Mengikuti ajakan Rere untuk berbelanja bersama sejujurnya bukanlah hal yang Gisa sukai. Karena niat awalnya yang hanya ingin menemani Rere dan melihat-lihat saja, akan berubah menjadi beberapa kantong belanjaan yang nantinya akan Gisa ratapi.
Melihat Rere berjalan kesana kemari, menyinggahi satu persatu toko dengan brand yang berbeda-beda, menunjuk apa pun yang tampak menggemaskan di matanya kemudian mencoba mereka satu persatu dan membeli tanpa menanyakan harganya merupakan hal yang menyebalkan.
Karena pada akhirnya Gisa jadi ingin melakukan hal serupa. Membeli beberapa hal yang menarik perhatiannya, mendengar pendapat Rere yang menyesatkan mengenai betapa serasinya jika Gisa memakai barang-barang itu. Dan yeah, Gisa membeli mereka semua.
Kali ini, Rere sedang melihat-lihat pakaian untuk suaminya. Dan tak lama setelahnya, seperti yang sudah-sudah, telunjuknya bergerak lincah menunjuk berbagai macam pakaian-pakaian itu agar karyawan toko bisa mengumpulkan seluruh pakaian-pakian itu untuknya.
"Kok banyak banget, Re?" tanya Gisa heran. Rere benar-benar terlihat seperti ingin menghabiskan seluruh stok pakaian di toko itu.
"Leo udah lama nggak beli pakaian. Akhir-akhir ini dia sering pakai baju yang itu-itu mulu. Kamu tahu sendiri, kan, kalau bukan aku yang beliin, dia nggak bakalan mau keluar rumah buat beli pakaian sendiri. Kata Bunda penyakitnya dari dulu ya begitu. Dulu juga kalau bukan Bunda yang beli, dia nggak bakal punya pakaian." Ujar Rere seraya merutuk pelan
"Memangnya terakhir kali lo beliin dia baju kapan?"
"Tiga bulan yang lalu."
Gisa mengernyit tak percaya, lalu memandang tumpukan pakaian yang akan Rere bayar. "Sebanyak ini juga?"
Sembari mengeluarkan black cardnya, Rere melirik Gisa dan mengangguk santai.
Astaga.
Bagaimana bisa Rere mengatakan jika Leo hanya memakai baju yang itu-itu saja dalam waktu tiga bulan setelah dia membelikan baju suaminya seakan-akan ingin membuka toko sendiri di rumahnya.
Tapi sudahlah, terkejut juga percuma. Karena yang sedang berada dihadapannya saat ini adalah seorang Rechelle Kanaya Barata.
"Terima kasih." Ucap Rere dengan suaranya yang terdengar sangat ramah pada kasir yang melayaninya.
Gisa bergegas membantu Rere dengan membawa beberapa kantong belanjaan wanita itu yang sudah pasti akan membuat Rere kesulitan membawanya. Melihat senyuman manis Rere padanya, Gisa mendecih malas. Gisa memang sudah tidak lagi bekerja pada Rere, tapi entah kenapa dia tidak pernah bisa melihat wanita merepotkan itu kesulitan. Mungkin karena sudah terlanjut terbiasa menemani dan membantu Rere sekian lama.
"Lo kenapa nggak minta mereka datang ke rumah lo aja sih, Re, dari pada ribet bawa-bawa belanjaan sebanyak ini." tanya Gisa. Dia jelas tahu hal itu bukan perkara yang sulit bagi putri kesayangan keluarga Barata itu.
Rere menggelengkan kepalanya. "Nggak ah." Bantahnya. "nggak asyik kalau milih-milih bajunya di rumah. Enakan juga begini, bisa sekalian cuci mata, jalan-jalan." Kekeh Rere karena melihat lirikan tajam Gisa.
"Lagian, kalau aku panggil mereka dan bawa semua koleksi pakaian-pakaiannya ke rumah, yang ada suami aku ngamuk karena banyak orang asing datang ke rumah. Tahu sendiri kan gimana ribetnya, Leo."
"Siapa suruh lo nikah sama dia."
"Gimana lagi, kan waktu dia nikahin aku, akunya juga nggak tahu." Rere tidak lupa memerlihatkan senyuman andalannya.
Gisa tidak perlu khawatir jika dia mengeluarkan kalimat-kalimat sarkasnya mengenai Leo di hadapan Rere. Karena Rere tidak pernah sakit hati oleh ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
General Fiction#AbiGisa Blurb Mulanya menggebu-gebu, hingga segala hal terasa indah dan menyenangkan. Seakan-akan Abi tidak membutuhkan hal apa pun lagi selain Gisa. Tapi sepertinya Abi salah mengira. Karena ketika rasa jenuh itu muncul dan godaan akan kehidupan y...