"Kau tidak akan menemukannya, Miss Angelina Jolie.""Aku tanya sekali lagi. Dimana kau menyembunyikan pistolku, bajingan?" Matanya memerah. Tanda ia sudah marah hingga ke titik puncak.
"Dan aku katakan sekali lagi. Kau tidak akan menemukannya, walau kau bongkar seluruh ruangan ini. Jadi, berhenti bertanya padaku."
Sudah tidak bisa disabarkan lagi. Melihat tingkah lelaki itu, membuat Miss Angelina Jolie tak tahan. Ia benci dimain-mainkan oleh pria itu.
Alhasil dengan kekuatan ninja, ia melesat cepat dan kakinya menerjang ke pipi sang lawan. "Mati kau, babi!" Perempuan itu memaki dalam bahasanya. Pria itu jelas tak mengerti makian tersebut, sebab sedari tadi mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris.
Lelaki itu tak pernah menyangka ia akan mendapatkan tendangan yang luar biasa dahsyat dari seorang betina. Terlebih lagi, pipinya yang menjadi korban penistaan tersebut. Parahnya lagi, ia terkapar di lantai dalam posisi telungkup.
"Kau tidak punya sopan santun, Miss." Lelaki itu bangkit sembari menyentuh pipinya. Tendangan itu menyisakan perih yang tidak dapat disembunyikan.
Antara si penendang sudah terlatih sekali atau sudah geram sekali. Atau mungkin dua-duanya, kita tidak tahu.
"Orang yang telah mencuri 500 dollar serta pistol milikku tidak layak mendapatkan sopan santunku." Ia cengkeram leher lelaki di hadapannya.
🥀🥀🥀
Kina turun dari bus dengan membawa ransel serta menjinjing tas. Ia masih mengingat instruksi dari 'Om itu' kemarin.
Kamu turun di halte depan Mall Mentari Ceria. Tunggu aja disana, saya akan jemput kamu pake mobil itu.
Sudah 30 menit lebih ia menunggu. Namun, mobil itu tak kunjung menjemputnya. Perut keroncongan, uang pas-pasan, sementara hari sudah hampir beranjak maghrib. Ia makin takut.
Kina tak tahu apa yang harus dilakukan. Dunia ini begitu baru baginya. Selama ini lingkungan yang ia ketahui hanya rumah, sekolah, dan sebatas komplek saja.
Kina tak pernah sampai sejauh ini. Walau kemarin ia sok-sokan bilang pada Pak Suhardi ia tahu jalan pulang.
Sadar bahwa dirinya tak kunjung dijemput. Ia malah menyibukkan diri dalam lamunan, sehingga teringat pembicaraan kemarin.
"Kami turut berduka, Jinan meninggal di usia muda. Hal yang tidak seharusnya terjadi padanya." Setelah meneguk air putih, Om itu membuka pembicaraan.
"Saya tidak mengenal Om. Saya yakin Om bukan warga kompleks sini. Om gimana bisa tahu kabar kepergian Ibu saya?" Kina menatap penuh selidik.
"Malam itu Om sedang sibuk-sibuknya. Tiba-tiba muncul sebuah pesan yang isinya 'Jinan sudah tiada' lewat sebuah nomor misterius."
Kina terkejut. "Maksud Om? Nomor misterius?"
"Awalnya Om bingung. Om juga lupa Jinan siapa yang dimaksud. Sampai akhirnya Om sadar Jinan yang dimaksud itu siapa. Cuman ada satu orang bernama Jinan yang Om temui selama hidup, dialah Ibu kamu."
Kina masih belum tahu maksud dari kedatangan Pria setengah baya ini. Terlebih lagi, Om itu datang dengan membawa fakta yang Kina pusing sendiri lantaran banyak belum jelasnya. Tentang siapa sebenarnya orang dibalik nomor misterius itu, apakah benar pemilik nomor misterius itulah yang telah membunuh Ibunya. Dan lantas siapakah Om yang berada di hadapannya saat ini.
Dan terakhir adalah tentang apakah yang orang tua ini ucapkan merupakan suatu kebenaran?
Astaga, Kina makin pusing!
"Udah, udah. Kamu gak usah sibuk mikirin siapa pemilik nomor misterius itu. Nanti Om yang bakal cari tahu."
"Ucapan Om enggak menenangkan saya." Kina menyentuh jidat. "Sebenarnya apa hubungan Om dengan Ibu saya?"
"Bukan sesuatu yang bisa dikatakan spesial. Tapi yang Om tahu Ibu kamu adalah yang terbaik."
Kina memicing geram, ia sandarkan punggung lantas bersedekap. "Om bisa lebih jelas lagi kalau ngomong? Saya capek overthinking terus."
Pria itu tersenyum, ia tidak tersinggung. Cukup memaklumi, tetapi berhasil membuat Kina pusing. "Kalau begitu Om pulang saja." Berdiri, seolah-olah dirinya merasa terusir. Tapi ucapannya selanjutnya menjadi peluru untuk Kina, ternyata ia masih belum puas menyiksa Kina.
"Ibu kamu yang terbaik di tempat pelacuran Mami Mona."
Kina tidak terima, ia tidak percaya. Sembarangan saja Om itu mengatakan hal yang tidak-tidak tentang Ibunya.
"Tujuan Om datang kesini ngapain sih!" Kina berteriak.
Om itu sedang berjalan ke mobilnya, lantas saat Kina bertanya ia berbalik sesaat untuk menjawab singkat kemudian melangkah lagi dan akhirnya masuk ke mobil.
Kina langsung ketakutan, buru-buru ia kunci diri di dalam rumah. Menelan ludah kasar lantaran takut, Kina segera mengambil air putih dan meminumnya.
Ia takut.
Sebab, Om itu menjawab, Untuk menjemput kamulah.
Kina harus pergi dari rumah ini secepatnya, ia harus lari. Rumah ini tidak ada siapa-siapa selain dirinya sendiri. Rumah ini jelas tidak aman.
Panik luar biasa menyerangnya. Ia bahkan tidak sadar ketika dirinya tiba-tiba sudah mengambil handphone, jarinya yang gemetar mencari nomor. Suara operator menyapanya.
Pulsa Anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini.
Tiga kali, ia melakukan misscall. Tapi, nomor yang dihubungi tak kunjung menelpon balik. Kina pasrah, keputusannya adalah mengurung diri di kamar.
🥀🥀🥀
"Kina!" Seseorang menyadarkan lamunan Kina. Pria itu berbicara lewat kaca jendela mobil yang diturunkan. "Cepat masuk!"
Belum tersadar seratus persen dari lamunannya, tetapi Kina dengan sigap menuruti perintah tersebut.
"Melamun seperti tadi itu gak baik, jangan lakukan lagi." Pria itu melirik Kina, lantas ia sebal. "Kenapa seatbelt-nya belum kamu pasang?"
"Maaf, Om. Saya lupa," ucapnya sembari memasang sabuk pengaman.
"Sudah berapa kali saya bilang. Saya tidak setua itu untuk kamu panggil Om."
"Saya tidak terpikir panggilan yang lain, saya rasa Om sudah sangat cocok. Mau seribu kali diperingatkan, tetap saja lidah saya sudah spontan memanggil Om."
"Jika saya tidak senang dengan kamu, saya bisa turunkan kamu sekarang juga."
"Dan itu artinya Om membiarkan perjanjian kita batal?"
Lu punya uang, lu punya kuasa.
Pernah dengar konsep itu? Tapi sayangnya dalam kasus ini, Kina sudahlah tak punya uang tapi sok jadi si paling punya kuasa. Pakai mengancam-ngancam segala. Sudah tahu hidupnya tak aman, eh malah dianya belagak.
Cape deh!
