Hari-hari semakin cepat berlalu, kini tepat dua bulan, Rosela menjalani tugasnya sebagai sandra Jeka.
Rosela berkutat apik di dapur apartemen milik Jeka. Bergulat dengan peralatan masak yang sedari tadi tak pernah lepas dari genggamannya.
"Anna masak apa?." Jeka melingkarkan sepasang tangannya pada pinggang ramping itu, lalu wajahnya mulai menelusuri ceruk leher putih Rosela.
"Hm, ayam kecap. Kamu, suka kan?"
"Suka. Pokoknya, apapun itu, selama berasal dari kamu, aku pasti suka." Jawab Jeka sambil menciumi tengkuk leher Rosela yang menggoda di matanya.
Setelah kejadian hari itu. Entah kenapa, Jeka dan Rosela menjadi semakin dekat. Bahkan Jeka sudah tidak pernah merasa sungkan untuk sekedar melakukan sentuhan-sentuhan pada Rosela. Dan satu lagi, pria itu memberikan panggilan yang berbeda, Jeka memanggil Rosela dengan nama belakang nya, yaitu Anna.
Ketika Rosela selesai melakukan proses memasak nya. Kini, dia membalikkan badannya. Lalu mengecup lembut pipi kanan Jeka.
Sedang Jeka menyeka keringat di dahi Rosela, sambil mengusap lembut surai blonde itu. "Aku kangen banget sama kamu"
"Padahal, baru aku tinggal sehari doang."
Yah, sehari kemarin, Jeka dan Rosela memang tidak bertemu karena Rosela mesti menemani Jimmy di rumah, sebelum pria itu meninggalkan rumah, Jimmy ada urusan pekerjaan ke Thailand. Kabar baiknya, kini Jimmy di jadikan pekerja tetap di perusahaan ayahnya Jeka.
Jeka kembali memfokuskan perhatian nya pada wajah Rosela. Lalu tangannya mengalun, menyentuh setiap lekukan wajah indah milik Rosela.
Rosela yang sadar bahwa Jeka akan semakin ganas pun menghentikan pergerakan Jeka dengan memeluk tubuhnya. Rosela berdebar, dia selalu malu ketika wajahnya di pandang intens oleh lelaki itu.
"Ayo makan." Ajak Rosela, dan hal itu diberi anggukan oleh Jeka.
Akhirnya, mereka berdua duduk bersama di kursi makan. Makan dengan khidmat tanpa ada perbincangan di dalamnya.
Kondisi Jeka kini jadi jauh lebih baik. Pria itu sudah tidak minum obat-obatan lagi. Atas bujukan Rosela. Jeka lebih rutin datang ke psikiater, dan tentunya itu semua di dukung penuh oleh Rosela.
"Mau pulang jam berapa?." Tanya Jeka setelah mereka selesai makan, Ia mengajak Rosela untuk duduk di sofa, lalu merengkuh tubuh Rosela.
"Jam sembilan aja"
"Kalo dimundurin dikit, boleh gak?. Jam setengah sepuluh, misal."
Rosela mendongak, lantas terkekeh geli, gadis itu menggeleng cepat dan kembali meletakkan wajahnya di dada Jeka.
"Nanti kamu balik ke sininya lagi malah kemaleman"
"Nggak bakal. Ya, ya, ya?. Jam setengah sepuluh aja. Aku janji setelah nganterin kamu, aku langsung balik ke apart."
"Tapi—"
"Please. Aku masih kangen." Jeka memotong begitu saja ucapan Rosela. Dengan merengek kecil, Ia menangkup wajah sang gadis. Lalu memberikan kecupan seringan bulu di pipi tembam Rosela.
Rosela sedikit kesal, tapi apa daya, dia tidak tahan akan raut muka Jeka yang menggemaskan menurut nya. "Fine!. Aku pulang jam setengah sepuluh"
Jeka terlampau senang saat mendengar jawaban itu. Sekarang, pukul delapan malam, setidaknya, Jeka masih punya satu jam lebih untuk menghabiskan waktu dengan gadis disampingnya ini.
Lenguhan Jeka terdengar lumayan nyaring, pria itu masih dengan aktivitas nya, menciumi wajah Rosela tanpa jeda.
Chup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M THE WINNER
Fanfiction[Mature] "Takut?." Pria itu mendecih, lantas dengan tampang sengak, maju selangkah mendekat pada orang di hadapannya. "Gue gak pernah takut." Jawab Jeka menepis semua persepsi Verrel padanya. "Makanya buktiin kalo lo bukan pecundang, buktiin kalo lo...