"Boleh diminum dulu."
Kun kakak dari Hendery menyuguhkanku sebuah minuman jus jeruk. Sore ini setelah kegiatan kampusku selesai, aku dengan mantap memberanikan diri datang kembali ke rumah ini.
Alasannya cuma satu.
Tentu saja karena aku butuh uang.
Kun duduk di sofa di depanku, dengan wajahnya yang tersenyum ramah ia membaca buku catatan pelajaran Hendery satu persatu.
"Ibu suka banget sama hasil ngajar kamu." katanya membuatku sedikit terkikuk. Kun melanjutkan, "untuk nilainya sih belum keliatan ya, tapi dari gimana dia mau catet pelajaran ke buku nya gini cukup memuaskan sih." jelasnya.
Aku sedikit gugup dan hanya sanggup terkekeh kaku.
Kun kembali menatapku, "sebenernya Hendery anaknya pinter kok waktu kecil." ujarnya, menatap foto keluarga diruang Tamu ini. "Bisa dibilang anaknya dari balita itu punya perkembangan yang cepet." sambung si anak Sulung itu.
Aku ikut menatap foto keluarga yang cukup besar diruangan ini. Hanya ada foto sang ibunda dengan kedua anaknya, yang kurasa foto itu diambil ketika Hendery baru saja sekolah menengah pertama atau mungkin dasar.
Iya, Ibunda Hendery adalah orang tua tunggal. Aku sendiri tidak tahu apakah tunggal karena perceraian atau hal lain, tapi yang pasti hampir seluruh foto keluarga dirumah ini tak menampakan sosok ayah didalamnya.
Kun melanjutkan, "tapi semenjak perceraian orang tua, Hendery jadi anak yang diem." aku terkejut, padahal baru saja bertanya-tanya kemana sosok kepala keluarga, rupanya kun seakan membaca pikiranku.
"Papah kami masih hidup hanya saja beda kota, mereka cerai waktu Hendery baru masuk SD." seakan tanpa menutupi apapun, Kun begitu enteng menceritakan keluarganya. "Mama memang jadi wanita karir setelah berpisah, ngebuat kami kurang memiliki sosok orang tua yang ideal." jelasnya.
"Tapi mungkin bagi orang tua kami, mereka sudah memberikan segalanya melalui materi."
Perkataan Kun membuatku terdiam. Lelaki itu kembali melanjutkan, "baik Papa atau Mama mulai menuntut kami untuk sesuai keinginan mereka dengan alasan sudah mereka biayai."
"Saya pribadi sih tidak masalah, ya." Kun terkekeh menunjukan matanya yang tersenyum. "Tapi berbeda dengan adik saya. Semakin dituntut orang ia semakin mengurung dirinya dalam game."
Aku terdiam, entah apa maksud lelaki itu menjelaskan semua latar belakang keluarganya begitu saja padaku, tapi aku berusaha untuk mendengarkan.
Dan lagipula, muridku yang menyebalkan bernama Hendery itu ada Dimana? Mengapa aku tak melihat sedikitpun batang hidungnya?
"Jadi atas kejadian waktu itu, saya minta maaf ya." ujar Kun cukup membuatku menoleh padanya.
"Eh... Gapapa, Kak." aku merasa kikuk dan segan mendengar permintaan maafnya yang tiba-tiba.
Namun rupanya dugaan ku salah, memang benar apa kata pepatah perihal ada udang di balik batu. Tak lama selang permintaan maafnya itu, Kun kembali membuka suara yang cukup membuatku terkejut.
"Saya memang mesti minta maaf, pasalnya sekarang saya mewakili ibu kami cuma minta satu sama kamu sebagai pengajar Hendery. Yaitu, buat dia berhasil masuk kampus yang dituju kami."
Aku teridiam. Entah mengapa rasanya justru kakaknya pun sama sekali tak memberikan kebebasan bagi adiknya sendiri.
Apakah karena ia melihat dirinya berhasil maka iapun merasa bahwa adiknya perlu dengan cara yang sama?
Berkali-kali aku meremat ujung bajuku. "Anu, Kak." gumamku pada Kun. "Kakak tau kan kalo Hendery gabung tim e-sport?" aku bertanya dan dijawab anggukan olehnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/205469752-288-k631718.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blunder [WayV Hendery FF]
FanfictionKetika semua kekacauan ini, berawal dari kesalahanku. aku menyesal masuk kedalam hidupmu dan mengacaukan hidupku. bisa kah aku kembali pada hidupku semula? Note : -Lokal -nonbaku -AU -Harsh Word