Terbongkar

3 1 0
                                    

6. Terbongkar

Menunggu adalah hal yang paling menyebalkan, apalagi menunggu yang tidak pasti. Menunggu janji dari seseorang membuatku harus menambah kuota rasa sabar di dalam hati. Adzan dzuhur berkumandang, aku meminta izin kepada pemilik warung di pinggir jalan untuk ikut salat dzuhur di sana.

Rasa penat dan lelah bercampur baur. Setelah selesai menjalankan salat, aku terlelap. Entah berapa lama. Panggilan masuk dari ponsel mengagetkanku. Ternyata mami. Dia sangat cemas. Mami bilang, pak Lili menuju ke area perkemahan menjemputku. Hanya butuh waktu satu jam Pak Lili tiba. Akhirnya aku pulang.

Hingga larut malam, Biyan tak dapat dihubungi. Kemana dia, membawa mobil mami pergi?

Mami meminta Pak Lili pergi ke rumah Biyan. Sepertinya mami khawatir mobilnya hilang dibawa Biyan. Sebelum Pak Lili pergi, Biyan datang.

Menurut pengakuan Biyan, ibunya sakit. Pagi itu dia sudah dalam perjalanan menuju tempat kemah. Tapi, Biyan memutar arah karena ibunya sakit. Saking sibuk merawat ibunya, Biyan lupa menyalahkan ponsel. Menurut dia, karena itulah dia susah dihubungi.

"Sayang maaf. Maaf karena aku, kamu nungguin aku. Maaf. Kalau urusan mengenai ibu, aku tak bisa kompromi."

Aku tak bisa marah. Apalagi Biyan bersikap seperti itu demi membela ibunya. Mana mungkin aku tidak memaafkan. Seorang laki-laki yang mencintai ibunya adalah laki-laki baik. Dan akhirnya keadaan kami membaik kembali.

***

Sepandai apapun kamu menutup suatu kebohongan semua akan terungkap jika Tuhan mengizinkan. Begitu juga dengan kebohongan yang dilakukan Biyan. Selama ini aku dibutakan cinta. Temen dekat bahkan keluarga sudah tidak menyetujui hubungan aku dan Biyan. Mereka mempunyai firasat tidak baik kepada Biyan. Menurut mereka, Biyan bukan orang baik.

Empat bulan berlalu, aku dan Biyan menjalin cinta long distance relationship. Aku percaya penuh kepadanya. Mencoba menjaga cintanya, dan menutup hati untuk orang lain.

Kini aku sudah berada di kota Kembang melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri. Mendapatkan lingkungan baru, teman baru. Karena Maria memilih kuliah di ibu kota.

Beruntung aku memiliki teman baru yang baik dan tulus. Aliya namanya. Aku dan Aliya bagaikan saudara, karena sama-sama merantau. Merasa punya nasib yang sama, kami saling membatu dan menjaga di kota orang.

Sore itu, hujan turun deras. Kami para mahasiswa tertahan di kelas. Kelas kami adalah kelas yang solid. Ketika terjadi ke 'gabutan' di kelas, kami saling mengajarkan materi pembelajaran satu sama. Seperti saat ini, aku sedang belajar mata kuliah kimia kontekstual besama Bara, dia adalah salah satu teman di kelas yang sangat cerdas.

Aku sangat semangat belajar, karena sebentar lagi akan UTS. Ketika aku sedang asyik berdiskusi bersama Alya dan Bara, Maria menelpon.

"Ra, coba buka pesan. Gue kirim foto Biyan. Sama cewe gatel yang pernah kita curigai," tutur Maria panik.

"Benarkah? Aku tutup telpon dulu ya." Aku segera membuka pesan dari Maria. Betapa terkejutnya aku. Foto Biyan dan wanita itu banyak sekali. Bahkan dari foto hasil screenshot Maria, tertera tanggal 6 Juni. Tanggal di mana aku batal dijemput olehnya dengan, alasan ibunya sakit.

Hatiku sakit, terpukul melihatnya. Ada salah satu foto berlatar mobil Mami. Kebohongan Biyan sudah berlangsung lama. Jahat sekali dia. Hatiku hancur. Aku segera menelpon Maria untuk meminta penjelasan darinya. Dari mana Maria dapat poto tersebut. Mendengarkan penjelasan dari Maria hatiku hancur. Air mata tak terbendung lagi, aku menangis di depan Bara.

Rasa Yang BerbelokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang