PROLOG

9 8 6
                                    

Tidak, tidak! Aku yakin, aku pasti belum mati bukan?

Tapi, kenapa aku tak mendengar suara apapun disini?

Aku membuka kedua kelopak mataku secara perlahan. Awalnya pandanganku terlihat buram dan silau. Namun lama kelamaan mataku mulai bisa mengkondisikan untuk melihat objek di sekelilingku dengan lebih jelas.

Putih, dan emas, itulah dua warna dominan yang kulihat saat ini. Putih berasal dari warna dinding ruangan, sementara warna emas berasal dari warna bingkai-bingkai lukisan yang terpajang di sepanjang koridor ruangan. Apa ini surga? Tidak. Jika aku ada di surga, maka itu artinya aku telah mati.

Lalu apa ini museum? Tapi jika ini museum, kenapa dekorasinya bisa begitu indah dan megah seperti sebuah istana? Terakhir kali aku pergi ke museum dengan kakakku, museum adalah tempat suram yang membosankan. Bahkan lampu-lampu yang menerangi museum biasanya cenderung redup, sehingga membuatku selalu mengantuk jika menginjakkan kaki di tempat itu.

Hatiku tertarik untuk melihat lebih dekat semua lukisan yang terpajang di dinding itu. Kakiku melangkah mendekati lukisan dan berhenti dengan jarak sekitar setengah meter dari jaraknya lukisan. Seketika aku langsung tertegun. Lukisan itu terlihat tak asing di mataku. Seorang anak perempuan terbaring di tengah jalan, dengan luka kepala yang cukup parah. Itu adalah diriku. Sementara itu di sampingku terdapat mobil silver, yang dimana penumpangnya turun untuk menghampiriku.

Aku mencoba melihat ke lukisan di sebelah kananku, dan ternyata lukisan itu menggambarkan kelanjutan kejadian dari lukisan pertama yang aku lihat. Seorang pria dengan pakaian jas yang rapi tergambar dengan jelas di lukisan tersebut. Wajahnya terlihat begitu panik serta ketakutan.

Aku mencoba bergeser ke lukisan selanjutnya, dan di lukisan itu wajahku terlukis jelas. Kepalaku berdarah dengan rambutku yang acak-acakan. Aku tak sadarkan diri karena kecelakaan itu. Aku kembali bergeser lagi ke lukisan selanjutnya. Lukisan keempat yang kulihat menggambarkan seseorang yang sedang mengintip kecelakaan dari balik pepohonan hutan. Di lukisan yang kelima, sosok pengintip itu tergambar dengan topeng di wajahnya.

Topeng itu adalah topeng yang sangat aku benci. Wajahku berpaling cepat dan mencoba menghilangkan bayangan topeng itu dari kepalaku, sehingga aku tak perlu kembali mengingat trauma yang mengerikan itu. Aku berlari, mencari ujung dari lukisan-lukisan aneh ini. Aku berlari ke arah dimana runtutan kejadian yang telah kualami sebelumnya terus berlanjut, sampai dengan akhir dari kejadian yang aku alami.

Itu terhenti tepat di bagian dimana aku terbaring di kasur rumah sakit. Meskipun begitu lukisan itu akan terus berlanjut, itulah sebabnya lukisan selanjutnya hanyalah sebuah kertas kosong. Satu hal yang aku sadari disini, lukisan ini tak menceritakan alur lain dari kecelakaan yang kualami.

Rasa penasaranku masih belum habis. Jadi kuputuskan untuk berlari mencari lukisan yang menjadi awal dari kejadian yang kualami. Setelah melewati lukisan yang pertama kali kulihat, aku melambatkan larianku dan kembali berjalan sambil memperhatikan setiap lukisan yang kulewati. Sampai dengan di sebuah lukisan, langkahku terhenti.

Di sebelah kiri lukisan yang sedang kupandang itu terdapat sebuah pembatas. Sekilas aku mencoba melihat lukisan yang menjadi alur sebelumnya, tapi di lukisan sebelumnya tak menggambarkan kejadian dari hidupku. Itu sama sekali bukan cerita hidupku. Aku mencoba berlari lagi melihat ke posisi yang paling awal lagi dari semua lukisan berderet ini. Lalu saat itulah, aku mulai sadar bahwa aku sedang berada dimensi yang jauh berbeda dengan kehidupanku.

Aku sedang berada di dalam dunia komik.

***

Tolong beri masukan dan sarannya ya teman-teman.
Supaya cerita ini bisa menjadi cerita yang lebih baik lagi.

Jangan lupa tinggalkan vote dan juga jejak komentar juga ya :)
(Biar Author bisa lebih semangat lagi nulisnya) 🤧

Terimakasih buat yang sudah baca~ 🙏 :)

Aku harap kalian para pembaca bisa terhibur dengan ceritaku :)

-Kynie-

SCENARIO! (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang