7.

165 13 1
                                    

Jeno.

Siapa yang mengirah bahwa sosok itu kini sedang duduk di ruang tamunya. Air putih disuguhkan dan dihabiskan dengan sekali tegukan. Dia jelas ingin bicara dengannya panjang lebar terkait dengan tawarannya barusan.

"Gue perlu penjelasan atas tawaran lo barusan?" Haechan bertanya melipat kedua tangannya dan memutuskan bicara lebih dulu. Walau jelas yang didepan membalas dengan ogah-ogahan.

"Apalagi?"

"Elo kenapa tiba-tiba ngajak gue pacaran? Lo pasti sefrustasi itu yah diputusin Jaemin?"

"Ngaca!" Balasan Jeno singkat namun menyadarkan.

"Gimana pun tawaran gue dulu sudah gak berlaku karena gue udah berhasil move on!"

"Yakin?"

"Yakin lah, gue bahkan gak peduli lagi dia hidup atau enggak."

Kali ini Jeno menarik napas panjang. Berniat memberi tawarannya panjang lebar. Anak gembul di depannya ini, mulutnya saja bilang sudah move on, tapi bekas merah air mata akibat tangisannya, mana bisa dia sembunyikan.

"Oke kalau lo emang beneran move on. Tapi lo tahu gak konsekuensi dari perbuatan lo kemarin. Anak-anak sudah ngecap lo gamon karena diputusin Mark, apalagi kalau penggantinya orang macam Jaemin."

"Lo ngomong gitu lagi, gue sepak yah kepala lo!" Emosi Haechan. Tidak suka dirinya dibuat bahan pembanding, apalagi dengan Jaemin.

"Fair, gak usah denial lagi kalau pada dasarnya lo sama gue udah dibuang."

"Pergi lo dari sini!"

"Pernah gak lo mikir kalau kita jadian berapa atensi yang bakal kita dapat. Sebentar lagi pemilihan OSIS. Di sisi lain lo yang semakin digunjing tapi Mark semakin dipuji. Mental lo kuat buat terima itu semua?"

Satu pernyataan panjang dari Jeno itu sepertinya ada benarnya. "Kalau habis pacaran sama Mark gue pacaran sama lo yang ada semakin mendukung gue buat digunjing dodol!"

"That's poin. Jadikan itu Guilerra marketing. Biar atensi para murid bukan ke Mark sama Jaemin lagi melainkan ganti ke kita."

"Lo haus popularitas yah? Kalau lo butuh popularitas harusnya lo sebar aja vidio cipokan lo ke public!"

"Lo gak paham poin nya yah?"

"Gak!" Jawab Haechan ketus. Sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan sosok dihadapannya. Bukan seperti anggota geng motor lagi, Jeno yang sekarang sudah seperti preman pensiun yang putus asa ditinggal kekasihnya.

– 11-12 dengannya.

"Denger, gue putus sama Jaemin bukan dengan cara baik-baik. Ada hal yang sebenarnya gak perlu gue kasih tahu ke elo. Yang pada dasarnya bikin gue yakin kalau Jaemin masih cinta sama gue dan jadiin Mark cuma pelampiasan. Makannya gue butuh banget pacaran sama lo. Seenggaknya bikin mereka berdua yakin bahwa perasaan itu bukan hal yang tepat buat dipermainkan."

"Dengan kata lain lo manfaatin gue buat balikan?" Tukas Haechan tepat dan benar. "Terus untungnya buat gue apa?"

"Lo bisa balikan juga sama Mark."

"Basi jen, basi!" Dengus Haechan kesal. Pasalnya balikan sama Mark kali ini tidak semuda membalikan telapak tangan. Apalagi kemarin pria itu yang secara terang-terangan membela Jaemin di depannya.

"Lo masih ngarep sama Mark kan?" Tanya Jeno lagi.

"Dianya yang gak ngarep sama gue." Akunya pada akhirnya.

"Dia masih sayang lo Chan, percaya sama gua." Jeno menatap Haechan lurus.

"Kalau nggak, dia gak bakalan segigih itu buat ngawasin lo dari jauh. Yang nahan gerbang cuma buat lo gak telat, ninggal pesenan susu pisangnya di kantin cuma buat lo beli, nutupin muka lo pakai buku agar gak ketahuan penjaga perpus atau semua hal-hal kecil yang gak sebenernya lo sadar dia lakuin karena dia masih sayang lo."

OPPSS! (MARKHYUK-NOMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang