08. Panggilan Khusus

3 3 0
                                    

Sebuah bentang alam laut cantik di depan mata, Asha dibuat jatuh cinta oleh bekali-kali oleh pesona pemandangan ini. Air jernih yang menampakkan terumbu karang yang elok, hilir mudik kapal nelayan, pemandangan gunung Banda Neira yang megah. Hanya dengan berdiam diri sembari menikmati pemandangan sudah cukup membuat hati dan pikirannya tenang dan sejuk.

Di Minggu pagi ini, para relawan di bebaskan untuk melakukan aktivitas apapun sebelum esok mereka akan melakukan program kerja mereka masing-masing. Jenis relawan tahun ini terbagi
menjadi dua, yaitu; relawan kesehatan dan relawan pendidikan. Dari namanya, sudah jelas kalau kegiatan mereka akan memberikan pelayanan bantuan kesehatan dan juga edukasi. Karena Asha memiliki latar belakang pendidik, maka ia akan mengajar bersama rekan-rekan yang memiliki minat di bidang yang sama dengannya.

Ngomong-ngomong soal mengajar, Asha jadi ingat dulu semasa kuliah, ia sering mengunjungi Rumah Baca untuk mengajar, berdongeng, dan bermain dengan anak-anak di sana. Astaga, ternyata sudah lama sekali ia tidak berkunjung ke sana! Bagaimana kabar mereka, ya? Asha jadi merindukan mereka semua. Ingatkan Asha untuk berkunjung setelah sepulangnya dari sini.

Sebelumnya, Asha sedang asyik duduk di tepi jembatan kayu sembari mengayun-ayunkan kedua kakinya dengan riang. Namun, tiba-tiba  pengelihatannya beralih pada anak-anak yang melompat dari jembatan menuju laut dengan gembira. Asha bangkit untuk melihat lebih dekat keseruan mereka, kebahagiaan mereka tampak menular sehingga membuat senyum Asha terbit. Ia terperangah saat melihat kepiawaian mereka di dalam air, lihai dan lincah!

Di tengah-tengah kegiatannya, Asha dikejutkan dengan kedatangan Maura dan juga Nandita.

"Sha, mau ikut ke pasar gak? Sore ini kita ada rencana masak bareng. Mumpung hari Minggu, sebelum besok kita udah riweh sama kegiatan masing-masing" ajak Nandita diikuti oleh anggukan dari Maura.

Asha memutar otaknya, pemandangan di depannya ini sayang untuk di angguri, tapi Asha juga ingin menelisik lebih jauh pulau ini. "Boleh, deh. Aku ikut!"

Mereka berjalan bersama menuju pasar dengan berjalan kaki. Beberapa kali warga setempat menatap mereka sambil memberi senyuman, benar-benar ramah. Beberapa dari mereka juga menyapa mereka sebagai relawan, mungkin sebab kepala desa memberi tahu bahwa desa ini kedatangan relawan? Asha tidak tahu. Namun yang pasti, Asha merasa kehadiran mereka sangat di terima di desa ini.

"Kalian mau ke mana?" Suara berat itu menyapa mereka dari belakang.

"Eh ada Kak Bian. Ini kak.. kita mau ke pasar. Nanti sore sih rencana relawan putri bakal adain masak-masak gitu. Ajak yang lain ya, Kak!" Jawab Maura.

Bian tampak mengangguk-anggukan kepalanya, "Gak mau kita antar? Siapa tau ada yang bisa kita bantu?"

"Kayaknya belum perlu, sih, Bi. Kita bertiga bisa, kok" tolak Nandita. Ia pikir kemungkinan besar mereka bertiga bisa membawanya, semoga. Nandita menolak juga ada alasan, setahu Dita relawan laki-laki kemarin hingga menjelang malam sibuk membangun stand. Pasti sangat melelahkan. Ya.. hitung-hitung mereka gantian hari ini memasak untuk makan bersama dan membiarkan para relawan laki-laki beristirahat.

Bian melirik Asha yang tampak hanya berdiam sambil menyipitkan kedua matanya agar menghalau panas yang begitu menyengat. Diam-diam senyumnya terbit tatkala melihat kedua pipi Asha yang sedikit memerah karena terik matahari, mungkin karena kulit Asha putih jadi rona merah itu semakin tampak. Terlihat menggemaskan di matanya, eh? Apa-apaan, sih, Bi! Bian langsung merutuki batinnya sendiri.

"Kak Bi, sohib Kakak pada kemana?" Tanya Maura sembari memanjangkan lehernya untuk mencari keberadaan teman sejawat Bian. Siapa lagi kalau bukan Juna, Reno, dan Ditto.

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang