Akhir-akhir ini Leo sedang kecanduan main golf. Sebagai lelaki kaya raya yang memiliki segalanya kecuali teman, Leo hanya bisa mengajak Abi untuk bermain bersamanya. Rere pasti akan selalu disibukkan oleh anak-anak mereka, selalu merasa gelisah setiap kali harus meninggalkan anak-anak dalam jangka waktu lebih dari satu jam. Kecuali ketika dia sedang berbelanja.
Dan sebagai sahabat yang baik meski selalu saja memaki atas perintah semena-mena Leo, maka Abi menuruti permintaan sahabatnya itu. Golf bukan apa-apa bagi Abi, dia mahir melakukannya. Tapi Abi lupa kalau Leo Hamizan itu nyaris tidak pernah gagal dalam melakukan apa pun.
"Lo udah lama nyoba beginian?" tanya Abi ketika mereka selesai bermain golf dan berjalan santai beriringin menuju parkiran dengan tas golf mereka masing-masing.
Leo merunduk, memandang layar ponselnya, membaca seluruh pesan yang Rere kirimkan padanya. Hal itu mengundang rasa penasaran Abi hingga dia mencuri lirik ke layar ponsel Leo, kemudian terkekeh geli sampai Leo meliriknya.
"Kenapa?" tanya Leo.
Menyeringai miring, Abi menggelengkan kepalanya pelan. "Gue pikir setelah menikah, Rere bakalan berubah, ternyata sama aja." Kekehnya. Leo menaikkan satu alisnya ke atas, sebagai bentuk maksud ketidak mengertiannya. "Itu," Abi mengangguk ke ponsel Leo. "Dia masih aja kirimin lo pesan sebanyak itu."
Leo kembali melirik layar ponselnya. Abi benar, Rere masih sering mengiriminya pesan, sama seperti dulu ketika mereka belum menikah. Dan sekarang Leo tersenyum kecil."Rere memang nggak pernah berubah."
"Sama kaya lo, kan." Cibir Abi.
"Apa?"
"Nggak pernah berubah. Masih aja nggak mau kalah sama istri lo sendiri."
"Gue nggak gitu."
"Besok-besok kalau Rere nangis-nangis lagi ngadu ke bini gue, bakal gue rekam suaranya, terus gue sebarin ke seluruh negara ini. Jadi bukan cuma lo doang yang tahu, tapi semua orang."
Leo menipiskan bibirnya kesal, kemudian melirik ke bawah, tersenyum miring sebelum dengan sengaja menghalau langkah kaki Abi dengan satu kakinya hingga Abi nyaris terjatuh ke bawah. "Leo, Anjing!" umpat Abi dengan wajah kesal. Tapi Leo, si manusia kaku—kata Gisa, sahabat sialan—kata Abi, hanya tersenyum tipis dengan memasang wajah polosnya, membuat Abi ingin memukul kepala Leo dengan tongkat golf miliknya saja.
"Memangnya apa yang harus gue rubah?" gumam Leo ketika mereka melanjutkan langkah mereka lagi. "lagian, mau berantem gimana pun juga, Rere tetap cintanya cuma sama gue."
Terkadang Abi ingin merajuk saja pada Tuhan. Kenapa manusia sejenis Leo yang selalu saja mendapatkan umpatan dari orang lain, yang tidak memiliki hati dan jarang menggunakan fungsi otaknya dengan benar, malah mendapatkan kehidupan sempurna dan didampingi istri yang sama sempurnanya.
Dengar saja apa yang baru saja dia katakan. Benar-benar jenis kalimat yang membuat orang-orang ingin memakinya seumur hidup.
"Kenapa sih dulu gue nggak ngehasut Rere cari cowok lain aja." Dumel Abi pelan.
Sayangnya Leo mendengar dumelan itu hingga dia menghentikan langkahnya dan memandang Abi dengan tatapan tajam.
Abi yang menyadari itu kini tersenyum manis. "Tenang aja. Kaya yang lo bilang, mau gimana pun, Rere cintanya tetap cuma sama lo doang kok. Jadi, kalau pun dulu gue suguhin tumpukan cowok-cowok hot se-Jakarta kaya gue buat Rere, dia pasti bakalan nolak. Kan cintanya Rere cuma buat Leo." Abi sengaja mengerjapkan matanya dengan gelagat kekanakan hingga Leo tampak ingin memuntah memandangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
General Fiction#AbiGisa Blurb Mulanya menggebu-gebu, hingga segala hal terasa indah dan menyenangkan. Seakan-akan Abi tidak membutuhkan hal apa pun lagi selain Gisa. Tapi sepertinya Abi salah mengira. Karena ketika rasa jenuh itu muncul dan godaan akan kehidupan y...