つないだ手
"Hima, ayo buka mulutmu sayang. Kau belum makan sejak kemarin malam."
Gadis kecil itu masih bungkam. Tatapannya menerawang jauh dan terlihat sangat kosong. Tidak seharusnya gadis sekecil dirinya memiliki mimik wajah demikian.
"Hima, tolong dengarkan ayah. Ayah tidak ingin kau sakit. Ayah mohon ya~ sedikit saja asalkan ada makanan yang masuk kedalam perutmu."
Sang ayah masih mencoba merayunya, tapi gadis itu tak bergerak sama sekali. Bahkan melirikpun tidak.
"Hima, tolonglah. Kalau kau sakit ayah tidak tahu harus bagaimana." Tatapan pria itu terlihat sangat lemah. Walau sang ayah sudah mengemis berkali-kali, gadis kecil itu tetap tak mengindahkan ucapan tersebut.
Naruto menatap nanar wajah putri kecilnya. Hatinya berdenyut sakit tiap kali mengingat kejadian dimana Himawari harus dipisahkan dari kakaknya, Bolt. Dia benar-benar tak habis pikir dengan keputusan Hinata.
Tangan hangatnya menyentuh wajah mungil milik Hima dan lantas mengusapnya pelan. Suhu tubuh Himawari terasa sangat dingin. Bibir kecilnya pucat.
Pria itu masih mencoba untuk menahan gejolak di dadanya. Rasa sakit yang mendenyut dan membombardir seluruh rongga dadanya benar-benar sudah diambang batas. Jika dirinya bisa berteriak ia pasti sudah lakukan hal itu sejak tadi. Tapi ia masih harus bertahan. Untuk putri kecilnya dan juga untuk keluarganya.
"Hima, ayah mohon makanlah."
"..."
"Sedikit saja."
"Ayah~"
Suara serak milik Himawari menyapanya perlahan. Demi Tuhan Naruto merasakan pandangannya mengabur ketika putrinya memanggilnya. Himawari masih terlalu kecil untuk menerima beban seperti ini.
"Iya?"
"Hima sedang tidak ingin makan."
Bahu kekar miliknya melemah seketika. Semangat yang ia punya mengudara detik itu juga.
"Apa ayah juga sudah makan?"
"Sudah, sayang." Jawaban itu lebih terdengar seperti bisikan lemah.
"Ayah tidak bekerja hari ini?"
Naruto tertegun. Himawari memang sedang berbicara dengannya. Hanya saja, tatapan putrinya itu tidak sedikitpun tertuju padanya. Dia menatap lurus kedepan.
Piring berisi nasi yang sejak tadi berada pada sanggahan tangannya, kini ia letakkan diatas meja yang berada tepat disamping tempat tidur Himawari. Pria itu mencoba untuk mencari titik fokus amatan Hima.
Buku? Boneka? Ah, tidak! Terlalu banyak benda dan mainan yang teletak pada lemari kaca minimalis yang ada tepat dihadapan Himawari. Dan pasti bukan itu hal yang menarik perhatian putrinya.
Naruto mengguncang pelan bahu kecil Himawari. Dirinya masih berusaha untuk membuat Hima kecil kembali penuh pada kesadarannya.
"Ayah tidak akan bekerja hari ini kalau Himawari tidak mau makan."
Padahal sebenarnya ia sudah menyuruh tangan kanannya untuk menghandle pekerjaan kantor. Mana mungkin meninggalkan si bungsu dalam keadaan seperti sekarang.
"Bagaimana kalau Hima tidak ingin makan sampai besok, lusa, dan seterusnya yah?"
"Hima! Tidak boleh seperti itu!" Suaranya sedikit meninggi. Naruto sangat terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh anaknya.
"Ayah, kenapa Ibu tidak tinggal dengan kita?"
Bertubi-tubi. Tiap pertanyaan yang muncul dari bibir mungil Himawari membuatnya merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Sang Ayah tidak mampu menjawab. Dia hanya diam tak berkutik sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bergandengan Tangan
Romance--------------------------------------------------------------------- Disclaimer: I'm not the author of つないだ手. I just re-uploaded this story.