Haloooo, kembali lagi dengan Laeli Minu di sini. Terima kasih sudah terus mengikuti kisah ini.
Selamat Membaca.
***
"Adek!" Suara teriakan Kale mengawali drama pagi hari.
"Apa sih, Mas? Gak usah teriak-teriaklah. Adek di dapur juga," jawab Lesha balas berteriak.
"Makanya, sini ke kamar. Dipanggil suami juga, bukannya dateng malah teriak-teriak." Kale menegur Lesha.
"Emangnya siapa yang duluan teriak? Istri, kan, tugasnya ngikutin suami!" bantah Lesha sembari berkacak pinggang.
"Eh, Adek. Gak ada apa-apa, kok. Maaf, ya?" Kale hanya cengar-cengir mendapati istrinya sudah memasuki kamar.
"Ada apaan Mas teriak-teriak?" tanya Lesha sambil menghampiri Kale. "Kok, belum pake baju dari tadi?" lanjutnya saat melihat sang suami berdiri di depan lemari tanpa mengenakan atasan.
"Adek, pilihin Mas kemeja," pinta Kale.
"Tumben, Mas minta disiapkan kemeja. Biasanya dipaksa juga gak mau pake. Katanya ribetlah. Maunya kaos aja, yang enak dipake kalo angkat barang." Lesha menatap Kale penuh selidik. Pasalnya kemeja tidak identik dengan suaminya.
"Emang mau ke mana?" lanjut Lesha seraya menyerahkan sebuah kemeja putih.
"Ada tamu. Calon distributor baru. Ada yang mau kerja sama juga. Usaha katering, gitu." Kale menjelaskan sekenanya sembari mengenakan kemeja yang istrinya serahkan.
"Kok, Adek gak tau? Masa Mas gak cerita sama Adek, dulu?" tanya Lesha sembari mengernyitkan dahi.
Kini, Kale tampak gagah, terlihat lebih berwibawa ketika mengenakan kemeja. Lesha mendekat untuk merapikan kerah baju suaminya.
"Bagus kan, Mas, pake kemeja?" Pertanyaan Lesha tersebut dibalas anggukan sang suami.
"Besok-besok kalau Adek siapkan kemeja, jangan ditolak lagi makanya. Gini, kan, cakep." Lesha memuji, tapi gengsi kalau secara terang-terangan. Ia suka ketika suaminya berpakaian rapi.
"Iya, Adek. Mas gak akan nolak apa yang Adek siapkan lagi. Makasih, ya." Kale menyahut sambil memberikan senyuman manis.
"Ya udah sekarang kita sarapan. Udah mulai siang juga," ajak Lesha.
"Yuk!" Kale merangkul istrinya.
Biasanya, ia didorong bahunya dari belakang ketika ke luar kamar bersama, kali ini dirangkul.
***
Sembari bersih-bersih rumah, Lesha bertelepon ria bersama sahabatnya, Nayla. Sang sahabatnya itu, kini tengah berjuang menyelesaikan skripsi."Nay, masa, Kale tiba-tiba minta disiapkan kemeja coba. Biasanya aja selalu protes kalau disuruh pake kemeja. Aneh gak sih?" Gelas-gelas menjadi yang pertama Lesha urus.
"Apa anehnya, sih. Kan terserah dia mau pake apa?" Tanggapan Nayla hanya begitu.
"Ya anehlah orang tiba-tiba gitu." Obrolan terus berlanjut sembari Lesha membilas gelas sebelum menyabun piring dan peralatan lain.
"Tanya langsung aja kalo gitu." Lesha terdiam sejenak mendengar hal tersebut. Lalu menyahut, "gitu?" Lesha memiringkan kepala dengan tatapan mengarah ke tangannya yang penuh busa.
"Iyalah!" tegas Nayla. "Kalau kamu curiga suamimu ada apa-apa, ya, mending tanya langsung. Dari pada kamu cuma nebak-nebak gak jelas."
"Tapi tadi udah tanya. Katanya mau ada calon distributor baru. Terus, mau ketemu orang untuk kerja sama dengan katering atau apa tadi." Giliran Lesha yang menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Raga Dua Rasa (Tamat)
SpiritualReligi-Romance-Marriage Life "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." Demikian janji Allah SWT dalam Quran Surat Al Baqarah ayat 286. Kale lupa akan janji Allah tersebut hingga memilih menyembunyikan kekurangannya da...