Wang Yibo, pewaris konglomerat yang kekurangan kasih sayang, bertemu dengan Xiao Zhan yang ceria. Mereka tersapu ke dalam romansa penuh gairah dan menghabiskan saat-saat paling tak terlupakan dalam hidup mereka.
Setelah melalui masa-masa indah, apa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Aku ingin mengenalmu.”
Suara berat si pemuda menahan langkah Xiao Zhan. Ia berpandangan dengan Zhengting yang menoleh. Sesaat kemudian ia mendengar langkah kaki dan pemuda itu kini berdiri di depan, menghalangi jalan mereka.
“Bukankah aku sudah bilang, aku mengajakmu berkenalan. Kau memandang cara itu kuno, tidak masalah. Apa kau tidak ingin mengenalku?”
Senyum Yibo terkulum. Bermain dengan sebelah mata, memiringkan kepala dan dengan kepercayaan diri mengulurkan tangan untuk mengajak berjabat tangan.
Xiao Zhan nyaris terpana. Tanpa sadar ia membuka belah bibir, merasa takjub dengan sikap percaya diri si pemuda. Selain ketampanannya yang memikat, ia merasakan hal lain melihat godaan yang terlempar padanya.
Dia mau mengalahkan kepercayaan diriku. Lumayan... Baiklah... Akan kulayani...
Dengan senyum jenaka yang ia tampilkan, ia menyambut tangan yang menggantung di depan.
“Kau sudah tahu namaku, bukan?” kerlingnya.
“Hmm, namaku Wang Yibo. Kau bisa memanggilku Yibo.”
“Yibo?” Sebelah alis Xiao Zhan kembali terangkat. “Aku lihat kau masih muda. Sepertinya kau berada di bawahku.”
“Benarkah? Kenapa berpikir begitu?”
“Melihat penampilanmu,” sahut Xiao Zhan.
“Rupanya penampilan sangat membantu. Aku sangat beruntung. Jadi panggilan apa yang kau inginkan?” Yibo tersenyum, meremas pelan tangan halus dalam genggaman.
“Mmm, kau bisa memanggilku kakak,” Xiao Zhan kembali menjawab sambil tergesa menarik tangannya. Tidak tahu kenapa tangan pemuda itu seperti menyalurkan sesuatu ke dalam diri. Ia berdehem dan mencoba mengalihkan tatapan.
“Kakak ya,” gumam Yibo, mengatupkan bibir menahan senyum. Kepalanya manggut-manggut, tertunduk sesaat sambil menggosokkan jari ke hidung sampai senyuman lebarnya menghias wajah, memperlihatkan sederet gigi putih yang rapi.
“Bagaimana kalau aku memanggilmu ‘sayang’? Bukankah itu lebih cocok?” Matanya mengedip nakal.
“Kau—”
Telunjuk Xiao Zhan nyaris mengenai hidung Yibo, namun sesaat kemudian kata-kata yang hendak terucap tertelan lagi karena tarikan si pemuda yang mengenggam tangan.
“Eh... Kenapa kau menarikku?” Xiao Zhan menggerutu karena tarikan itu mengejutkannya.
“Sebagai awal perkenalan kita, bagaimana kalau kita makan bersama? Aku yang traktir,” Yibo berkata sambil menyeret Xiao Zhan yang mau tidak mau mengikuti langkahnya.
Xiao Zhan menoleh pada Zhengting yang mengekor tanpa banyak kata, hanya senyumannya tercipta di bibir. Ia mendelik melihat kedua alis Zhengting terangkat naik. Akhirnya ia hanya berjalan mensejajari langkah Yibo, melirik sekilas. Tangannya berusaha ia tarik namun pemuda itu menggenggamnya dengan erat. Ia hanya mulai tak tenang karena mendadak merasakan debaran yang tak menentu.