Menikah dengan Fadhlan adalah khayalanku dulu, 3 sampai 5 tahun yang lalu. Dan saat ini khayalanku yang sudah menguap itu justru menjadi permintaan Avisha. Ironis.
"Van, mau ya kamu nikah sama Fadhlan?" Pertanyaan yang dilontarkan Avisha itu berbuah gelengan kepalaku.
"Nggak, aku gak mau rebut suami orang. Lebih baik aku jomblo seumur hidup. Lagian kamu kenapa sih, kita udah lama gak ketemu, pas ketemu malah nyuruh aku nikah sama suami kamu?"
"Van, please. Aku mohon, hidupku mungkin gak lama lagi."
"Gak usah ngomong ngaco kayak gitu. Lagian aku udah punya pacar. Sepertinya kamu halu gara-gara kebanyakan minum obat."
Avisha memegang dadanya, wajahnya meringis menahan sakit. Melihat istrinya kesakitan, Fadhlan segera memanggil dokter.
Fadhlan dan aku diminta untuk menjauh saat dokter dan perawat melakukan tindakan. Fadhlan menarik tanganku untuk keluar dari ruangan. Kami berdiri di samping pintu masuk ruang rawat Avisha.
"Malam ini juga kita menikah," tegas Fadhlan.
"Apa? Kamu gila! Enak aja ambil keputusan. Aku gak mau nikah sama suami teman sendiri, aku gak mau jadi istri kedua. Tadi aku udah bilang aku udah punya pacar, mending juga nikah sama pacar aku."
Pacar, adalah satu kebohongan baru yang kubuat malam ini. Tak pernah ada lelaki yang membuatku jatuh cinta selain Fadhlan.
Fadhlan menatap tajam padaku. Ia mengeluarkan ponselnya. "Berapa nomer telpon pacar kamu? Biar aku jelaskan semua padanya. Bahwa kita akan menikah, dan kalian sementara harus putus."
"Kamu siapa mau mengatur hidupku!"
Fadhlan memegang bahuku dengan kedua tangannya. "Dengar, istriku sakit. Dia mengalami komplikasi saat proses kelahiran putri kami. Aku akan melakukan apa pun untuk membuatnya bahagia, termasuk menikahi mantan sahabatnya. Meskipun tanpa cinta."
Dia benar-benar mencintai Avisha. Beruntung sekali Avisha. Namun sekelebat pertanyaan lewat di kepalaku yang langsung kutanyakan padanya, "Kalau kamu mencintai Avisha, kenapa kamu mau menduakan dia?"
"Karena itu ... permintaan terakhirnya." Aku tersentak kaget, Fadhlan memukul tembok di sampingku selepas mengucapkan kalimat itu.
"Maksud kamu... Avisha sekarat?"
Fadhlan mengangguk. Ia kemudian mengusap wajahnya dengan telapak tangan, matanya merah dan basah. Baru kali ini aku melihat seorang pria dewasa menangis.
Ya Tuhan, aku menjauhinya selama tiga tahun ini dan tiba-tiba saat bertemu justru ketika ia sekarat. Sahabat macam apa aku, atau mungkin istilah mantan sahabat lebih tepat untuk diriku.
"Bisakah kamu sebagai mantan sahabatnya memberikan kebahagiaan padanya sebentar saja. Kita menikah sampai Avisha sehat kembali atau sampai...." Fadhlan tak sanggup meneruskan kalimatnya, dan aku tahu lanjutan kalimat itu.
Fadhlan kembali mengusap wajahnya. "Setelah itu kamu bisa kembali pada pacarmu."
"Aku..." Otakku seperti terserang badai, tak mampu berfikir apa pun.
"Please, Vania. Aku mohon."
Lelaki yang pernah sangat kucintai ini memohon di hadapanku. Rasa kasihan mengaliri diriku. Kasihan atau memang masih cinta? Entahlah. Aku mengangguk mengiyakan.
***
Dua orang lelaki datang setelah Fadhlan menelpon mereka. Yang satunya berusia cukup tua memakai baju koko dan kopiah terlihat seperti seorang ustadz, satu lagi pria dewasa yang memakai jaket bomber, mungkin seusia kami.Pria yang terlihat seperti ustadz itu ternyata adalah pegawai KUA yang dulu menjadi penghulu di pernikahan Fadhlan dan Avisha, aku mendapatkan informasi itu setelah mendengar ia dan Fadhlan bicara.
Pukul 21.30 proses akad nikah mulai dilakukan. Yang menjadi saksi pernikahan kami adalah sahabat Fadhlan yang datang bersama pegawai KUA dan dokter jaga malam itu. Sementara diriku tidak memiliki wali karena aku yatim piatu dan almarhum ayahku adalah anak satu-satunya maka yang menjadi waliku adalah wali hakim yaitu Pak Sobirin pegawai KUA yang baru saja kuketahui namanya.
Fadhlan memberikan kartu ATM-nya sebagai bukti mahar, isi tabungan di rekening itu adalah maharnya. Senilai lima puluh juta rupiah.
"Saya terima nikah dan kawinnya Vania binti Surya dengan mas kawin tabungan lima puluh juta rupiah, tunai." Kalimat itu meluncur tanpa jeda dari bibir Fadhlan.
"Bagaimana, saksi, sah?"
"Sah," jawab para saksi bersamaan.
Avisha menaruh tangan kananku di atas tangan kirinya, kemudian menaruh tangan kanan suaminya di atas tanganku. Lalu tangannya sendiri ditaruh di paling atas. Wajah sendunya menatap Fadhlan, sang suami yang kini juga menjadi suamiku.
"Sayangi dia seperti dirimu menyayangiku."
Fadhlan menjawab dengan anggukan lemah. Lelaki yang dulu kucintai dan telah berusaha kukubur cinta itu sejak ia menikahi sahabatku kini menjadi suamiku.
"Berjanjilah... untuk tidak menceraikannya." Fadhlan tercekat mendengar permintaan Avisha. Sejenak ia terdiam. "Mas...." Avisha menuntut jawaban suaminya.
"Avisha, tidakkah sudah cukup Kak Fadhlan menikahiku malam ini? Jangan minta ia untuk berjanji." Malam ini ia sudah terpaksa menikahiku dan berjanji padaku setelah Avisha sembuh maka kami akan bercerai. Intinya pernikahan ini hanya sementara.
Avisha seakan tak mendengar perkataanku. Matanya tetap menatap pada sang suami yang menunduk. "Mas, berjanjilah," tuntutnya lagi.
Fadhlan melihat ke arahku dan aku memberi gelengan kepala tanda tak setuju. Bagaimanapun aku tidak ingin jadi duri dalam pernikahan mereka.
Fadhlan mengambil napas dalam-dalam. "Baiklah, aku berjanji," katanya dengan suara pelan.
"Terima kasih." Avisha berkata dengan suara lemah. "Jaga anak kita," lanjutnya.
"Pasti, aku akan menjaga anak kita dengan baik," jawab Fadhlan dengan mantap.
"Vania, aku titip Mas Fadhlan dan anak kami."
Belum aku menjawab Avisha mengambil napas. "Allah...." Itu kata terakhir yang ia ucapkan sebelum seluruh tubuhnya melemas dan tangannya terlepas.
"Avisha! Avisha!" Fadhlan menepuk pelan pipi Avisha.
Dokter segera meminta Fadhlan sedikit menjauh lalu memeriksa nadi Avisha di bagian leher, karena tidak ditemukan detak nadinya maka dokter melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru).
Ya Allah selamatkan sahabatku, doaku dalam hati.
Beberapa menit berlalu tetapi tidak ada tanda-tanda nadi Avisha. Dokter menghentikan tindakannya lalu menoleh pada Fadhlan. "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mohon maaf, pasien sudah tidak bisa diselamatkan. "
* RJP dimulai dengan tahap awal membuka jalan napas penderita dengan menengadahkan kepala penderita, selanjutnya dilakukan kompresi dada disertai tekanan dengan kekuatan penuh serta berirama di setengah bawah dari tulang dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Untuk Diriku
Fiksi UmumAvisha menaruh tangan kananku di atas tangan kirinya, kemudian menaruh tangan kanan suaminya di atas tanganku. Wajah sendunya menatap Fadhlan, sang suami yang kini juga menjadi suamiku. "Sayangi dia seperti dirimu menyayangiku." Fadhlan menjawab de...