Cinta Sang Bara

6 1 0
                                    

#3th2PPubhlisher
#25harimenulisbersama2PPubhlisher

8. Cinta Sang Bara

Episode sebelumnya
https://www.facebook.com/100069012025989/posts/508737041436692/?app=fbl

"Hallo. Assalamualaikum, sayang," ungkap Biyan membuka pembicaraan di telpon.

"Wa'alaikumussalam," jawabku singkat.

"Sayang, maaf. Semua poto yang kamu kirim tidak seperti yang kamu bayangkan, nanti pas ketemu aku akan jelaskan. Sejelas-jelasnya. Aku cuma sayang sama kamu," tuturnya panjang lebar.

"Bohong!"

Jelas-jelas dalam setiap poto yang disebarkan di media sosial, tertera caption 'bersama belahan jiwa'. Dia mau menyangkal apa lagi? Benar kata Maria, Biyan hanya memanfaatkanku saja.  Mataku mulai terbuka. Semua yang dia inginkan aku berikan. Aku yang banyak berkorban.

"Sayang, aku ga bohong. Dia yang agresif. Sayang aku cuma kamu. Percaya sama aku." Biyan tampak memelas.

"Cukup Bi. Kita sudahi kisah kita. Mungkin aku bukan yang terbaik buat kamu." Aku tak sanggup lagi berkata apa-apa. Buliran air mata mulai jatuh tak tertahankan. Dia benar-benar sangat jahat. Tega terhadapku. Setiap detik ingatanku tak luput darinya. Setiap asa selalu tertuju padanya. Setia saat rindu bersama, tapi dia? Bahagia dengan yang lain.

" Jika kamu sakit karena rindu dan berharap sendiri, lepaskan saja agar sakitmu  sembuh. Lelah jika berjuang sendiri, Ra," bisik Bara. Dia meraih telpon yang aku pegang.

"Mulai saat ini, jangan sakiti Dara lagi!" ungkap Bara kepada Biayan.

"Kamu siapa?!" Biyan meradang.

"Aku seseorang yang menyayangi Dara. Selama ini Dara tak pernah peduli dengan laki-laki lain karena kamu. Jika kamu hanya bisa membuat dia menangis, lebih baik kamu pergi. Biar aku saja yang akan membahagiakan Dara, di setiap waktu dalam hidupnya!" Bara langsung menutup panggilan itu. Dia meraih tisu di meja, dan menyeka air mataku.

"Alya sini!" Bara memanggil Alya. Alya segera berlari menuju ke arahku.

"Duduk Al." Alya duduk di sampingku.

"Peluk Dara Al," perintah Bara.

"Luapin semuanya. Kalau mau nangis, nangis aja. Jangan ditahan. Peluk Alya." Bara mengusap-usap kepalaku.

"Maaf, aku belum bisa meluk kamu," tuturnya.

Aku segera memeluk Alya, dan menangis sejadi-jadinya.

***

Luka karena cinta bisa sembuh seketika karena Alya dan Bara. Mereka berdua benar-benar penyelamat bagiku. Aku bisa tetap waras setelah putus cinta. Bahkan aku merasa lebih bebas dan tenang.

Hari ini Bara mengajakku jalan-jalan menuju Gasibu, menggunakan motor. Dari kampus cibiru menuju Gasibu lumayan jauh. Suasana syahdu mulai tercipta. Tanpa sengaja aku melihat wajah Bara dari kaca spion. Aku perhatikan wajah laki-laki yang sangat baik ini, poninya terbawa angin, membuat dirinya semakin manis. Wajahnya terkena sinar mentari pagi. Tampan.

Ketika aku menikmati wajah tampan Sang Bara, tiba-tiba netranya memandang kaca spion. Dan dia memberhentikan laju motor.

"Kenapa Dar? Kenapa dari tadi lo liatin gue? Hmm, Bentar, gue pakai helm dulu." Dia segera menggunakan helmnya. Kemudian dia turun dari motor, dan merapikan helm yang aku gunakan.

"Idih, siapa yang liatin lo? Geer!"

"Mata lo ga bisa dibohongi, he. Bentar lagi masuk jalan raya.  Pakai helmnya yang rapi. Tuturnya." Kini aku dan dia saling berhadapan. Netra Bara memandang lekat ke arahku.

"Astaghfirullah. Sadar Bara. Sadar!" gumamnya sambil memukul-mukul dadanya.

"Kenapa Bar? Lo kenapa istighfar, kayak liat setan aja!" Aku merasa tersinggung karena ulahnya.

"Enggak apa-apa," jawabnya singkat.

"Bara jawab jujur?!" bentakku.

"Serius lo mau jawaban jujur?"

"Hem!"

"Gue suka sama lo. Lo cantik banget, bikin gue pengen meluk lo, bikin gue pengen milikin lo. Makanya gue istighfar. Lo mau jadi pacar gue ga?"

Kini kita kembali berhadapan. Detak jantungku terasa begitu cepat. Membuat aliran darah mengalir hangat ke seluruh bagian tubuh, terutama wajahku. Terasa sangat panas. Aku bingung harus  berbuat apa dan harus berkata apa.

"Dara?!" Bara menepuk-nepuk pipiku.

"Mau ga Dara?"

Aku membalas pertanyaannya dengan anggukan dan senyum lebar.

"Lo mau?"

"Ya, aku mau Bar." Bara meraih tanganku. Kemudian dia menggenggamnya. Dia mengambil ponselnya. Lalu memoto genggaman tangan kita.

"Bentar ya Dar. Bentar." Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia berbicara sendiri dan tersenyum, sambil mengetik. Setelah beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan menuju Gasibu, Gedung Sate.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasa Yang BerbelokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang