Part 2

4K 261 16
                                    


 .

.



          Dikelas itu terlihat murid-murid kelas 1-2 tengah sibuk menghabiskan waktu luangnya. Meskipun sekolah sudah selesai mengadakan festival musim dingin besar-besaran pada tanggal 5-6 desember lalu tetap tidak membuat murid itu dapat beristirahat dengan cukup walaupun mereka hanyalah murid high school tingkat pertama.


          Murid korea tidak pernah mengenal kata lelah dalam belajar, walaupun ia sudah sangat lelah tetap saja tuntutan masyarakat terus mendorong mereka untuk tetap giat dalam belajar agar menjadi orang besar di keluarga dan mertua mereka kelak.

          Dikursi paling belakang dekat jendela terlihat Sena yang sedang merenung sambil menatap keluar dengan wajah datarnya. Ia tak peduli dengan semua penjelasan dasar-dasar rumus kimia yang dijelaskan oleh gurunya didepan kelas itu karena ia masih berada didunianya sendiri.


Dunia paling suram yang ia punya.


Ingatan masa lalu yang menyedihkan itu kembali teringat olehnya. Sebuah masa yang begitu kritis dan tepat menghantam hatinya untuk berhenti menghiraukan dunia.

          Sena gadis sebatang kara semenjak dua tahun lalu. Tepatnya ketika Sena berada ditingkat kedua sekolah menengah. Saat itu juga dunia Sena berubah sangat drastis. Sena yang dulunya gadis periang dengan bakat-bakat music terutama piano yang ia punya lenyap bagaikan angin. Sekejap mata ia menjadi gadis yang dingin dan tidak peduli dengan sekitar.


Baginya orang lain hanyalah sebuah bayangan yang tak berguna.



          Ia begitu membenci dirinya sendiri ketika ia tidak mampu untuk menyembuhkan ataupun menyemangati ibunya dari kanker sum-sum tulang belakang stadium lanjutan. Dihari ibunya meninggal Sena diutus oleh wali kelasnya untuk berpartisipasi di Winter Festival sekolahnya sebagai pianis. Hal itulah yang membuat Sena takut untuk mengetuk tuts piano lagi. Ia trauma jika sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi lagi ketika ia bermain piano.


          Piano seakan sudah terbakar dan hancur didalam hatinya. Ketika ia melihat piano hal pertama yang muncul di benaknya yaitu ibunya. Saat itu juga ia mulai bermain dengan fantasy nya.


Andai saja jika ibunya masih ada pasti ibunya langsung mengajaknya ke toko musik hanya untuk bermain piano kemudian pergi begitu saja. Itu adalah kebiasaan ibunya karena ibunya tidak mempunyai banyak uang semenjak ibunya menderita penyakit yang ganas itu. Hal itu membuat ibu Sena selalu merasa bersalah karena tidak bisa membahagiakan anak semata wayangnya. Tapi bagi Sena jika ibunya sudah disampingnya itu sudah lebih dari cukup.


Sudah terlambat, sudah terlambat bagi Sena untuk berandai-andai. Ibunya sudah pergi dengan kenangan-kenangan indah yang ia tinggalkan pada anaknya.


          Semenjak kecil Sena sudah dididik untuk mempelajari seni musik oleh ibunya. Ketika temannya pergi untuk bermain game computer atau bermain bersama anak seusianya maka Sena harus pergi memenuhi jadwal les pianonya.

Love In ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang