Robot

167 41 6
                                    

Plak!

Tamparan itu begitu keras, aku yang bahkan hanya mendengarnya di ruang tamupun, cukup dapat ikut merasakan bagaimana perihnya tamparan itu.

Sekarang pukul satu malam. Tepat sesaat sampai dirumah kediaman Hendery tadi, aku dapat melihat sesosok lelaki lain yang sudah menunggu di depan pintu.

"Maaf bikin kamu jadi ikut urusan." Ujar suara itu membuatku sedikit terkejut, itu Kun yang tak lain adalah kakak dari Hendery. Aku hanya bisa terkikuk seraya menggelengkan kepala.

"Saya yang harusnya minta maaf, Ka." Kataku namun lelaki itu hanya tersenyum.

Ia berkata, "bukan salahmu kok. Memang di ponsel Hendery saja orang rumah bisa lacak, jadi gapapa." Katanya membuatku mengerti mengapa ibunya bisa mengetahui dimana Hendery berada.

Tapi aku cukup terkejut, maksudku adalah ketika tau bahwa ponselmu terkoneksi dengan orang tua. Bukankah rasanya seperti dirampas privasi?

Aku lagi-lagi hanya bisa menundukkan kepala, segan menatap lelaki di sampingku ini meski wajahnya begitu terkesan ramah.

"BUNUH HENDERY AJA LAH, MAH!"

Itu teriakan Hendery. Sontak aku menatap Kun dan yang kutatap rupanya sama penasarannya. Lagi, aku masih mendengar teriakkannya.

"KAPAN MAMA BERHENTI MAKSA SIH? HENDERY BUKAN ROBOT, MAH!"

Sedari tadi yang kudengar hanya teriakan sang anak dibanding ibunya. Aku jadi penasaran di ruangan sebelah ini sedang ada apa yang terjadi.

Kun menghela napas, ia yang sempat beranjak untuk memeriksa keadaan ibu dan adiknya itu kembali duduk di depanku. "Sudah malam, saya antar pulang aja gimana?" Tawarnya sesaat membuatku menatapnya.

Aku ragu, sedikit bingung haruskah aku pergi sebelum bertemu dengan ibunda Hendery? Setidaknya biarkan aku menjelaskan apa yang terjadi, dan juga aku takut di pecat.

Melihatku yang ragu, Kun hanya berdeham. "Hendery nggak usah dipikirin. Tadi Mama juga bilang kalo tutornya harus di tambah jadwal." Sahutnya.

Apa? Aku tidak dipecat?

Tak percaya, aku mengerjapkan mata beberapa kali. "Maksudnya, Kak?" Tanyaku dengan kebingungan, disisi lain Kun hanya tersenyum simpul.

"Intinya kamu nggak di pecat, tapi minta perbanyak jadwal."

-o-

Aku menutup pintu gerbang rumah kostanku ketika selesai berpamitan dengan Kun yang sudah mengantarku pulang. Benar, aku tetap dipekerjakan dan tidak diberhentikan.

Alasannya sederhana, bagi Ibunda Hendery sifatku sangat cocok untuk mengontrol anaknya itu. Padahal, bukannya aku yang gampang di tipu oleh anak itu?

"Teh Kania?" Suara familiar membuatku tersentak kaget, ada seseorang dibelakangku yang membuatku membalikkan badan dengan cepat.

Jeno, "eh kaget yaa? Sori." Katanya dengan kekehan garing. Ia terlihat baru saja akan pergi.

"Kok kamu disini?" Tanyaku setelah sadar mengapa ada dirinya ditempat kostku.

Jeno menggaruk tengkuknya tak gatal,  "itu, ke Teh Sakha." Katanya sedikit berbisik.

Aku menyipitkan mata berusaha berpikir, "Sakha pulang?" Tanyaku dan lelaki itu mengangguk.

"Iya, ada sesuatu jadi aku anter pulang. Terakhir orangnya udah tidur sih, tapi nanti pagi bisa bangunin dia? Setidaknya suruh sarapan." Pinta Jeno begitu saja.

Blunder [WayV Hendery FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang