Berbaris seluruh siswa-siswi SMA Bina Jaya di lapangan. Hari senin, upacara sekolah selalu diadakan yang telah menjadi kewajiban. Prosesi tersebut merupakan salah satu upaya untuk menanamkan nilai-nilai displin, kerjasama, tanggung jawab, serta rasa nasionalisme. Mengapa selalu hari senin? Ada apa dengan hari senin? Begitu banyak pertanyaan seperti itu di kepala siswa-siswi SMA Bina Jaya sambil mengikuti prosesi upacara yang telah sampai pada fase terakhir.
Setelah penghormatan terakhir kepada sang pembina upacara, wakil kepala sekolah naik ke atas mimbar dan memberikan sedikit pengumuman kepada para siswa-siswi.
"Selamat pagi murid-murid tercinta," buka bu Jeanny, yang berbicara menggunakan mic agar suaranya dapat terdengar oleh seluruh murid, guru serta karyawan sekolahan yang lainnya.
"Pagi ini, ibu mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan dari salah satu orang tua murid. Azizi Asadel, siswi 11 D, semalam baru saja terkena musibah, sebuah percobaan pembunuhan kepada dirinya."
Seluruh murid yang mendengarnya, termasuk para guru yang masih berbaris di lapangan langsung kaget dan mulai berbicara satu persatu. Keadaan pun menjadi ramai dengan bisikan-bisikan mereka.
"Mohon perhatiannya!"
Satu kalimat dari bu Jeanny membuat keadaan tenang kembali.
"Kondisi Azizi sekarang kritis. Ibu mohon doa dari kalian agar Azizi dapat melewati masa kritisnya dan dapat segera pulih agar bisa kembali menuju sekolah," ucap bu Jeanny.
"Saat ini pak Robert tengah berada di rumah sakit bersama dengan Azizi dan kedua orang tua Azizi. Segala urusan pak Robert untuk saat ini akan ibu tangani. Dan juga, akan ada pihak polisi yang akan mewawancarai kalian yang punya hubungan dengan Azizi, terutama siswi kelas 11. Para guru dan pihak lainnya juga akan diwawancarai. Dimohon kerjasamanya dan berikan keterangan apa adanya kepada pihak kepolisian."
"Informasi dari kalian akan sangat berharga. Terakhir, harap berhati-hati selama berada di luar lingkungan sekolah dan rumah. Ibu berdoa semoga semuanya diberikan perlindungan. Sekian terima kasih," tutup bu Jeanny kemudian turun dari mimbar.
Para murid kemudian membubarkan diri menuju kelasnya masing-masing sambil terus membicarakan Azizi yang mendadak menjadi topik hangat di sekolahan. Tidak ikut membubarkan diri menuju kelas, Indah justru menuju ruang guru untuk bertemu wali kelasnya. Tidak sampai masuk ke dalam, Indah menunggu di luar ruang guru.
Sambil menunggu wali kelasnya datang menjemputnya, Indah memperhatikan gedung sekolah yang tampak dari samping jika dilihat melalui tempat dirinya berdiri. Diperhatikannya juga lapangan yang baru saja dipakai untuk upacara sekolah.
Lapangan berwarna hijau. Dengan garis berwarna putih mengelilingi lapangan dan membentuk sebuah garis lapangan sepak bola. Lapangan yang dibalut menggunakan sejenis karet sehingga lapangan tersebut terlihat bersih tanpa ada pori-pori yang terlihat. Balutan karet tersebut juga membuat lapangan tersebut menjadi tahan air dan juga tidak licin.
Tidak lama dirinya menunggu sang wali kelas, seorang wanita dengan rambut yang panjang terurai keluar dari dalam ruang guru. Wanita itu mengenakan kacamata berbentuk bulat dengan bingkai yang tipis dan berwarna putih. Di balik kacamata itu terdapat mata yang berwarna coklat. Pakaian yang dikenakannya adalah kemeja putih lengan panjang dan celana bahan berwarna biru gelap.
"Indah Cahya? Murid baru?" tanya wanita itu pada Indah.
"Iya," jawab Indah yang diakhiri dengan senyuman.
"Saya Devi, wali kelas 11-D," ucap wanita yang bernama Devi itu.
"Mari ikut saya," ucap bu Devi, bukan kepada Indah, tetapi kepada dua orang laki-laki yang berada di belakang bu Devi.