Saya, kami, dan semua ceritanya
========
Artharius Buana Bayu, biasa di panggil Rius, atau kalau mau panggil sayang juga boleh. Kebetulan, beliau ini jomblo.
Tidak ada yang terlalu menarik tentang dirinya. Rius sama seperti manusia lainya.
Rius suka fotografi, Rius suka mie malam hari, Rius suka lapar, Rius suka ngantuk, Rius suka makan, dan Rius juga suka tidur. Eh, ada satu hal yang tertinggal, Rius suka Nika (nanti Rius ceritakan siapa itu Nika)
Yang tidak Rius sukai, ada banyak. Ia tidak suka makanan laut. Dampaknya buruk bagi tubuhnya. Ia juga tak suka susu, tak suka kecap dan saos di dalam makanan berkuah. Tidak bisa makan strawbarry, juga tidak bisa makan sayur kol.
Hal yang Rius cintai setelah keluarganya adalah, kopi. Kopi sudah seperti belahan jiwanya, sehari tanpa kopi, jiwanya akan mati. Begitu kira-kira hiperbolanya.
Lahir di keluarga sederhana, dimana Mama seorang ibu rumah tangga biasa yang memiliki toko Kueh kecil di deretan pertokoan jalan utama depan komplek. Pintar memasak, pintar merapikan lemari, cantik, dan aarrghhh.. Mama adalah definisi wanita sempurna bagi Rius..
Sedangkan Ayah seorang pengabdi negara. Beliau itu tentara yang saat ini bertugas di Kepulauan Riau. Jarang pulang, mirip Bang Toyib. Karna pekerjaan Ayah juga, dulu Rius dan keluarga sering berpindah-pindah rumah, mengikuti kota dinas Ayah. (Yang alhamdulillah-nya sekarang sudah menetap pasti dirumah yang sekarang.)
Meski dijuluki Bang Toyib karna pulang tidak tentu, tapi Ayah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Rius. Saat Ayah pulang dinas, paling tidak Rius akan seharian berada di kebun belakang dengan Ayah. Menanam apapun yang bisa di tanam, sembari mendengar Ayah yang terus bicara. Bicara soal 'mengapa Pak Juned selalu mengenakan sarung', bicara tentang berapa laki-laki yang sudah gencar mendekati Mama (Karna Ayah jarang pulang, hingga Mama dikira sudah janda.), mengenai hutang negara dan membandingkanya dengan hutang shamponya Mama di warung Bu Iyem, bicara soal sekolah Rius yang setiap harinya di lempar penghapus, juga bicara mengenai hidup yang tidak bisa di prediksi.
Dan Rius, adalah anak Ayah yang paling betah berlama-lama dibawah terik matahari guna mengisi pot demi pot. Mengganti tanaman yang sudah mati dengan yang baru, juga paling betah kalau harus mendengar jokes-jokes yang Ayah bawa dari perantauan. Sungguh, Rius tidak pernah bosan dengan hal itu.
"Hidup itu kayak ngerawat tanaman. Kalau kita tidak serius merawatnya, maka hasilnya tidak akan baik. Sama seperti hidup, kalau tidak serius menjalani sesuatu, maka hasilnya juga tidak akan bagus."
"Hah?" Wajah belur Rius menatap tidak mengerti. "Apa sih, Yah. Nggak paham aku. Aku masih muda, belum paham bahasa kehidupan kayak gitu."
Saat itu senin sore, dimana Juna terbaring lelap di teras dekat mereka, sedangkan Ayah dan anak itu masih asik berbicara. Menggali tanah dan mengisi pot-pot kecil sukulen.
"Justru itu, kamu harus paham bahasa kayak gini dari kamu masih muda." Ayah mengangkat pot besar yang baru saja diselesaikanya, memindahkanya pada tatakan beton di ujung pagar. "Kamu udah bisa tawuran, kamu udah berani bonyok, tapi kamu nggak tau apapun soal hidup?"
Pergerakan Rius terhenti. Ia menoleh pada Ayah yang masih mengatur posisi pot besar itu. Menatap punggung perkasa yang jarang sekali ia lihat demi menafkahi keluarganya. Saat itu Rius mulai berfikir, kepada siapa Ayah mengeluh lelah? Apa Ayah tidak pernah lelah? Sedangkan Ayah selalu jauh dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abu Tentang Biru
Teen FictionTentangnya, dunianya dan semua cerita yang di dengarnya. Abu-abu yang bercerita tentang si biru. Si biru yang menjadi rumah, menjadi raga, menjadi suara, menjadi telinga, dan menjadi tiang yang sekuat baja. Ini Rius, dan semua tentang hidupnya. Ju...