2

8 1 0
                                    


Seperginya Pak Suhardi, Kina balik kanan, menatap langsung ke arah pohon mangga. Ia beringsut menghampiri seseorang. Bisa Kina lihat dengan jelas betapa kelabakannya orang tersebut setelah tertangkap basah sedang menguntit Kina. Orang itu sedari tadi melongokkan kepalanya sedangkan tubuhnya bersembunyi di balik pohon.

Apakah dia mengira Kina ini bodoh? Sehingga ia pikir aksi menguntitnya tidak disadari oleh Kina.

Tapi, sayangnya Kina tidak seperti yang dipikirkan. Dengan tatapan tajam, penuh percaya diri. Kina mendekat tanpa memutus kontak mata barang sedetik pun.

Seorang lelaki tinggi dengan bentuk tubuh proporsional, Kina tebak lelaki ini merupakan salah satu anggota polisi yang bertugas di kantor ini.

Kina dan lelaki itu sudah berdiri berhadapan sekarang. "Ada masalah apa Anda dengan saya sehingga sedari tadi terus melihat saya?"

Lelaki ini diam sejenak, memperhatikan seluruh tubuh Kina dari atas ke bawah. "Ah tidak jadi," desahnya putus asa. Kemudian ia berbalik, tetapi Kina menahannya.

Tangannya menarik jaket hitam lelaki itu, "pasti ada sesuatu yang ingin Anda sampaikan. Saya tahu itu!"

"Lepas! Saya harus kembali bekerja," desis lelaki itu. Kepalanya sedikit mengarah ke belakang. Ia mencoba menakuti Kina dengan tatapan matanya.

Namun, tak berhasil. Sebab Kina tidak merasa takut sedikit pun.

"Tidak, sebelum Anda mengatakannya." Kina berkeras kepala.

"Lepas atau kamu akan menyesal," ancamnya. Air mukanya sudah merah padam.

Kina balas tatapan matanya tak kalah tajam. "Saya lebih baik menyesal daripada melepaskan."

🥀🥀🥀

"Halo, Ibu." Kina menyapa Ibunya setelah selesai mengirimkan Al Fatihah.

Ia duduk di tanah, tidak mempedulikan pakaian putihnya kotor. Tangan kanannya memegang pusara yang bertuliskan nama Jinan disana wafat pada 4 Agustus 2014.

Kerudung berwarna senada miliknya tertiup angin sore. Sepoi-sepoi yang sungguh membuai. Sementara bunga-bunga kamboja yang gugur mendarat perlahan pada bahunya, pada pusara ibunya, dan pada tempat-tempat lainnya.

"Terhitung sudah 2 hari Ibu pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Rasanya amat menyesakkan, Bu." Isak tangis kembali terdengar.

"Aku bingung harus berbuat apa. Aku... Aku..." Tak tahan ia menjeda sejenak. Ia menyeka air matanya dengan kerudung.

Setelah dirasa dirinya sanggup untuk melanjutkan, ia pun kembali berkomunikasi. "Aku tidak tahu siapa orang yang dengan kejinya merenggut nyawa Ibu. Sehingga kita harus berpisah begini."

Kembali ia teringat, bagaimana Ibunya sudah membeku dengan darah yang memenuhi setengah dari tubuh ibunya. Wajah yang biasa selalu tersenyum manis kepadanya, tak lagi mampu memancarkan sinar, wajah itu amat pucat. Dan darah yang menggenang itu sudah beku.

Mengingat itu membuat hati Kina sakit, sehingga mampu membuatnya memupuk dendam.

"Beritahu aku, Bu. Siapa orangnya? Beritahu aku, siapa orang yang telah membunuh Ibu. Apakah dia laki-laki atau perempuan?" Berharap mendapat jawaban. Tapi itu adalah harapan yang tak akan pernah terwujud.

"Tidak! Tidak! Tidak!"  Kedua punggung tangannya mengusap air mata yang membanjiri pipinya bahkan hingga ke dahi.

"Aku tidak boleh sedih." Ia lengkungkan bibir, memaksa dirinya untuk tersenyum manis. "Pastinya Ibu tidak akan suka jika aku menangis begini. Takutnya Ibu malah ikutan menangis disana. Tapi...tapi...aku tak bisa, Bu." Kembali ia terisak hingga suaranya serak. Dadanya sesak.

🥀🥀🥀


"Ohho, Angelina Jolie sudah bangun." Tepuk tangan menggema di ruangan itu.

Suara lelaki menusuk gendang telinga orang yang dipanggil Angelina Jolie—padahal jelas saja bukan sunggahan aktris Hollywood yang terkenal itu.

Miss Angelina Jolie itu baru saja tersadar dari pingsannya, kepalanya amat pusing sehingga tangannya memegang kepalanya. Hal itu dilandasi oleh kekhawatiran jika ada yang tidak beres di kepalanya.

"Dimana aku sekarang?" Ia menatap sekeliling dinding putih dengan perabotan yang kelihatan mewah kemudian tempat dimana ia berbaring merupakan ranjang berukuran king size kelihatan mewah. Sofa yang kelihatan empuk ada di sisi kiri ranjang. Di belakang sofa itu terdapat jendela besar yang ditutupi oleh gorden berwarna putih keemasan. Tampak begitu mewah dan berkelas.

"Kau berada di bawah naunganku sekarang," jelas seseorang yang tadi berseru untuk bangunnya Miss Angelina Jolie dari pingsan.

Lelaki itu bersandar di sofa, tangannya membentang lebar, sementara kaki panjangnya mengangkang tak kalah lebar. Nampak angkuh dan sombong. Baik celana maupun kaos lengan panjangnya, berwarna hitam.

Miss Angelina Jolie menatapnya dengan tatapan jijik ia sekaligus mendecih melihat lelaki itu.

Miss Angelina Jolie beringsut mendekati lelaki itu.

"Apa?" tanyanya pada Miss Angelina Jolie yang sudah berdiri congkak di depannya.

Lihatlah! Mereka tampak seperti couple lantaran sama-sama memakai pakaian serba hitam.

"Mengapa kau mengurungku disini?" Amarah Miss Angelina Jolie mencuat, ia tampak berapi-api. Matanya mendelik tajam.

Si lelaki tampak tak berdosa sama sekali,  ia hanya melihat wanita itu dengan tatapan penilaian. Tangannya ia lipat di depan dada.

Wanita itu tampak kusut. Rambutnya berantakan ke mana-mana poninya berserakan. Surai hitam itu terurai hingga ke pantat.

"Bukankah kau yang memulai terlebih dahulu?" jawabnya, setelah cukup puas menilai Miss Angelina Jolie.

"Omong kosong!"

Lelaki itu berdiri, tubuh jangkungnya berusaha untuk membuat nyali Miss Angelina Jolie ciut. Sayangnya, perempuan itu tidak takut. Bukannya menunduk, dia justru semakin mendelik. Nyaris saja bola matanya keluar.

Meski bahu Miss Angelina Jolie dicengkeram erat ditambah dengan tubuhnya hanya setara telinga lelaki itu, ia tetap tidak takut.

Tidak ada yang bisa menakutinya kecuali kehilangan sesuatu yang tersayang.

Nah, maka dari itulah semua ini bermula.

Uang termasuk sesuatu yang tersayang, bukan?

"Biar aku ingatkan, Miss." Lelaki itu menarik napas dalam. Kemudian melanjutkan, "aku hanya mengambil 500 dollar darimu. Lantas kau mengejarku secara membabi buta, nyaris seperti babi. Walau kau tidak buta."

Miss Angelina Jolie mengerutkan keningnya. "Hanya, cih kau bilang hanya 500 dollar. Itu merupakan hidup matiku."

"Tapi itu tidak pantas menjadi alasan nyawaku melayang."

"Tidak perlu mencari pembenaran. Dari sudut pandang manapun, pencuri tidak akan pernah benar."

"Kau mengejarku hingga aku harus bersembunyi di gedung terbengkalai itu. Dan yang membuatku terkejut adalah ketika kau melesatkan peluru ke segala penjuru. Hal itu tidak wajar. Aku yakin kau pasti tidak memiliki lisensi menggunakan senjata."

Seakan teringat pada pistolnya, Miss Angelina Jolie mendorong dada lelaki, sukses membuat lelaki itu kembali terduduk di sofa.

Kemudian, Miss Angelina Jolie pergi ke segala penjuru untuk mencari keberadaan senjatanya. Ia memeriksa di ranjang terlebih dahulu dilanjut memeriksa laci. Namun, tak ia temukan.

"Bajingan, dimana kau menyembunyikan pistolku?"

Getting KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang