"Kakak, bangun!" Aku pun bangun dan melihat adikku sedang duduk di dekatku.
"Emi, kau masih hidup. Syukurlah," kataku, lalu aku memeluk dia.
"Kak, ini belum selesai, di depan kita sudah ada hantu itu," katanya. Dia menunjuk hantu putih itu.
"Wahh, jadi aku harus melawan dia." Tiba-tiba dia menyerang kami, namun berhasil menghindar.
"Baiklah Emi, kau tunggu saja di luar." Aku menghadapi dia dengan perasaan pede yang luar biasa.
Dia menyerang, aku menghindar dan memfoto dia, namun tidak ada reaksi apapun dari dia, aku mencoba lagi, tapi tetap sama. Dia menyerang dan aku menghindar.
"Padahal waktu itu, aku melihat bagaimana caranya mengalahkan hantu dengan kamera ini." kataku sambil menghindar serangannya.
"Hmm... Oh ya, aku ingat, harus sampai lingkaran kameranya merah." Aku mencobanya, tapi cukup menegangkan, karena lingkaran akan memerah saat dia menyerang dan kemungkinan kejepretnya hanya sepuluh persen. Aku memfoto dia saat dia mau menyerang dan berhasil, dia kesakitan, dia menyerang lagi dan aku memfoto dia, terus sampai dia kelelahan. Tiba-tiba dia mengubah pola serangannya, yang awalnya menggunakan tangannya sekarang menjadi pedang katananya. Dia menyerang dengan cukup lincah sampai-sampai aku susah memfotonya dan beberapa kali terkena serangannya.
"Sial, dia mengubah serangan. Ehh, dia berhenti." Setelah beberapa kali dia menyerang, namun akhirnya dia diam karena capek.
"Biar kucoba foto." Lingkaran foto memerah dan aku memfoto dia, dia kesakitan dan mulai menyerang lagi. Dia kelelahan dan aku memfoto dia lagi, dia berteriak sangat kesakitan.
"Yah berhasil. Apa yang sedang dia lakukan?" Aku melihat hantu itu melepaskan katananya dan mengangkat tangan kanannya dan memutar tangannya searah jarum jam dengan perlahan, ternyata setelah dia melakukan itu, muncullah kata-kata kuno yang mengelilinginya.
"Kakak, habisi dia sebelum mantra itu sempurna!" teriak adikku.
Aku mencoba memfotonya, tapi lingkaran kamera tidak berubah menjadi merah, aku mencoba memfotonya, namun tidak terjadi apa-apa.
"Apa yang harus aku lakukan? Oh ya, kalau tidak salah aku punya satu lembar roll film, tapi hanya satu, apakah itu akan berhasil? Kalau begitu, hanya cara itu yang bisa aku lakukan." Aku melepaskan kamera itu dan mengganti roll filmnya, aku menunggu dia selesai membuat mantranya. Saat tangan kanannya kembali lagi ke posisi di atas, lingkaran di kamera berubah menjadi merah.
"Rasakan ini!" 'KLIK' Aku menutup mata. Aku membuka mata perlahan dan melihat hantu itu diam dengan mantra yang ada di sekelilingnya. Tak lama kemudian dia kesakitan dan menghilang.
"Aku berhasil, syukurlah," kataku, aku menghampiri adikku.
"Kakak hebat!"
"Ayo kita pergi." Aku dan adikku pergi keluar dari kuil ini, kami berjalan menuju puncak bukit kota ini dan kami berbaring di puncak itu.
"Lihat itu bintang," kataku.
"Iya. Senang aku bisa melihat Kakak lagi," katanya, dia berbaring di sampingku.
"Ya, aku juga sama."
"Baiklah, Kakak sudah sedikit menebus dosa Kakak. Kakak sudah membantu para hantu itu supaya tidur dengan tenang."
"Apa maksudmu?" Aku melihat adikku.
"Terus, aku senang bisa melihat Kakak untuk terakhir kalinya."
"Apa mak...sud...mu?" Aku tertidur.
Aku bangun dan melihat di sampingku ada makam, aku bangun dan melihat dengan jelas batu nisan itu, ternyata tulisannya adalah Emi, dia adikku. Aku melihat ke belakang makam adikku itu dan ternyata banyak makam-makam. Sekarang aku teringat, adikku sudah lama mati, aku pergi ke hutan bukan karena pergi kemping, tapi teringat kebiasaan kami masuk hutan, gadis hantu itu adalah pacarku dan yang terpenting bahwa.
"Aku adalah pria berjubah hitam itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESA HANTU
HorrorSaat aku membuka mata, hari sudah malam dan suasana kota ini berubah, seperti sudah bertahun-tahun yang akan datang, tanah lembab, pintu-pintu rumah yang lain lapuk, ada sarang laba-labanya juga. "Apakah aku tertidur bertahun-tahun? Hah, siapa di sa...