sekitar. Sejuk udara pagi hari di sini, dan ada juga embun yang menempel di rerumputan. Ketika aku melihat Farel yang sedang berdiri di hadapanku, aku teringat dengan kejadian kemarin. Meskipun aku tidak terlalu peduli, namun tetap saja aku penasaran.

"Hei, Rel.. Bisakah aku bertannya sesuatu padamu?", sebenarnya aku malu menanyakannya.

"Hmm.. Apa?", Farel.

"Sebenarnya..Ngg.. yang kemarin siang itu siapamu?", dengan ragu-ragu aku menanyakannya.

"Kemarin ?? Hmm.. apa saat itu persis sehabis bersih-bersih ?? Jadi kau melihatnya??", senyumnya yang seperti meledek itu sungguh menjengkelkan.

My First StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang