01. Bagaimana dengan aku?

26 5 0
                                    

Takdir seolah mempermainkannya, kepercayaan yang selama ini Asha berikan seolah tiada artinya bagi Cakra. Tepat duam minggu menuju lamarannya Cakra memberi sebuah pengakuan yang mencengangkan. Pengakuan yang sukses membuat hati Asha pecah berkeping-keping.

Pandangan Asha memudar, air mata yang ada di pelupuk matanya jatuh tak tertahankan. Apalah arti hubungan empat tahun kemarin, semua hanya sia-sia.

"Aku gak bisa ngelanjutin hubungan ini, Sha. Ternyata aku gak bisa maksain diri buat terus sama kamu" ungkap Cakra dengan penuh penyesalan.

"Kenapa?" Tanya Asha lirih, ia masih terguncang dengan semua kejujuran dari Cakra.

Cakra memandang wajah Asha dengan lekat. "Aku udah gak punya perasaan apapun ke kamu—"

"Kenapa harus sahabat aku? Kenapa harus Naya, Cak?" Potong Asha, suaranya sudah sangat bergetar. Bahkan kini tangannya sudah memegang kepalanya yang berdenyut hebat.

Sekarang Cakra terdiam, seolah semua kata-kata hilang dari otaknya. Lidahnya kelu tak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun. Sekarang ia hanya bisa tertunduk lesu.

"Aku sayang sama kamu, Sha. Aku jujur seperti ini karena aku gak mau nyakitin kamu" ujar Cakra.

Pandangan Asha menatap Cakra dengan begitu tajam, seperti ingin mengulitinya hidup-hidup sekarang juga. "Lalu, kamu pikir sekarang yang kamu lakuin ini, gak nyakitin aku?"

Asha menghembuskan napasnya berat. Empat tahun kemarin ternyata tak menjamin hubungannya berakhir dengan keseriusan. Manusia terlalu dinamis untuk dimengerti. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Cakra, apa yang kurang dari dirinya hingga Cakra tega bermain di belakang Asha? Yang membuat ia semakin geleng-geleng adalah bahwa Naya, seseorang yang selama ini ia percaya tega menusuknya dari belakang.

Sebenarnya Asha tak siap untuk mengulik lebih dalam lagi, namun sudah kepalang tanggung. Lebih baik semua dibongkar. Matanya kembali menatap manik Cakra dengan tajam, "sudah berapa lama hubungan kalian?"

"Sudah satu tahun lebih." Hancurlah sudah semuanya, semua harapan yang Asha bangun, semua mimpi-mimpi yang ia rajut bersama Cakra nanti. Jelas bahwa perlakuan manis Cakra bukan hanya Asha yang merasakan, namun Naya juga.

"Sudah! Cukup, Cak." Asha membekap mulutnya untuk meredam tangisnya. Terdengar sangat memilukan, bahunya bergetar hebat, air matanya semakin deras.

"Maaf, Sha" Tutur Cakra, ia memperdalam tundukannya seolah larit dalam tangisan Asha.

Jika di lihat ke belakang, hubungan mereka sudah terbilang cukup lama. Keduanya sangat harmonis dan kompak, bahkan pertengkaran pun jarang hadir di tengah-tengah mereka. Asha dan Cakra selalu memegang komitmen mereka untuk saling komunikasi dan terbuka, namun entah apa dan bagaimana, sekarang Cakra bukan lagi sosok yang Asha kenal. Sangat berbanding terbalik dengan yang dulu.

Cakra yang sekarang terlihat begitu acuh dan tak sehangat dulu, bahkan sering kali ia mengabaikan segala bentuk komunikasi di antara mereka. Asha pikir hal ini biasa terjadi disaat menjelang pernikahan, namun ternyata semua ada hal yang Cakra sembunyikan di belakang Asha.

"Kita akhiri saja hubungan ini, Cak" kalimat itu terlontar begitu jelas di telinga Cakra.

Asha sudah bulat dengan keputusannya. Tidak ada gunanya meneruskan hubungan yang sudah di nodai dengan sebuah kebohongan apalagi perselingkuhan. Biarlah Cakra melanjutkan kisah kasihnya bersama Naya. Tak apalah membatalkan lamaran mereka, meskipun semua hampir matang dan sempurna, namun apa boleh buat? Tidak bisa dipaksakan jilakau memang takdir harus berkata pisah.

Bagaimana dengan Asha? Biarlah sakit ini menjadi urusannya. Asha sadar bahwa dirinya sudah tak lagi bersemayam di hati Cakra. Ia tidak bisa memaksa Cakra untuk terus berada di sisinya, memaksa tetap melanjutkan pernikahan mereka yang sudah tidak berdasarkan cinta. Itu sangat menyedihkan. Lebih baik cukup sampai disini.

Cakra memandang wajah Asha lamat. Ia sadar sudah begitu banyak menyakitin Asha, ia tidak ingin semakin menambah rasa sakit di relung hati Asha. Asha berhak mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari pada dirinya.

Keduanya setuju dengan keputusan ini. Mengakhiri hubungan yang sudah lama mereka bangun, merobohkan semua harapan dan mimpi mereka bangun.

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang