Serangan Cinta

13 0 1
                                    

2. Serangan Cinta

Sedari sore, gerimis masih turun membuat hati yang sedang gundah semakin merana. Tepat pukul 22:00, seseorang yang aku tunggu 'chatting' tak kunjung ada. Puluhan kali aku buka ponsel, hanya untuk memeriksa apakah ada pesan yang masuk darinya.

Aku menutup wajahku dengan bantal, aku mencoba memejamkan mata agar aku tidak mengingat Biyan terus. Siapa Biyan? Begitu pentingkah dia bagi hidupku saat ini? Padahal baru tadi siang kami saling kenal.

Mataku masih sulit untuk terpejam, semakin berusaha tidur, senyum manisnya makin tergambar jelas di benakku. Aku tak tahan lagi,, kali ini rasa penasaranku mengalahkan logika. Aku harus bagaimana? Kenapa tadi siang aku tidak menyimpan nomornya.

Hingga azan subuh berkumandang, mata ini akhirnya sama sekali tidak terpejam. Mataku perih, kepalaku terasa pusing. Tubuh ini rasanya enggan untuk beranjak dari tempat tidur ini. Tanpa terasa aku terlelap entah berapa lama. Hingga suara Mami membangunkanku.

"Sayang, kamu sakit?" telapak tangan Mami terasa menyentuh keningku.

"Enggak Mih, aku baik-baik saja. Cuma agak pusing dikit. Semalaman tidak bisa tidur," keluhku.

"Kenapa? Apa kamarnya kurang nyaman? Biar Mami renovasi," tanya Mami khawatir.

"Enggak Mih, Dara enggak bisa tidur karena ingat seseorang. Hehe?" ungkapku sambil memeluk mami. Dari dulu selain Maria, hanya mami tempat ternyaman untuk bercerita.

"Ingat siapa? Hmm, mami tau. Kamu sedang jatuh cinta?" Mami mengusap kepalaku.

"Mungkin Mih, laki-laki itu kemarin menolong Dara," tuturku.

"Menolong?! Kamu kemarin kenapa? Ada orang jahat yang ganggu? Atau kamu jatuh?" Mami terlihat panik.

"Bukan Mih, ga ada orang jahat. Dara juga ga jatuh. Tapi kemarin Dara diserang ulat. Laki-laki itu yang nyelamatin Dara dari ulat. Hehehe," jelasku.

"Mami kira kenapa. Ayo siap-siap ke sekolah. Nanti kamu kesiangan. Mau sekolah kan?"

"Iya Mih, aku sekolah." Dengan terpaksa aku segera bersiap untuk sekolah.

***

Rumus-rumus kimia yang Bu Dewi sampaikan biasanya langsung tersimpan di dalam otak. Soal-soal yang tersedia, biasanya aku bantai sampai tuntas. Ya, Kimia adalah mata pelajaran kesukaanku. Tapi kali ini, unsur-unsur periodik yang tertera di papan tulis, sama sekali tak menarik bagiku. Otakku dipenuhi Biyan.

Sedari tadi, ketika aku tiba di sekolah. Rasa penasaran terhadap Biyan semakin menjadi. Bahkan seseorang aku melihat kelasnya. Hanya sekedar ingin melihat dia lewat. Tapi wajah manis itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Dara, coba setarakan reaksi kimia ini!" Tiba-tiba suara Bu Dewi mengagetkanku.

"Apa Bu?!"

"Tolong ke depan, setarakan reaksi kimia ini. Minggu kemarin kamu paling cepat mengerjakan soal ini. Coba jelaskan  semuanya kepada Teman-temanmu!" Perintah Bu Dewi.

Di papan tulis tertera, reaksi persamaan kimia.

H2O (l) → H2 (g) + O2 (g)

Otakku benar-benar buntu.

"Ibu Dara lupa," keluhku.

"Huuuu!" teriak teman sekelas serempak.

Akhirnya Bu Dewi, menjelaskan ulang di kelas.

"Jika Dara saja lupa, bagaimana dengan teman-teman yang lain!" tegas Bu Dewi. Aku sungguh merasa bersalah terhadapnya.

***

Ketika jam istirahat tiba, aku dan Maria menuju taman sekolah. Sambil membawa bekal yang mami buat. Aku mulai membuka bekal dan menikmati masakan enak buatan mami. Sesibuk apapun Mami, dia tak lupa menyiapkan bekal sehat untukku. Sama seperti mamanya Maria, selalu menyempatkan membuat bekal sehat.

Kami berdua makan sambil bercerita. Dan kali ini, aku yang mendominasi bercerita tentang perasaanku terhadap Biyan. Ketik asyik bercerita, orang yang diceritakan lewat. Dan yang membuat hatiku hancur, Biyan datang bersama siswi perempuan.

"Kak Dara!" sapanya disertai senyuman manis yang membuatku tidak tidur semalaman.

"Biyan," jawabku singkat. Tak bersemangat.

"Mari Kak, kita ke sana dulu." Biyan meminta izin. Tangan siswi itu menarik lengan baju Biyan sambil berbisik, entah berbisik apa.

"Iya." Ada rasa kesal di hati. Kesal terhadap wanita itu.

Kini Biyan dan wanita itu, di duduk di seberang taman. Sungguh merusak pemandangan dan merusak selera makanku.

"Biyan, Cantika pacaran mulu! " teriak seorang siswa menghampiri mereka.

Pacaran! Hatiku sungguh panas mendengarnya. Aku segera mengajak Maria pergi dari taman. Lama-lama berada di sini membuat hatiku tidak sehat.

[Ka, maaf semalam tidak menghubungi Kakak. Tidak ada kuota internet, Biyan.] tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselku. Sebelum meninggalkan taman, aku sempat menoleh ke arahnya. Biyan tersenyum sejenak. Kemudian dia kembali berpaling kepada wanita yang baru tadi aku tau namanya, Cantika. Setelah ada pesan darinya, ada setetes kesejukan di hati, ada harapan untuk dekat dengannya. Aku segera menyimpan nomornya. Moga nanti ada pesan selanjutnya dari Biyan.

Rasa Yang BerbelokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang