AIA-3

739 65 8
                                    

"Anda yakin sama Henna?"

Tubuh Nuca menegang mendengar pertanyaan itu. Dia berlari menuju jendela dan melihat Henna yang baru keluar dan masuk mobil. Lantas dia menatap Tenica yang masih memperhatikannya. "Kenapa lo tanya gitu?"

Tenica terdiam. Otak dan pikirannya saling berdebat. Dia paling enggan ikut campur urusan orang lain, tapi barusan dia ikut campur. Entahlah, dia takut masalah waktu itu terulang. "Saya pernah dapat klien yang menikah di usia senja. Di tengah acara, anak dan istrinya datang dan bikin kacau."

"Ha?" Nuca tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Tenica. Dia kembali dan berdiri di hadapan wanita itu. "Maksud lo?"

"Orang itu justru menyalahkan saya karena pernikahan impiannya kacau," cerita Tenica. "Saya nggak mau hal itu terulang ke Anda. Bisa jadi Anda menyalahkan saya kalau pertunangan itu hancur. Padahal, inti masalahnya ada di Anda dan Kak Henna."

Nuca tersenyum, mulai mengerti maksudnya. "Tenang aja. Gue nggak sebodoh klien lo dulu kok," jawabnya. "Gue pikir lo peduli, tahu."

Tenica menatap Nuca yang tampak santai dan tidak sakit hati setelah diperlakukan dingin oleh Henna. Jika, dia yang mendapat perlakuan seperti itu pasti akan marah hingga menangis. Ayolah, dia tahu mana pasangan yang benar-benar ingin bertunangan dan yang tidak. "Saya beri waktu tiga hari."

"Buat?" Nuca mengernyit.

"Kasih Anda waktu mau lanjut pertunangan atau tidak," jelas Tenica. "Jika, berhenti di tengah jalan, uang tidak bisa kembali."

Nuca bersedekap. Dia pikir, Tenica itu wanita kaku yang tidak peduli dengan orang lain. Namun, wanita itu mematahkan penilaiannya. "Tenang aja. Gue tahu risikonya!" Dia mengusap lengan Tenica menenangkan.

Pandangan Tenica tertuju ke tangan besar Nuca yang masih mengusap lengannya. Dia lantas kembali menatap Nuca. Lelaki itu tampan dengan wajah berbentuk oval dengan mata agak kecil. Kulit lelaki itu bersih tanpa ada jerawat. Bibirnya pink alami, sepertinya lelaki itu bukan perokok. Satu pesona lelaki itu, senyumnya. Terlihat sekali senyumnya manis dengan lesung pipi di sebelah kiri. Tenica kasihan jika lelaki itu harus disakiti.

"Gue ganteng, ya?"

Saat itulah Tenica sadar apa yang telah dilakukan. "Apaan?"

"Haha...." Nuca melihat jelas Tenica menatapnya intens. Apa lagi coba yang dipikirkan wanita itu jika bukan dia tampan?

"Bisa kita ke pembicaraan awal?" tanya Tenica sambil kembali duduk.

Nuca memperhatikan Tenica yang tampak salah tingkah. Pandangannya lalu tertuju ke kantung putih yang terjatuh di samping kaki meja. Dia mendekat lalu membungkuk.

"Ngapain?" Tenica bergeser ke samping saat Nuca tiba-tiba mendekati kakinya.

Nuca tidak langsung menjawab. Dia mengambil kantung belanjaan dan meletakkan di meja. "Gue tulus ngasih itu. Diterima, ya!"

Tenica mengembuskan napas lega. Dia sempat berpikir Nuca akan macam-macam. "Ya, makasih." Dia menggaruk tengkuk, malu atas pemikirannya sendiri.

"Jadi, pembahasan tadi sampai mana?" Nuca duduk di hadapan Tenica. Dia membuka katalog dan melihat beberapa konsep untuk acara pernikahan, pertunangan dan ulang tahun. Di bawah foto-foto itu terdapat keterangan lengkap dengan harganya.

Nuca membalikkan halaman hingga sampai terakhir. Setelah itu dia mendorong katalog itu ke Tenica. "Lo sesuaiin aja lokasi sama dress yang dipilih Henna cocoknya pakai konsep apa. Gue percaya lo lebih bisa nentuin mana yang terbaik."

Tenica tanpa sadar tersenyum. Sangat jarang bagi para lelaki menjawab seperti itu. Memang, mereka enggan ribet. Namun, jawaban Nuca mengisyaratkan ingin yang terbaik untuk Henna. "Baik, nanti saya cek lokasi dan baju pilihan Kak Henna."

All in AllTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang