That XX

31 0 0
                                    

Misa mengulurkan tangan kanannya ke meja kecil yang berada disamping ranjang tempat dia terduduk saat ini. Sedikit gemetar berusaha mengambil sebuah kotak tisue... yang diletakkan diatasnya, sementara tangan kirinya tertahan oleh selang infus. Selain itu tubuhnya tertahan oleh meja makan beroda yang berada di hadapannya. Tampak ada dua mangkuk makanan yang berisikan bubur dan sup hangat yang sama sekali tidak disentuhnya. Ada pula segelas air minum yang kini isinya hanya tinggal separuh bagian. Dia hendak mengelap tetesan bubur yang tidak sengaja terjatuh ke kerah piyama biru mudanya. Dia agaknya tidak ingin menunggu sampai Hana kembali dari kamar mandi. Karena takut cairan dari bubur itu semakin meresap kebajunya nanti. Tapi Misa kesulitan menjangkau benda itu dan justru membuat perutnya mendadak sakit akibat dipaksa untuk bergerak.

"Kau mau apa ?". Tiba tiba terdengar suara Hana dari arah sudut ruangan. Misa segera menoleh dan mendapati Hana tengah berjalan cepat bergegas menghampirinya dengan raut wajah khawatir. "Kau belum diperbolehkan membungkuk sesuka hatimu Misa."

"Eonnie.." ucap Misa pelan buru buru menurunkan tangannya karena tidak mau Hana mulai mengomel kepada dirinya lagi. "Aku butuh tisue Eonnie. Aku tadi tidak sengaja menjatuhkan buburnya ke bajuku sendiri."

"Astaga.." gerutu Hana lirih seketika langsung berhenti tepat di samping kanan ranjang lantas mengambilkan beberapa lembaran tisue untuk Misa. Namun... alih alih menyerahkannya kepada gadis itu, dia justru bergerak mengelap bekas makanan itu sendiri tanpa mengucapkan kalimat apapun. "Aku kan sudah bilang... panggil aku jika kau butuh apa apa. Kenapa kau tak pernah mendengarkanku dengan baik ? Kau ini keras kepala sekali."

"Maaf Eonnie." Ucap Misa pelan lalu mulai menundukkan wajahnya lagi. Entah kenapa Misa merasa bersalah terhadap rekan kerjanya itu. "Aku.... aku hanya tidak ingin... merepotkan Eonnie terus. Aku membuat Eonnie terjebak di sini bersamaku."

"Kau ini bicara apa.. ?". Geram Hana terlihat kesal, saat ini dirinya selesai membersihkan pakaian Misa. Lantas meremas tisue itu dan melemparnya ke atas meja makan Misa begitu saja. "Aku kan sudah bilang aku mendapat bayaran untuk ini. Tuan Choi sendiri yang mengatakan akan memberikan gaji dua kali lipat bulan ini.. jika aku bersedia menjagamu di Rumah Sakit. Jadi kau tidak perlu khawatir lagi."

"Benarkah ?." Tanya Misa meragukan pernyataan Hana barusan. Perlahan dia mendorong meja makannya agar menjauh karena dia sudah tidak mau lanjut sarapan lagi sekarang. "Eonnie tidak sedang membohongiku kan ?."

"Untuk apa aku berbohong.." Celetuk Hana kesal sedikit menjauhkan meja makan tadi kearah lain. Sesaat Hana tampak berpikir serius, sebelum dia berbicara kembali. "Tapi meski Tuan Muda tidak memberikan uang lebih, aku akan tetap menjagamu di Rumah Sakit ini. Karena kau adalah sahabat baikku. Lebih baik tidur ditempat ini bersamamu... daripada harus tinggal dengan si Minsoo itu."

"Terima kasih banyak Eonnie." Ucap Misa pelan seraya menatap lekat ke mata gadis itu. Dia terlihat semakin cantik dengan gaya potongan rambut berlayernya. Sepertinya dia barusaja pergi kesalon beberapa hari terakhir. "Aku berhutang kebaikan kepadamu, aku tidak tahu... bagaimana caranya membalas semua itu."

"Tetaplah menjadi Misa yang seperti ini." Kata Hana bersemangat, seraya mendekatkan sisi wajahnya ke Misa. Hingga membuat gadis itu tersenyum lebar untuk pertama kalinya. "Sejak kau datang ke Rumah Tuan Choi, aku merasa senang sekali bisa mengenal dirimu. Kau... selalu menjadi booster semangat diantara pekerja yang lain. Aku menyadari banyak yang berubah semenjak kau bekerja dirumah itu."

"Aku tak mengerti.." Jawab Misa lirih lalu perlahan mulai menegakkan diri karena perutnya masih terbalut oleh perban yang menahan lukanya. "Aku hanya melakukan apa yang harusnya aku lakukan, tidak lebih Eonnie."

Hana tidak menjawab lagi, dia hanya membantu Misa berbaring di tempat tidurnya dengan hati hati. Sementara Misa harus menahan nyeri yang kini membuatnya serasa ingin berteriak mengungkapkan kekesalannya. Hana menatap lekat wajah Misa yang saat itu meringis kesakitan. Dia tahu pasti temannya berusaha keras menahan sakitnya seorang diri saja. Misa tipe orang yang tidak mau terlalu banyak berkeluh kesah atas apa yang terjadi kepadanya. Itulah sebabnya... sebisa mungkin Hana ingin membantunya. Dia tidak akan membiarkan gadis itu menanggung deritanya sendirian.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang