🍁IX : Mundur Dulu (a)🍁

106 27 4
                                    

Saat Maza jadi aneh dan menyerang rekan Letnan Kai, kata 'kekacauan' terlintas di pikiranku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat Maza jadi aneh dan menyerang rekan Letnan Kai, kata 'kekacauan' terlintas di pikiranku.

"Ketika sesuatu terjadi dan dari situ situasi tidak berjalan seperti sewajarnya atau seharusnya, itu dinamakan 'kekacauan'." Maza pernah menjelaskannya begitu.

Aku yakin betul Maza harusnya tidak masuk ke 'Mode merah' karena aku bersembunyi tak jauh darinya dan tidak dalam bahaya. Apalagi dia tidak seharusnya menyerang penduduk lain/rekan selama Prakerin karena itu tertera dalam peraturan.

Lalu, kenapa ....

"Uta?" Amara menyentuh pundakku. "Tenang saja, kita akan cari tau sama-sama. Maza pasti tidak sengaja menyerang. Ada sesuatu yang menyebabkannya begitu selain yang kita tau."

Tapi, tapi ....

"Kalau pihak Insider tau Maza melanggar peraturan, dia akan dimusnahkan—" aku tersedak. Mataku mengalirkan air mata, dadaku sesak, dan pikiran-pikiran buruk terus terbayang. "Aku mohon jangan beri tau ke sana ...."

Aku kenapa? Aku tak tau dan aku tak bisa bertanya pada Maza. Kepala rekan partnerku kini dalam pelukanku, kedua matanya setengah terbuka. Tubuhnya ada di sofa penginapan kami, sedang diperiksa Lofi.

Apakah kalau aku terus memeluknya, Maza akan tau kalau aku kebingungan dan segera bangun, membantuku seperti sebelum-sebelumnya? Aku berharap demikian.

"Tenang dulu, Uta. Kita tidak akan langsung memberitahu ini ke Insider jika itu yang kamu khawatirkan. Letnan, Uta perlu menjauh dari sini untuk sementara." Amara bangkit dari duduk, menghampiri Letnan yang berdiri di belakang Lofi, melihat induk semang kami bekerja.

"Tapi ke mana?"

"Ke tempat Saga sama Anna."

" ... baiklah. Cukup disayangkan karena kita tak bisa membantunya saat ini." Letnan—dengan luka cakar Maza yang melubangi atas belakang bahu kanannya—menghempas napas. "Aku akan pulang ke Istana untuk menuturkan situasi pada Paduka dan sebisa mungkin tidak mengungkit robot itu."

Amara kembali mendekat. Di genggamannya ada ponsel Bumi. "Mima udah baca chat-ku. Sebentar lagi kita berangkat ke tempat Anna. Uta ... erm, kepalanya Maza ditinggal aja."

"Enggak." Aku memeluk rekanku erat-erat. "Maza sedang dalam kondisi kritis. Aku tidak mau jauh darinya."

" ... ya, sudah. Kamu mau bawa sesuatu dari sini?"

Aku menggeleng. Tak bisa memikirkan keperluanku sendiri di saat seperti ini.

"Tapi lebih baik kamu bawa baju ganti. Aku kemas di tas kecil kamu, ya."

Ketika Amara pergi, seorang perempuan yang aku temui kemarin mendadak muncul dan berjalan memutar dari belakang ke sampingku. "Hai—E—KEPALA MANUSIA?!"

"Ini kepala Maza," jelasku.

"Apa yang terjadi—tunggu, leher manusia harusnya tidak begitu ...."

Letnan berkata dari tempatnya berdiri. "Misi kami gagal. Dan rekan kami sekaligus teman Uta terkena musibah. Jadi, sekarang kami mundur dulu dari misi. Bagaimana kondisi di sana?"

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang