02. DPR

15 2 1
                                    

Happy reading

Tuan...
Kau berhasil masuk dalam heningnya pikir,
Gundah mengendalikan diriku untuk terus mengingatmu,
Kita hanya mempunyai sedikit interlokusi namun, kau sudah menghancurkan seluruh malamku,
Senyum sembarang terpatri elok di wajahku saat bayangmu melintas,
Paras seindah purnama, surai sepekat malam, mata legam sedingin samudra,
Tak lagi kutepis rasa,
Aku menyadari, aku menaruh damba padamu tuan,
Aku kalah
Bisakah aku mendamba pada sosok misteri yang selalu menjadi teka-teki?
Misterimu akan menjadi harta karun terbesar yang tak akan pernah mau kupecahkan,
Aku egois, tak ingin bertemu akhir temu

—12:22
Dandelion—

Dimulai dan diakhiri. Datang dan pergi. Masalah dan penyelesaian. Kebahagiaan dan kesedihan. Benar-benar saling melengkapi sekali bukan kehidupan ini?. Sepertinya memang kurang pas jika hidup tidak merasakan hal-hal tersebut. Bisa dikatakan belum lama ini penyelesaian baru saja terjadi dan hebatnya masalah baru kini muncul. Bagiku ini bukan masalah yang besar,  tetapi cukup mengganggu isi kepalaku. Sejak hari terakhir aku menjumpainya di halte bus, hingga saat ini, dia yang ku temui di hari itu dan di sana masih terpikir selalu olehku yang ada di sini.

"Jadi siapa yang mau menjelaskan nomor 10?" Tanya guru di depan.

Teman-teman kelasku masih enggan untuk mengacungkan tangan mereka. Tepatnya justru malah saling lirik melirik. Aku yang memang kurang paham dengan alur materi hari ini tidak minat sama sekali untuk mengangkat tanganku apalagi sampai menjelaskan materi tersebut.

"Mau ibu tunjuk atau—"

"Saya!"

Aku mengacungkan tanganku setinggi mungkin. Perhatian sang guru kini sudah ada padaku, aku tidak punya banyak waktu daripada kehilangan kesempatan lagi.

"Ya, kamu!"

"Saya izin ke toilet bu." Kataku.

"HUHHHH." Sorak-sorai itu diberikan padaku dari mereka yang nampaknya salah paham tentang maksudku mengacungkan tangan tadi.

"Saya kira mau menjelaskan."

"Kapan-kapan saja bu. Emergency."

Dan akhirnya urusanku dengan guru ekonomi tersebut selesai. Begitu pintu kelas kututup, aku langsung lari mencari objek yang sempat hilang jejaknya sejak terakhir ku lihat saat aku masih di dalam kelas tadi.

"Ketemu lo!"

Mataku memang minus akan tetapi, untuk melihat sesuatu yang menarik memang bisa mendadak jadi sehat sempurna kembali haha. Berhasil sudah aku menemukan objek yang sempat hilang jejaknya. Arahnya menuju toilet, sama seperti lokasi yang digunakan untuk alibi yang ku buat. Kalau memang sudah ditakdirkan begitu, mau hilang sekalipun pasti bakalan ketemu.

Aku sudah tak lagi berlari-larian di lorong koridor ini. Isi kepalaku mendadak sibuk untuk menyusun kalimat-kalimat yang akan kupakai nanti saat hendak berbicara dengan dia. Hanya saja, sepertinya aku kehilangan kesempatan untuk itu dan terlalu lama menyusun kalimat sebab tidak terasa toilet sudah di depanku dan dia masuk kedalam sana, aku tidak mungkin menyusulnya. Satu-satunya adalah dengan cara menunggunya keluar sendiri setelah selesai dengan urusannya.

Berbohong memang tidaklah baik dan hukum alam adalah nyata hingga alam semesta mendorong kebohongan ku agar menjadi nyata. Tiba-tiba saja perutku mules dan sakit. Toilet memang sudah ada di depanku sekarang, hanya saja jika aku pergi masuk ke sana kemungkinan aku tidak akan tahu kapan Kenzo keluar dari toilet sebab ruang toilet kami berbeda. Ya benar, objek yang sempat hilang tadi itu adalah Kenzo. Dia yang sedang ku tunggu-tunggu.

12:22 dandelion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang