6.

3.5K 733 30
                                    


"Mbak Dira masih marahan sama Bapak, ya?" Bik Minah menyapa Aldira yang baru masuk dapur untuk mengambil sarapan.

Aldira memang tak pernah sarapan bersama para majikannya, karena sepagian hingga anak-anak berangkat sekolah, ia akan sibuk menyiapkan bekal dan melayani keinginan Gio atau Kaisar. Surya Salim pagi ini tidak ikut sarapan lagi dan sudah pergi saja sebelum matahari terbit. Pria itu bahkan tak menyapa siapapun dan berkata apapun sebelum keluar rumah dan mengendarai mobilnya.

Ditanya begitu, Aldira hanya tersenyum segaris sebelum mengambil nasi dan lauk untuk dinikmati.

"Maaf, loh, Mbak Dira, Bibik hanya ingin tahu dan bantu. Kalau lihat gelagatnya Pak Surya, kayaknya masih marahan gitu." Bibik menyeringai sungkan seraya lanjut mengupas kentang. "Pak Surya itu memang keras dan dingin. Sebelas dua belas sama Damian. Kalau lagi sumpek dan marah, ya ... memang gitu mereka."

Selesai mengambil lauk, Aldira duduk di kitchen island dapur mewah itu dan mulai menikmati sarapannya yang semoga belum terlambat. "Memang saya yang salah kok, Bik." Mengingat semalam, Aldira agak tidak enak hati kepada Surya. Ia sadar, sudah bersikap agak kurang ajar pada atasannya. Seharusnya ia juga mendengar penjelasan dari sisi Surya dan berdiskusi hingga menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak.

"Jelas salah Pak Suryalah. Dia tidak seharusnya bertemu perempuan bayaran kalau sudah punya kekasih." Bibik memberengut. "Bibik juga—gimana, ya, antara kasihan dan geregetan juga sama Bapak. Dia itu bisa cari istri. Pasti banyak yang mau."

Aldira tersenyum samar. "Soal itu—biar saya dan Bapak yang menyelesaikan." Entah bagaimana penyelesaiannya nanti. Sebelum sampai tahap itu, yang pasti Aldira akan meminta maaf dulu atas kelancangannya mengusik kehidupan pribadi Surya. Seperti menemukan masalah kerja di kantornya dulu, apapun yang terjadi, ia akan laporkan kepada atasannya sebelum lanjut diskusi dan menentukan langkah agar mencapai solusi.

"Boleh Bibik kasih masukan gak Mbak?"

"Apa?" Aldira menoleh kepada Bibik sambil terus mengunyah dan menyuap makanannya.

Bibik tersenyum penuh misteri seraya terus mengupas kentang dan wortel yang akan dimasak untuk menu siang nanti. "Bapak itu keras, tapi bisa lembut jika diperlakukan dengan tepat." Ia menatap sayuran yang tengah dikupas dengan sorot penuh arti. "Dia itu baik, sangat baik malah. Hanya saja, belum ada yang bisa memahami dan mengimbangi sifat Bapak. Bapak itu penuh tanggung jawab. Bibik saksinya bagaimana dia berjuang hingga kehidupan mereka jadi baik begini."

Kening Aldira mengerut dengan mata memicing penasaran. "Memangnya, Bibik sudah lama ya kerja dengan Bapak?"

Bik Minah mengangguk. "Dua puluh tahunan. Sebelum Damian lahir." Saat perempuan paruh baya ini mendongak, tatapannya pada aldira serupa sorot dalam yang menyimpan banyak perasaan. "Bapak menjalani hidup yang gak mudah yang belum tentu bisa dijalani oleh pria seusianya."

Aldira mulai hilang nafsu makan dan menelan ludah kelat, saat Bibik mulai bercerita tentang perjalan hidup seorang Surya Salim sejak usia dua puluh tahun hingga sekarang.

"Jujur Bibik senang dengar Bapak memiliki kekasih. Artinya, Bapak mulai kembali membuka hati setelah apa yang terjadi pada hidupnya. Bibik juga tidak tahu apa yang mendasari Mbak Dira mau menjadi kekasih Bapak yang notabene sudah memiliki tiga anak tanpa pernikahan. Bapak memang cacat, kelakuannya suka kurang ajar, tetapi Bibik yakin dia bisa berubah jika berada di tangan yang tepat. Dia justru yang membutuhkan pengasuhan dan perhatian lebih dari anak-anak. Dia itu sendirian, kesepian, dan menanggung semua kesalahan masa lalunya tanpa memiliki maaf dan kesempatan kedua. Bibik salut dengan Bapak dan kasihan juga sebenarnya." Dengan cepat, Bik Minah mengusap air mata yang membasahi pipinya. "Bukannya Bibik mau bela Bapak loh ya Mbak. Bibik akui, Bapak ya bejat juga selingkuh sama kupu-kupu malam padahal punya kekasih cantik kayak Mbak Dira, tetapi Bibik juga ingin Mbak Dira tahu kalau Bapak memang serapuh itu. Mbak Dira yang mengalah, ya ..., yang menenangkan Bapak dan memulai perdamaian kalian."

Becoming Daddy SitterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang