The Bear, The Doctor, and The Blue Lemon

448 98 7
                                    

Dear Diary,

Sudah tiga hari semenjak aku menemukan luka cakaran di lengan Yerim. Anak itu mulai berhenti menyebut nama kakak yang lain. Kurasa hantu-hantu itu mulai takut padaku.

Tapi omong-omong, Yerim selalu marah bila aku menyebut mereka hantu. Anak itu bilang bahwa mereka itu ada wujudnya, mereka itu manusia. Bahkan Seulgi yang merupakan seekor beruang, dia juga mewujud manusia. Namun aku tak bisa melihatnya, aku tak bisa melihat mereka. Mereka bisa melihatku, tapi aku tak bisa melihatnya. Sudah pasti mereka itu memang hantu, bukan?




Yerim menatap gadis yang sedang sibuk mengganti perban pada lengannya. Gadis di sampingnya itu tersenyum lebar, cerah sekali.

"Kak Wendy" panggil Yerim.

Gadis di sampingnya menoleh, senyuman di wajahnya tak meluntur walau sedikitpun.

"Kak Seulgi tak pernah menemuiku lagi. Kakak memarahinya?" tanya Yerim.

Gadis di sampingnya itu tertawa kecil.

"Tak pernah menemuimu? Dia tidur bersamamu setiap malam, lalu pergi sebelum matahari mulai terbit" jelas Wendy lembut, ia membetulkan kembali lengan baju Yerim yang sebelumnya tersingkap, pekerjaannya telah selesai.

"Lalu kenapa dia tak mau berbicara denganku?" tanya Yerim lagi.

"Aku memarahinya, aku bilang dia terlalu berbahaya untukmu. Kabar baiknya, dia penurut. Tidak seperti si lemon biru" Wendy mengendikkan bahu.

Yerim menatap lengannya, "Kak Seulgi tidak berbahaya, kak. Kakak sendiri tahu dia tidak sengaja mencakarku saat aku menyuruhnya pulang"

Wendy mendesis sebal. 

"Coba bilang begitu pada Joohyun. Aku yakin dia akan marah"

Yerim menghela napas. "Dia sudah marah. Dia bahkan marah pada kakak"

"Huh?! Dia marah padaku juga? Kenapa?! Aku merawat kalian berdua! Menurutmu siapa yang membantunya agar cepat sembuh saat demam kemarin?!" seru Wendy tak terima.

"Kak Wendy! Kak, tenanglah!" Yerim menahan tubuh Wendy yang hendak berdiri, bisa gawat bila ia tak menahannya.

Kak Wendy adalah salah satu kakak favorit Yerim. Dia pintar, dia bilang dia adalah seorang dokter. Dia lembut dan dewasa, sifatnya hampir sama dengan Kak Joohyun. Tapi Kak Wendy sedikit berbeda. Dia akan meracau tanpa henti seperti orang gila bila ada orang yang tak menyukainya. Kak Wendy seorang perfeksionis. Dia tak pernah terima apabila ada orang yang mengkritiknya atau tak menyukai apa yang dilakukannya. Kak Wendy pikir semua yang ia lakukan adalah kebaikan dan kebenaran, tidak boleh ada yang memprotesnya.

"Orang gila. Kamu masih mau berteman dengannya, Yerim?" 

Yerim menatap seorang gadis yang telah berdiri angkuh, tangannya menyilang. Gadis itu menatap remeh Yerim yang masih duduk dengan raut bingung.

"Kak Joy" lirih Yerim pelan. Ia menunduk sedikit takut, Kak Wendy sudah pergi.

Joy menyejajarkan tingginya dengan Yerim. Gadis itu mengangkat dagu Yerim dengan paksa.

"Joohyun, Seulgi, dan Wendy itu membosankan. Mereka semua gila. Lebih baik kau ikut aku saja. Kita bisa pergi dari sini. Bawa semua uang orang tuamu dari sini, kita akan kaya" bisik Joy, tangannya mulai menarik lengan Yerim paksa.

Yerim menggeleng kencang, gadis itu mulai berteriak.

"Tidak! Aku mau bersama Kak Joohyun! Aku mau Kak Joohyun! Kak Joohyun, bangun! Kak Joohyun!" teriakan Yerim memenuhi ruangan.

Bibi Park yang mendengar teriakan dari Yerim langsung berlari dengan tergesa, membuka pintu kamar Yerim kencang.

"Ada apa, Nona?" serunya. Bibi Park melihat Yerim yang tengah menangis di samping Joohyun yang tergeletak begitu saja di lantai.

"Ya Tuhan! Nona Joohyun tidur berjalan lagi?" tanya Bibi Park, membantu Yerim untuk mengangkat kakaknya ke atas kasur.

Yerim hanya mengangguk, mengusap air matanya.

Gadis itu menunduk berterima kasih.

"Terima kasih, Bibi. Sebentar lagi pasti Kak Joohyun akan bangun"



Biasanya, setelah Kak Joohyun menyelimuti dan mengucap selamat tidur di samping telinganya, Yerim pasti akan langsung tidur terlelap.

Tapi malam ini Yerim mati-matian menahan diri agar tetap terjaga. Hingga jarum jam menunjuk angka dua belas, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.

Ucapan Kak Wendy benar. Kak Seulgi sepertinya selalu datang ke kamar Yerim di tengah malam, Yerim menahan napas saat dapat merasakan lengan Seulgi yang mulai melingkar memeluknya hangat.

"Kak Seulgi" ucap Yerim pelan, tapi cukup untuk membuat Seulgi terkejut.

"Kenapa belum tidur? Kak Joohyun akan marah kalau kau belum tidur!" bisiknya.

Yerim membalas pelukan hangat dari Seulgi.

"Kenapa Kak Seulgi selalu kesini tiap malam?" tanya Yerim, mengabaikan pertanyaan Seulgi sebelumnya.

Seulgi mengelus rambut Yerim pelan.

"Aku takut lemon biru akan membawamu pergi di malam hari. Dia suka kegelapan" jelas Seulgi.

Yerim mendongak, "Kak Joy tidak akan membawaku pergi. Aku akan tetap disini"

Seulgi menatap Yerim tajam.

"Jangan sebut namanya seperti itu! Sebut lemon biru! Kak Wendy bilang dia akan semakin kuat bila kau menyebutnya seperti itu!" seru Seulgi.

"Kak Joohyun lebih kuat" ucap Yerim pelan.

Wajah Seulgi kini berubah menjadi panik.

"Kamu hampir membuatnya datang!" panik Seulgi.

Yerim tersenyum kecil, ia kembali menatap lamat wajah Seulgi.

"Malam ini aku mau tidur dengan Kak Joohyun, dia lebih kuat daripada Kak Joy. Kak Seulgi bisa pergi malam ini, tidak perlu khawatirkan aku"

Seulgi terdiam sebentar, akhirnya ia mengangguk.

Kak Wendy sekali lagi benar, Kak Seulgi memang penurut.

"Ayo" ajak Seulgi yang mulai beranjak, ia menjulurkan tangannya pada Yerim.

Yerim dengan senang hati menggenggam tangan Seulgi. Mereka berdua berjalan beriringan menuju kamar milik Joohyun.

Yerim berdiri di hadapan kakaknya, tersenyum tipis.

"Kak Joohyun" ucap Yerim pelan, tangannya mengusap pipi Joohyun lembut.

Persis saat Joohyun membuka matanya, Seulgi telah hilang bersama angin malam.

"Uh? Aku tidur berjalan lagi, ya?" tanya Joohyun sebal, ia bangun dalam keadaan berdiri di hadapan Yerim.

Yerim membantu kakaknya kembali ke atas kasur, memeluknya.

"Aku mau tidur dengan kakak" ucapnya sebelum Joohyun sempat bertanya.

Joohyun mengelus surai Yerim lembut.

"Tiba-tiba sekali" ucap Joohyun dengan nada mengejek.

Yerim mengangkat bahu, "Aku takut tidur sendiri. Mulai malam ini aku mau tidur dengan kakak saja" lanjutnya.

Joohyun tidak berkomentar, ia kembali memejamkan matanya seraya tersenyum.

Begitu juga dengan Yerim, gadis itu tersenyum lebar sembari memeluk kakaknya erat.

Dari empat kakak yang ia punya, Kak Joohyun adalah satu-satunya kakak yang paling ia sayangi.


— 




DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang