••••
Ketika membuka matanya, Jillian mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang terlihat asing dengan langit-langit kamar yang berwarna putih, berbeda dengan kamarnya yang berada di Mansion Kay yang berwarna abu-abu.
Melihat tangannya yang terpasang infus membuat Jillian bisa menebak dimana dirinya berada. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika ingat apa yang menyebabkan dia bisa disini.
Pria sialan!
Pintu di depannya terbuka dan masuk seorang dokter diikuti suster dibelakangnya. Saat akan berbicara Jillian merasa dadanya sesak hingga dia kesulitan untuk mengeluarkan suaranya.
“Nona jangan memaksa untuk berbicara.” larang Dokter itu ketika sudah berada dihadapan Jillian.
“Dada nona yang terbentur cukup keras hingga membuat nona kesulitan untuk bicara, jadi untuk sementara jangan dipaksakan untuk berbicara dulu.” jelas dokter membuat Jillian menganggukkan kepala tanda mengerti.
Dia mengingat hantaman yang dia dapatkan di dadanya.
“Baiklah, sekarang sudah waktunya untuk makan siang nanti ada suster yang membantu nona untuk makan.” Dokter dan beberapa orang di belakangnya keluar setelah selesai memeriksa kondisi Jillian secara menyeluruh.
Jillian menghembuskan nafasnya yang terasa sesak secara perlahan. Dia sungguh benci pada orang yang telah menyebabkannya seperti ini. Dia bertanya-tanya, apakah orang didalam ruangan itu tewas ditembak oleh Kay? karena seingatnya pria itu menembakkan pistolnya kearahnya.
Jillian menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pemikiran yang hanya membuatnya sakit kepala.
Meringis ketika akan bergerak, Jillian tidak bisa sembarangan menggerakkan badannya yang terasa remuk. Hanya bisa terbaring di ranjang dengan tatapan yang kosong.
Sebenarnya apa mau pria itu kenapa dia melakukan hal itu padanya. Apakah dia bersenang-senang melihat Jillian yang tersiksa, kalau iya apa bedanya Kay dengan orang-orang di tempatnya dulu.
Sudut mata Jillian mengeluarkan air mata tanpa bisa dicegah. Tapi dia juga tidak berniat untuk mengusapnya sama sekali. Biarlah kali ini gadis itu menumpahkan segala emosi yang selama ini dia pendam. Karena setelahnya dia tidak akan membiarkan ada air mata yang keluar dari matanya.
Mungkin saja, kedepannya tidak akan ada yang tahu.
Kay sengaja tidak masuk kedalam membiarkan Jillian untuk menangis sepuasnya. Sudah dari dua puluh menit yang lalu sebenarnya pria itu datang. Setelah merasa cukup memberikan Jillian waktu, Kay masuk kedalam dan mendapati gadis itu yang menatapnya dengan tajam membuatnya menyeringai melihatnya.
“Sudah sadar rupanya.” Kay berjalan mendekati ranjang tempat Jillian berbaring.
Saat Kay sudah berada didekatnya, Jillian memalingkan wajahnya tidak mau menatap pria itu lama-lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABYRINTHINE [Editing]
RomanceBertahan atau menyerah? Hanya dua kemungkinan itu yang bisa Jillian pilih. ❗ D A R K R O M A N C E 21+ Kedatangannya ke Indonesia membuat seorang Kay Cyrano Agesislou, pemilik perusahaan pelayaran terbesar di Yunani terobsesi terhadap seorang g...