Akhirnya sampai diangka ini dan ini Last Chapter, ya!
Selamat membaca 🌵
Bellona mendekat, berjalan pelan dengan anggun. Keayuan wajahnya membuat semua orang tersenyum. Tubuh rampingnya juga terlihat apik dengan balutan kebaya putih akad nikah.
Abdi berdiri di kursi, ia tersenyum tapi juga merasa haru. Air matanya ia tahan sekuat tenaga. Bellona hanya tersenyum tipis ke arahnya, lalu menatap tetamu yang hadir.
Keduanya duduk bersisian, Bellona masih diam, tidak berani menoleh ke Abdi barang sedikit. Biarlah nanti saja, ia sebenarnya masih kesal dengan lelaki itu.
Semua tampak khusyuk mengikuti prosesi. Hingga dengan lantang satu tarikan napas, Abdi mengucapkan ijab kabul, maka keduanya sah menjadi suami istri.
Bellona melirik Abdi, lalu mengalihkan pandangan ke keluarganya yang tampak bahagia.
"Udah sah, Mas, cium, dong!" teriak Bima. Abdi cengengesan. Bellona menggelengkan kepala, biar rasa Abdi mendapat penolakan Bellona.
Resepsi sederhana diadakan di rumah bude juga. Abdi dan Bellona bicara berdua di kamar yang sudah dihias menjadi kamar pengantin. Seperti sulap pokoknya, semua beres.
Abdi duduk di tepi ranjang, menatap Bellona yang terus mondar mandir dengan wajah kesal.
"Ini semua diluar rencana! Kamu tuh, argh!" kesal Bellona. Abdi hanya bisa memasang senyuman, biarlah istrinya uring-uringan. Justru terlihat lucu.
"Kamu mau marah kayak apa ya tetap aja aku udah resmi jadi suamimu. Kita suami istri, sah. Mau apa?" tantang Abdi.
Iya juga, Bellona melepas sepatunya lalu berganti dengan sendal rumah. Ia pegal.
"Aku ada hadiah buat kamu, sebentar," ujar Abdi sembari berjalan ke sudut kamar. Ia meraih benda besar seperti pigura. "Buka," pintanya. Bellona menghela napa, jemari lentiknya yang sudah dipakaian kutek dengan warna coklat muda tipis, membuka bungkusan.
Terlihat lukisan tangan foto kedua orang tuanya, juga Bellona yang ada di tengah seperti diapit ayah ibunya.
"Aku siapin ini seminggu lalu. Minta bude kirim foto Ayah dan Ibu, dan ... taraaa ... jadi, deh, gimana keren, nggak?' ucapnya. Bellona diam, perlahan ia duduk di tepi ranjang sambil membekap bibirnya. Ia menangis tergugu. Abdi mengapa bisa membuat hal yang selama ini tak mungkin ia peroleh, justru sekarang semua bisa didapat hanya dengan satu jentikan.
"Lona," panggil Abdi yang duduk di dekat Bellona, wanita itu membelakangi Abdi, ia begitu tersentuh dengan apa yang suaminya lakukan.
Bellona memutar badan, ia menghambur memeluk suaminya. Menangis terisak juga mengucapkan terima kasih. Abdi membalas pelukan tak kalah erat.
"Udah, sayang, jangan nangis gitu, belum juga diapa-apain sama aku ... aw!" jerit Abdi. Bellona mencubit pinggang Abdi. Ia menatap dengan kedua mata merah karena baru reda tangisannya.
Bellona beranjak. "Mau kemana?" tanya Abdi mendongakkan kepala.
"Touch up, malu habis nangis," jawab Bellona ketus.
"Nanti dulu," tukas Abdi seraya menarik jemari tangan Bellona. Ia membawa istrinya duduk diatas pangkuannya. Keduanya beradu tatap, Bellona sedikit menunduk. "Istri cantikku, aku minta maaf kita jadi nikah kilat gini. Pekerjaan aku nggak bisa ditunda. Juga ... karena aku nggak mau lama-lama lagi untuk jadi suami kamu. Kebahagiaanku harus dikejar dan ... satu lagi," jedanya. Bellona merangkulkan kedua tangan di leher suaminya.
"Aku izin ikut tarung di sana, boleh? Ternyata di KL ada kegiatan itu dan ak-- aw! Aduh, Lona!" Abdi mengusap pahanya yang dicubit Bellona lagi.
"Nggak boleh. Alterego kamu cukup jadi pembalap dan posesif ke aku. Sisi kamu yang seperti itu, bikin kamu kelihatan keren di mataku. Jangan tarung apa-apa lagi." Bellona serius dengan ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Alterego ✔
RomanceBellona, perempuan cantik yang biasa dipanggil Lona tanpa sengaja berurusan dengan Abdinegoro atau Abdi, yang ia tau putra tunggal juga komisaris muda perusahaan besar bisnis teknologi dan informasi plus perusahaan konsultan bisnis terkemuka. Abdi...