- Three -

13 1 0
                                    

Dari atas gedung paviliun utama, Henriette dan ayahnya-- Duke Oeslan menonton pertarungan Andrew dan Azora dengan seksama. Mereka berdua sama-sama merasa lega melihat interaksi tak terduga itu.

"Ayah, bukankah sepertinya Putri Azora sudah sedikit berubah?"

Duke Jameson mendesah pelan. Tidak salah, tapi juga tidak bisa dianggap benar. "Ya, aku bersyukur akan hal itu!"

Henriette menangkap ketidaknyamanan ayahnya saat menjawab pertanyaannya. "Apa ada yang salah dengan Putri? Kenapa Ayah sepertinya masih mengkhawatirkan beliau?"

"Ah, itu ...."

'Pangeran Ke-tiga!''

Duke Jameson Oeslan memejamkan mata sambil memegangi keningnya. "Tidak, tidak apa-apa. Yah, kau benar! Mungkin aku terlalu mengkhawatirkannya!"

Henriette terlihat tidak suka. "Ayah selalu begitu, deh. Saya sedih, Ayah lebih menyayanginya!" Ia berakting sedih.

"Tidak, bukan begitu!" Jameson menatap putrinya, cemas. "Henriette, kau akan menetap di sini, kan?"

"Ya, seperti perintah Ayah. Saya akan menjadi teman bermain Putri selama tiga bulan!" Henriette menepuk pelan lengan ayahnya. "Jadi, Anda tidak perlu khawatir lagi. Saya bisa merasakan kalau Putri sudah sedikit ada perubahan setelah kembali dari pengasingan!"

"Begitukah? Syukurlah. Kau memang sangat ahli dalam menilai, Putriku. Ayah sangat menyayangimu!" Jameson mengelus lembut pucuk kepala putrinya.

Huh, kalau memang sayang, kenapa Ayah masih bermain rahasia seperti ini. Sebenarnya, apa yang terjadi. Setelah ayah pulang dari mengunjungi Putri yang terakhir kalinya, ayah langsung berubah. Apa, apakah ayah mendengar sesuatu yang tidak baik dari mulut Putri Azora. Ck. Ini sungguh merepotkan. Batin Henriette.

Sementara itu. Di area latihan yang menjadi saksi bisu pertarungan sengit antara Azora dan Andrew menghasilkan poin penuh untuk Andrew. Pemuda itu benar-benar tidak ada ampun dalam melatih kekuatan Azora.

"Baiklah, kita akhiri sampai sini!" titah Andrew melihat Azora yang duduk kelelahan di lantai.

Tidak ada jawaban. Namun, Andrew bisa melihat dengan jelas raut wajah tak puas dari Azora. Mata biru gadis itu berkilat tajam menatapnya seolah dia adalah mangsa yang sangat enak. "Apa kau baik-baik saja?"

Azora menggeleng pelan. "Ini ... huh, huh, melelahkan. Tapi, aku~ tidak puas!" Iris mata gadis itu sedikit berair. Dia hampir menangis karena terlampau kesal. "Kau sangat kuat, aku benci itu!"

Andrew tertawa kecil. Lalu, menarik tangan Azora agar adik tirinya itu berdiri tegak. "Terima kasih untuk pujiannya. Tapi, kau juga termasuk lawan yang tidak terduga. Bahkan aku butuh waktu lebih dari lima tahun untuk bisa menjadi sepertimu seperti sekarang!"

"Jangan mencoba menghiburku!!!" desis Azora kesal bukan main.

Andrew mengambil pedang milik Azora dan dengan perhatian-- ia mengelap pedang itu dengan telaten, lalu memasukkannya ke dalam sarung pedang milik gadis itu. "Apa kau pernah melawan monster menggunakan pedang?"

"Tidak, belum!" ketus Azora melipat kedua tangannya di dada.

Andrew tersenyum simpul, lalu meletakkan pedang Azora tepat di tangan cantik gadis itu. "Mungkin itulah letak perbedaannya. Kau hanya kurang pengalaman di lapangan. Jadi, kapan-kapan ... mau pergi berburu?"

"A-apa maksudmu pergi berburu monster?" tanya Azora, antusias.

Andrew menggeleng cepat. "Tidak-tidak! Kalau kau ingin berburu monster, lebih baik gunakan busurmu!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nona Jahat yang Terpuruk Telah BangkitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang