Surat Untuk Sang Putri

5 0 0
                                    

Assalamualaikum...
Putri rembulanku yang cantik

Abi selalu mengingat malam itu, dimana kehadiran Ais diiringi dengan suara tangisan indah yang telah lama Abi tunggu. Cantik, Ais lahir sangat cantik seperti Ummi. Bahkan cahaya rembulan malam itu tak ingin beralih dari wajah indahmu. Aisyah, kamu adalah versi kecil Ummi.

Abi tahu mungkin Ais sangat merindukan dan ingin mengenali sosok Ummi. Tapi Ais tak perlu khawatir. Yang perlu Ais lihat adalah pantulan dirimu di cermin. Disana Ais bisa melihat bayangan Ummi, Karena kamu benar benar versi kecil Ummi.

Aisyah hari dimana kamu kehilangan Ummi adalah hari dimana dia telqh mempercayakanmu pada Abi. Dan pada saat itu juga Abi mempertaruhkan apapun untuk kehidupanmu, putriku.

Aisyah, saat kamu membaca ini, mungkin abi sudah tidak dapat sarapan bareng Ais lagi, pergi ketaman bareng Ais lagi, ataupun menonton horror bareng Ais lagi. Tapi, Abi ingin memeberitahumu satu rahasia.

ABI DAN UMMI SANGAT MENCINTAI AIS..

Maafkan abi tidak sempat membahagiakan Ais lebih lama lagi. Saat ini, abi benar benar membenci sel kanker yang sudah beraninya memisahkan kita. Abi harap Ais dapat bahagia. Setelah ini Abi akan merencanakan kebahagiaanmu pada seseorang yang sudah abi percaya. Tapi abi harap Ais tidak memaksakan diri.

Abi selalu mendoakanmu.
Jangan nakal ya Ais.. Abi sama Ummi tetap ngawasin Ais darisini.

Tanda sayang,
Raja & Ratu

Abi dan Ummi

*****
Tanganku bergetar hebat membaca surat dari Abi. Kanker? Sejak kapan? Dan kenapa Abi menyembunyikannya dariku? Air mataku tak henti hentinya menetes. Salah satu petugas kesehatan yang memungut barang barang abi saat kecelakaan tadi menghampiriku dan memberi sebuah kotak dibalut dengan kertas bermotif langit biru kesukaanku. Saat aku membukanya aku pun mendapati bingkai petak yang di lapisi oleh kaca disana. Terlihat foto seorang lelaki bersanding dengan seorang wanita yang amat cantik. Mereka berdua terlihat sangat bahagia dengan pakaian pengantin memhiasi mereka. Aku bingung apa maksud abi. Namun, saat membalik bingkai itu,

Dzulkifli Ahmad & Habatan Nishwa
27 September 2004

Aku langsung mengerti kalau itu adalah foto ummi dan abi. Orang yang selama ini kurindukan. Wanita cantik bermata coklat itu adalah wanita luar biasa yang berhasil berjuang demi kehadiranku di dunia ini.

Aku mengusap kaca yang melapisi foto itu. Dingin. Air mataku kembali menetes. Tak hanya itu, darah yang kekuar dari hidung ku pun tak kunjung berhenti. Pandanganku mulai kabur. Dan ya, aku kehilangan kesadaran.

*****

Hati Adnan sangat ngilu melihat gadis remaja yang ada di hadapannya. Ini bukanlah pengalaman pertama ia menyaksikan hal seperti itu. Tapi hal yang paling menyayat hatinya adalah saat gadis yang sedang berduka itu malah mendapat perlakuan yang tidak baik dari keluarganya. Tak berapa lama setelah itu, tampaknya gadis itu mulai melemah dan hilang keseimbangan. Dengan sigap Adnan langsung menangkap tubuh gadis itu sebelum jatuh ke lantai. Dokter Adnan mengangkat badan gadis itu di gendongannya dan membawanya ke ruang pemeriksaan. Darah yang mengalir daei hidungnya sudah merembes dan mengotori bajunya. Setelah selesai membersihkan semua bekas darah itu, dokter Adnan mulai menyadari kalau dia adalah wanita yang tidak sengaja ia tabrak di lorong rumah sakit pagi itu. Adnan pun melakukan serangkaian pemeriksaan yang untuk gadis itu.

*****

Perlahan kesadaranku kembali. Aku membuka mataku. Cahaya terang langsung menyilaukan mataku saat pertama kali membukanya. Aku berada di ruangan rumah sakit yang serba putih. Tak jauh dari tempatku, berdiri seorang lelaki yang berpakaian seba putih juga. Saat dia berbalik dan mendekatiku, aku sadar dia adalah dokter yang merawat abi.

"Pak, abi?" Aku menatap lekat dokter Adnan berharap bahwa hal tadi bukanlah kenyataan. Dia hanya menunduk. Aku paham bahwa semua nya benar adanya.

"Boleh kah aku pergi sekarang? Aku benar benar sudah merasa sehat." Tanyaku tanpa melihat wajah dokter itu. Belum sempat jawaban keluar dari mulut lelaki itu aku langsung pergi dengan langkah yang tak tentu. Aku benar benar tak peduli dengan semua ini lagi. Tujuanku kini hanya satu. Ketempat dimana aku dan abi seharusnya berada.

Aku duduk diam di taman itu. Hari pun sudah sore. Tak ada anak anak yang biasanya berlarian si sekitarannya. Tak ada juga para orang tua yang menjaga anak anaknya dari kejauhan. Tak ada suara tawa anak anak yang selalu terdengar. Pandanganku kosong. Rintik rintik hujan mulai berjatuhan, semakin deras membasahi sekelilingku. Aku menhadapkan wajahku ke langit menikmati tiap tetes hujan yang menyatu dengan air mataku. Beberapa saat aku bertahan dengan posisi ku. Sampai tetesan air hujan itu sudah tak mengenai wajahku. Bukan karena hujan yang sudah reda. Akan tetapi sebuah payung menghalangi nya mengenaiku. Aku menoleh kepada pemilik payung itu.
Pak dokter? Apa yang dia lakukan?

"Kau melakukan hal yang sama sekali tidak berguna." Ujarnya padaku dengan ekspresi yang tidak terbaca.

"Kamu benar benar menyusahkan." Sambungnya. Saya tidak bereaksi apa apa dan aku tidak merasakan apa apa. Hatiku seakan sudah tidak peduli lagi.

"Bawalah ini, dan saya harap kamu segera pulang ke rumah." Dokter Adnan menyerahkan payung itu padaku. Rumah? Aku bahkan tak tau harus pulang kemana. Aku sudha tak memiliki siapa siapa. Tapi, sepertinya aku akan pulang ke rumah ibu dan Zahra. Untuk sementara waktu. Sampai ...

Hanya sampai pemakaman Abi...

------------
Semoga suka dengan ceritanya
Makin dengan aku dengan follow ig @nadhiraalubis_

Syahnan ( Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang