05. Letter

10 3 3
                                    

Happy reading

Gundah gulana menggebu lara,
Merindu fatamorgana yang terlalu nyata,
Rindu tak bisa terucap jelas,
Malam demi malam terlintas bayangmu dalam pikir yang tak ada habisnya,
Tinta pena ku gores dengan luka pilu yang meraung,
Sukma ku terus mengikat namamu dalam gema kehampaan,
hasrat bergemuruh mencapai puncak asmara,
Harap fana tak menentu,
Belum sempat ku memastikan rasa mu namun, aku sudah jatuh,
aku jatuh dalam segala pesona sempurna mu,
Aku terjebak dalam labirin hampa

-12:22
Dandelion-

5 hari telah berlalu dan aku belum juga bertemu dengan Kenzo. Aku sangat-sangat mengkhawatirkannya, bahkan aku hampir menangis di hadapan Hana. Apakah Kenzo baik-baik saja? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu berputar di kepalaku dan wajah Kenzo yang tertawa lepas saat itu terus terngiang. Aku sungguh merindukannya.

"Chel, ayo pulang." Ucap Hana yang menghampiriku ke kelasku.

"Duluan aja, gue masih ada urusan." Ucapku.

Bohong, tidak ada urusan yang mau kulakukan di sekolah selain duduk di DPR. Hana yang mengerti pun tak mengucapkan apa-apa, hanya memberi satu jempolnya lalu pergi meninggalkanku sendirian di kelas karena saat ini di kelas hanya ada aku. Aku pergi ke DPR dan duduk di salah satu bangkunya. Aku mendongakkan kepalaku, melihat daun-daun yang berjatuhan walaupun aku takut akan ada ulat yang ikut berjatuhan.

Seseorang datang ke arahku dan menundukkan kepalanya untuk bertatapan denganku. Melihatku yang terkejut dan tidak bergeming, dia segera duduk di sebelahku. Aku meluruskan kembali pandanganku ke depan sembari mendeteksi kenyataan.

"Kenapa kaget gitu?"

"Kenzo..." Ucapku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kenapa? Kamu kangen aku?" Ucap Kenzo yang membuatku mengangguk dengan spontan.

"Kenzo, kamu kemana aja? Kamu gapapa kan? Kamu sakit? Sakit apa? Udah ke dokter? Kamu tau gak sih aku tuh khawatir banget sama kamu, aku juga gak berani nanya ke temen kelas kamu yang pada sibuk sama bukunya."

"Satu-satu kalo nanya tuh, aku gak kemana-mana, aku gapapa sekarang, iya aku sakit, aku juga gatau sakit apa tapi, kepala aku lumayan pusing, aku gak ke dokter soalnya gak perlu."

"Kalau sakitnya parah gimana??" Tanyaku dengan khawatir yang tidak dijawab oleh Kenzo, dia hanya terkekeh.

"Aku pengen nanyain kabar kamu tapi, gatau gimana, nomor telepon kamu aja gak punya."

"Aku gak punya handphone."

Zaman sekarang tidak punya handphone? Bahkan balita pun mempunyainya. Ya, mungkin saja kondisi ekonominya ataupun Kenzo memang anak kutu buku yang tidak ingin diganggu oleh Handphone. Itu bisa saja terjadi.

"Tulis aja nomor telepon kamu, biar aku yang telepon." Ucap Kenzo seraya memberikan telapak tangannya.

Aku mengambil pulpen di tas ku, lalu menuliskan nomor teleponku di telapak tangan Kenzo dengan emot love di akhir nomor yang ku gambar dengan iseng. Aku menatap sedikit kesal ke telapak tangan Kenzo yang berisi nomor telepon ku. Aku kesal membayangkan aku yang tidak bisa bertukar pesan dengan Kenzo hanya untuk sekedar bertanya kabar, dan aku hanya bisa menunggu Kenzo meneleponku yang entah kapan.

"Aku gak bisa chattingan dong sama kamu, aku juga gak bisa nelepon kamu kalo kangen soalnya aku gak yakin kamu bakal nelepon aku."

Kenzo berdiri lalu mengacak-ngacak rambutku. Apa-apaan sih dia ini? Memang benar rambutku yang Kenzo acak-acak tetapi, hatiku juga ikut dia acak-acak. Kenzo sangat meresahkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

12:22 dandelion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang