CHAPTER 7

748 85 0
                                    

Dibawah sinar matahari yang masuk melalui tirai, Mark membuka mata perlahan. Ia tertidur cukup nyenyak sampai tidak menyadari kehadiran Jeno di kamarnya sedari tadi.

"Ayo cepat bangun!" Jeno duduk dilantai kamar menunggu Mark bangun

Mark terkejut, "Mama! Kenapa ada malaikat maut disini!"

Jeno melirik Mark kasihan, 'Kenapa kamu malah menyebut Ibumu yang sudah meninggal itu?'

Mark melirik jam dinding sekilas, "Oh! Ternyata sudah siang" bangun dengan terkejut dan pipinya mulai memerah, 'Ya ampun, yang benar saja! Aku bahkan tidak pakai baju! Parah!' menutupi dirinya sampai ke leher dengan selimut.

Jeno menatap Mark, "Kamu mau pergi atau enggak?" menyenderkan punggung di badan tempat tidur

"Oh, oh, aku sudah bangun! Keluarlah!" Mark mendorong punggung Jeno dengan kaki untuk mengusirnya

Jeno tidak bergerak sedikit pun, "Kamu khawatir napasmu bau? Tak apa-apa, aku sudah sering menciumnya"

Mark memandang Jeno menyalahkan, 'Bukan karena itu, berengsek!' ingin berteriak

Jeno menghela napas, "Oh, kamu mau ganti baju? Oke, aku akan duduk membelakangimu! Cepat pakai bajumu!"

"Kamu ini tidak peka, ya? Jangan sembarangan masuk ke kamar oranglain, Lee Jeno!" sahut Mark kesal

Jeno menatap Mark heran, "Peka bagaimana? Kenapa tiba-tiba bicara soal peka? Kamu juga sering masuk ke kamarku seenaknya"

"Keluar! Keluar!" Mark meraih bantal dengan satu tangannya dan mengambil ancang-ancang, dan melemparkan bantal itu ke arah Jeno

"Oke! Oke! Aku keluar! Puas!" Jeno beranjak dari kamar itu. Diluar pintu kamar Mark, ia dengan wajah memerah juga "Dia keras kepala! Kenapa dia tidak pakai baju, sih?"

Tak lama kemudian Mark keluar dan menyikut bahu Jeno, "Kenapa kamu mengajakku keluar saat cuaca panas begini?" dengan malas

Jeno tersentak kaget, "Astaga!"

Mark menatap Jeno kebingungan, "Kenapa kaget begitu, sih? Seperti melihat hantu saja"

Jeno terbatuk-batuk, "Siapa yang kaget? Jalan yang benar, dong. Kenapa mengendap-endap tanpa suara?... Cepatlah, sebelum matahari semakin panas" berjalan meninggalkan Mark. Ia mengatur napas untuk menenangkan pikiran dan tubuhnya yang panas begitu salah tingkah sampai tak bisa berjalan dengan normal.

"Kenapa dia berjalan dengan aneh seperti itu?!" Mark heran dan berjalan menyusul Jeno

▪︎▪︎▪︎

Mark sedang berolahraga dengan Jeno, ia lelah sedari tadi terus berlari mengejar Jeno. Merasa tak kuat lagi memilih duduk di kursi taman yang terdekat darinya.

Mark terengah-engah memegang tangan dan kakinya, "Hei, Lee Jeno! Aku sudah tidak kuat berlari! Lihatlah sekelilingmu, hanya kita yang berlari di tengah terik matahari seperti ini! Kita bisa mati kepanasan, Lee Jeno!"

Jeno memandang sekeliling dengan santai, "Kenapa tidak ada orang yang lari, ya? Tadi sepertinya ada..."

Mark memutar bola matanya, "Tidak tahu! Panas! Panas sekali! Aku tak bisa berlari lagi! Kamu lari sendiri saja!"

"... Dengan olahraga, beratmu bisa berkurang dan bertambah tinggi" sahut Jeno

"Ya! Maksudmu, aku ini gemuk dan pendek?!" sahut Mark berteriak

Jeno menggeleng, "Enggak kok! Kamu yang bilang sendiri, tak tahan berolahraga sendirian jadi kamu selalu menggangguku dan mengajakku olahraga bersama. Tapi sekarang kamu malah bilang tak mau berolahraga?! Dan jangan lupa, dua minggu lalu saat sudah tak kuat berlari... kamu malah duduk dan makan es krim atau kamu makan kimbab, kan? Lalu setelah itu langsung pulang dan selalu seperti itu!"

Mark berdecak kesal, "Aku capek! Aku mau istirahat! Kenapa kamu ngotot sekali, Tuan Lee Jeno"

Jeno tertawa, "Oke, deh! Kita istirahat dulu!" menghilang

Sejenak Mark melihat sekeliling, "Haruskah aku berbaring sebentar sambil menunggu Jeno datang?" memutuskan berbaring sebentar di kursi taman, perlahan kelopak matanya terasa semakin berat menutup sedikit demi sedikit.

Mark tertidur pulas dengan topi menutupi wajahnya, 'Wah, sejuk sekali! Aku tidak mau bangun, ah! Semoga Jeno tidak cepat kembali' merasakan sesuatu yang sejuk mengenai pipinya

Jeno menghela napas, "Benar-benar tidak tahu malu. Ayo bangun"

Mata Mark terbuka lebar ketika mendengar suara Jeno, mengangkat topinya dan melihat botol minuman dingin menempel di pipinya "Kamu membelikannya untukku?" memalingkan pandangannya ke arah lain, 'Ck ck ck... Ternyata kamu peduli padaku, ya?' tersenyum senang

"Aku membelinya karena haus" jawab Jeno

"Kamu membelinya khusus untukku, kan?" Mark memastikan

Jeno menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak, Mark!"

Mark memutar bola mata malas, 'Cih! Masih tidak mau mengaku!' mengulurkan tangan ke arah Jeno meminta dibantu bangun dari posisi berbaringnya dan Jeno Mengulurkan tangan dan menarik Mark sampai kembali ke posisi duduk.

Mark membuka tutup botol air meneral itu dengan perasaan gembira, 'Hm? Kenapa tutupnya sudah terbuka?' berubah murung, "Kamu sudah meminumnya duluan?"

"Iya, aku sudah meminumnya. Sudah kubilang, aku haus" sahut Jeno

Mark menghela napas, 'Cih! Menyebalkan! Seharusnya aku sadar, Jeno tak mungkin membelikannya untukku'

"Aku tidak menempelkan mulutku, kok! Minum saja" ucap Jeno

"Hmm" Mark meminum air menerai itu

Mark baru menyadari sesuatu, menjalani cinta tak berbalas selama 18 tahun. Ternyata, orang yang salah paham itu lebih mengenaskan dibandingkan orang yang mengakibatkan kesalahpahaman.

















To be countine

Tsundere's RuleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang