1.

11.8K 1.2K 51
                                    

"Saya—ingin bicara dengan Bapak. Berdua dan tidak masalah jika harus di kamar Bapak."

Surya mengernyit dengan wajah terkejut saat tiba-tiba pekerja barunya itu menyambut di teras rumah dan langsung meminta hal tanpa basa-basi. Ah, apa mungkin perempuan muda ini sudah tahu tentang dirinya dan tertarik untuk menjadi satu dari semua koleksi perempuan yang pernah ada di hari-hari Surya? Pagi tadi ia memberikan banyak informasi tentang anak-anaknya termasuk pengakuan bahwa tiga putranya itu terlahir dari perempuan yang berbeda. Surya menyangka, pasti Aldira mulai mencari tahu tentang dirinya dan berpikir bahwa ia pria hidung belang yang ... ya memang aku menyukai perempuan dan bermain bersama mereka dalam satu malam.

Tak ada wanita yang bisa menolak pesonanya, Surya tahu itu. Sejak dulu bahkan hingga sekarang saat usianya sudah kepala empat, masih banyak saja wanita yang menyodorkan diri kepadanya. Tak sedikit dari mereka yang tahu tentang Surya, tetapi seperti tak peduli dengan itu semua dan terus berusaha membuat Surya terjerat pesona mereka. Sayangnya, Surya Salim bukan pria yang suka dengan komitmen dan ikatan cinta.

Aldira Kayana. Perempuan cantik ini ia beri kesempatan bekerja karena butuh seseorang yang bisa ia ajak kerja sama untuk mengurus ketiga putranya. Putra yang nantinya ia harapkan menjadi kebanggaannya dan membuatnya berhasil membuktikan jika ia mampu bertanggung jawab atas perbuatannya dulu.

Surya tak menampik jika sahabat sekretarisnya ini cantik. Cintya cerita banyak hal tentang perempuan ini kepadanya. Surya percaya Aldira tak akan mengecewakannya, tetapi malam-malam minta bicara berdua, Surya jadi ... sedikit tergoda. Tergoda untuk mencari tahu apakah ada motif lain dalam kerjasama mereka sebagai majikan dan pengasuh anak. Perempuan itu tidak tahu bahwa ia baru saja menyelesaikan satu permainan bersama salah satu perempuan yang menyodorkan diri kepadanya. Bukan salah Surya, menurut pria itu. Mereka yang menawarkan diri dan Surya memiliki hal yang mereka butuhkan.

"Ini—masih terlalu awal untuk langsung masuk pada menu utama, Aldira." Surya menyeringai santai dengan wajah menggoda. Mengulang satu sesi lagi dengan perempuan yang berbeda sebenarnya tidak masalah, hanya saja ... "Biasanya saya memulai dari ruang kerja." Ia mendekati Aldira, menunduk agar bisa mendekati wajah muda yang merona pada malam dingin ini. "Saya tebak—kamu sudah menyiapkan sesuatu untuk saya."

Aldira mundur selangkah, lalu mengangguk. "Bapak mau minum—kopi? Saya buatkan dan antar sekalian ke ruang kerja Bapak."

Kopi? Bukan ide buruk meski Surya sebenarnya sudah lelah setelah bergumul dengan si rambut panjang keriting yang memberikannya dua kali pelepasan. Ia ingin lekas istirahat karena besok sudah harus ada di kantor pagi-pagi sekali. Namun, tawaran kopi dan bibir merah merekah yang Aldira miliki, membuat Surya berpikir bahwa memundurkan jadwal tidurnya malam ini bukan masalah besar. Karena akan ada hal lebih besar yang akan Aldira berikan sesaat lagi kepadanya. Perasaannya berkata seperti itu dan intuisinya meminta agar ia harus menerima permintaan Aldira.

"Boleh. Kita bertemu di ruang kerja saya."

Sesaat setelah ia berganti pakaian dan membersihkan diri, ia membuka pintu ruang kerja dan mendapati Aldira sudah menunggunya di sana. Andai ia mempersilakan Aldira bicara di kamarnya, ia yakin tak perlu repot-repot mengenakan kaus dan celana training panjang ini. Baju handuk setelah mandi cukup untuk bicara di atas sofa atau ranjang jika Aldira berkenan. Pasti lebih efisien dan menyenangkan.

"Jadi ... apa yang ingin kamu bicarakan?"

Aldira bergerak sedikit tak nyaman, tetapi tatapannya fokus pada Surya yang terlihat tampan dengan rambut setengah kering itu. "Saya—sudah bertemu anak-anak dan berinteraksi kepada mereka hari ini."

Becoming Daddy SitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang