0.25

272 17 3
                                    

Sore hari yang cerah dilatari oleh langit berwarna biru tergradasi dengan jingga. Taman yang berbentuk persegi panjang, dikelilingi oleh bunga. Jalan setapak yang memutari taman, diisi oleh orang-orang yang berolahraga. Di tengah taman terdapat lapangan yang terisi oleh anak-anak kecil bermain sepak bola. Di pinggir lapangan itu, terduduk tiga wanita sedang bercanda sambil tertawa ria.

"FREYA!!!"

Seorang perempuan berambut hitam panjang terurai berteriak, yang merupakan salah satu dari tiga wanita yang sedang duduk di pinggir lapangan itu.

"Gak lucu ah, sakit tau," lanjut perempuan itu sambil mengusap-usap lengannya yang memerah.

"Tuh kan, Fiony itu putih banget. Masa aku cubit dikit aja udah merah gitu lengannya," ucap perempuan bernama Freya, perempuan dengan rambut pendek sebahu yang mempunyai sorot mata tajam.

"Dikit apanya! Nih kalau aku cubit kayak gini pasti merah juga," ucap perempuan bernama Fiony kemudian mencubit Freya seperti yang dilakukan Freya pada dirinya.

Hanya saja, cubitan Fiony tidak di lengan, melainkan di pipi.

"Wah berantem sih ini bentar lagi," ucap perempuan yang satu lagi dengan rambut terkuncir kuda.

Apa yang diucapkannya benar. Freya dan Fiony kini sudah saling beradu kekuatan menggunakan tangan mereka. Hingga akhirnya Freya berhasil bertahan lebih lama dan mendorong tangan Fiony hingga Freya menimpa tubuh Fiony. Keduanya saling tertawa, tetapi tidak dengan perempuan berambut kuncir kuda itu, dia hanya geleng-geleng saja melihat kelakuan dua temannya itu.

"Besok udah enggak bisa kayak gini lagi ya," ucap Freya sambil menatap mata Fiony.

Fiony menyelesaikan sisa tawanya dengan terpaksa, seperti tersadar akan ucapan dari Freya.

"Males banget tiba-tiba mellow begini," ucap Fiony lalu mendorong tubuh Freya.

Ketiganya pun duduk berjejeran kembali sambil melihat pertandingan sepak bola di lapangan. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari ketiganya. Sore itu, momen mereka bertiga dilanjutkan dengan hanya menikmati suara anak-anak kecil yang bergembira bermain sepak bola, hingga suara adzan maghrib terdengar dari masjid terdekat.

Freya pulang bersama dengan kedua temannya itu. Mereka saling menaiki sepeda kayuhnya masing-masing. Hingga tiba Fiony yang sudah sampai rumah terlebih dahulu, berpisah dengan kedua temannya.

Freya bersama dengan perempuan berambut kuncir kuda itu melanjutkan perjalanan mereka. Keduanya mengayuh sepeda dengan cepat, seperti balapan. Bahkan dapat terlihat bayangan keduanya terkadang saling menyatu, terpisah, menyatu, terpisah lagi di jalanan aspal.

Hingga tiba waktunya bagi Freya harus berpisah dengan temannya itu.

"Frey, kita masih bisa ketemu kok di sekolah. Rumah kita juga gak jauh."

"Tapi bakalan beda Jess," balas Freya.

"Kalian udah kelas 3, sementara aku masih kelas 2. Kalian pastinya lebih banyak fokus buat ujian dan persiapan masuk kuliah. Waktu main kita berkurang," lanjutnya.

Jesslyn. Itulah nama perempuan berambut kuncir kuda itu. Dirinya berada di depan pagar rumahnya yang berwarna coklat sambil menuntun sepedanya.

Apa yang diucapkan Freya benar. Jesslyn dan Fiony pasti akan fokus pada ujian dan dunia perkuliahan sebentar lagi. Jesslyn sendiri pun menyetujui perkataan Freya, tetapi dia tidak mau mengucapkan kata-kata apapun demi menjaga perasaan Freya.

"Salahku juga kenapa aku bisa sampe gak naik kelas," ucap Freya lagi diakhiri dengan senyum dan tawa ringannya.

Tawa yang selalu digunakan Freya untuk menyembunyikan perasaan sedihnya. Jesslyn tau itu. Ketika Freya sedih dan menahan tangisnya, dia pasti tertawa kecil setiap kali selesai berbicara. Dan ketika itu terjadi pula, saat Freya berbicara, mata Freya tidak berani menatap langsung lawan bicaranya.

ClassroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang